Menjelma Kita dan Puisi Lainnya

Abdul Turgenev

1 min read

Yang Biru dari Mata Itu adalah Kita
: Ayu

hari berdecak di jiwa remaja.

sepasang mata
melangkah ke tujuh doa
dengan burung bangkai
di sekitar hujan dendam
sementara yang biru
dari mata itu
adalah jiwa kita.

para dewa Yunani berdiri di halaman
membicarakan kelahiran api majusi
dan sepasang mata
melanjutkan langkahnya
ke tujuh doa.

hari berdecak di jiwa remaja.

sepasang mata
berdiam di rahim kesabaran
dengan tujuh pasang kuda
yang siap berangkat ke tujuh doa
sementara yang biru
dari mata itu
adalah jiwa kita.

hari berdecak di jiwa remaja.

sepasang mata
menyelinap ke rambut perempuan
dengan bala tentara kutu purba
yang siap mengisap, tak tersisa
sementara yang biru
dari mata itu
adalah jiwa kita.

sepasang mata
menatap kagum bibir merah
dengan irama desah
yang teratur dan siap mengalah
sementara yang biru
dari mata itu
adalah jiwa kita.

hari berdecak di jiwa remaja

sementara
yang biru dari mata itu
adalah jiwa kita.

(2025)

Disebabkan Hujan
: Ayu

hujan gerimis
dan sajak ini kutulis
dalam alunan rindu
yang menganggu
di kamar kecilku itu
: wahai, manis kopi hitam
rinduku tak tertahan.

sajak ini kutulis
sebab lagu rindu mengalir sadis
mengingatkanku peluk dan cium
yang terus mekar dan tercium
: wahai, manis kopi hitam
perempuanku menunggu semalaman.

hujan gerimis
dan sajak ini kutulis
dan jutaan puisi
ribut dalam kepala dan hati
sementara lagu rindu
terus menganggu malamku
: wahai, manis kopi hitam
mahar puisiku untuk perempuan
telah jadi darah dan kesaksian.

sajak ini kutulis
dan lagu rindu semakin sadis
mengiringi hujan gerimis
namun senyummu tak pernah habis
kuhisap dengan melankolis
di kamar, di depan kopi hitam yang manis
aku mohon rindu ini tak cepat habis
aku mohon cinta kita tak pernah habis.

(2025)

Merebahkan Ciuman di Sekitar Buku-Buku

satu halaman dari mistika cinta kita
selalu saja membawa dongeng burung merpati
untuk menggenapi tokoh lain
dari yang kita sebut diri sendiri.

sampul merah dan pengantar singkat
dan tata letak yang tersesat
keadaan dan jalan kemanusiaan
sekarang direbut kembali hak wajib penerbitan.

namun seburuk-buruknya kata
yang terbaca dalam mabuk dan manja
sekarang telah rebah di pipi merah
yang malu-malu mengucap makna cinta

tujuh buku lainnya terbuka oleh angin
yang mengembuskan kejantanan
dan musim semi menjadi semakin panjang.

sepuluh halaman yang terbaru
dan tertib oleh hal-hal itu
sekarang menyusun tubuhnya sendiri
dengan sintaksis ilahi.

amboi! buku dan bibirmu
o, sayangku:
lahirlah selalu di hidupku.

(2025)

Menjelma Kita

di lembah payudara yang memerah,
bulan tergelincir seperti zaitun basah,
menggelinding di lekuk lembah,
menyentuh tubuhmu yang dibalut kabut biru—
kabut yang gemetar, seolah tahu
tulang-tulang kita siap bergemuruh

aku melihat lidahmu menjelma sungai:
mengalirkan madu dari pegunungan mitos,
menggerus pantai tubuhku
yang retak oleh birahi purba,
di mana setiap pori menjadi gereja—
gereja dengan jendela kaca putih,
menangkap bayangan punggungmu yang melengkung
seperti busur pelangi malam.

pohon flamboyan meneteskan bunga darah,
jatuh ke dadamu yang bergetar oleh bisikan dewa.

bumi membuka bibirnya, mencium telapak kaki kita
yang bergesekan dalam koor rahasia,
membangkitkan ular surga dari inti jiwa,
menggeliat ke puncak tulang belakang.

di lembah payudara yang memerah,
bulan tergelincir seperti zaitun basah,
kulitmu jadi udara kecil—
napas meledak di setiap ciuman.

aku membakar diriku dalam api tubuhmu,
hingga kita menghilang ke dalam nyala:

sepasang makna tanpa nama,
bercinta di keabadian kata
dan menjelma kita.

(2025)

Abdul Turgenev

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email