Mengutukmu Menjadi Puisi
Beginilah jadinya jika cinta bersyarat
Kau hanya jadi satu tema yang wakili
Seribu puisi yang kutulis sendiri
Tak ada makna yang tersembunyi
Semua jelas untukmu, Jongrangku
Seperti pagi dengan mataharinya
Meski fajar telah dipalsukan api
Penghentian ini, tak merubah
caraku mencintaimu, sungguh
Dengan cara mengutukmu
jadi puisi, berarti juga buatmu
abadi—di antara antologi pribadi
(Agustus, 2022)
–
Sepanjang Jalan Bandara
untuk: Maya
kuimpikan puspa karsa di keningmu
banyak sekali misteri kutemu di situ
aroma-aroma yang seakan
menghendaki adanya wujudmu
semisal buku baru dan pengharum baju
atau harum tanah setelah hujan
yang barangkali kelak kita cium
di sepanjang jalan bandara
menuju rumahmu
kita akan tahu arti jauh setelah itu;
setelah pesawat melesat dan tangan
melambai
namun pada bibirku, katamu
masih tersisa tiket pulang
untuk mendarat di keningmu
(2022)
–
Aku Mau Datang ke Kotamu
untuk: Maya
aku mau datang ke kotamu
membawa niat layaknya bayangan sendiri
cinta ini memang belum punya tempat mendarat tapi
aku telah memimpikan bahumu selalu bandara
dan keluhku, keluhmu, penumpang yang mengisi kekosongan sementara
aku bukan Gibran si tak punya keberanian
yang cintanya hanya berhenti di kertas
Aceh memang tak sejauh Palestina
dan kau bukan semata May Ziadah
aku mau datang ke kotamu
(2022)
–
Hujan dalam Akronim
Bukan kematian lebih menyakitkan
Rinai hujan lebih akrab basuh wajahku
Ikan meninjau kucing meninjau di tepian
Tatkala hening merupa petir yang menyambar
Namun aku masih hidup
Entah berapa lama lagi
Yang kutahu hanya berdiri,
di tengah derasnya hujan ini
(2022)
–
Barangkali Indah Senahas Itu
Lebih baik menahan diri
dari sulitnya menemukan jarum
di antara tumpukan jerami
daripada tertusuk ketika menemukannya
Dan tak bakal ada yang menyangka juga
bila seekor ular keluar dari semak belukar
lalu memuntahkan jarum ke hadapanku
dan berkata: “o itukah yang kau cari?”
(2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA