Memulung Menuju Suwung
Ruang ini adalah larik-larik memoria rasa yang dipungut kala keramaian ditenggeri sepi. Dirajut kala malam, usai memandangi persanggamaan aduh dengan tubuh yang ditenggeri keluh, riuh, pun gaduh.
Dalam ruang ini, kalian tak akan menemukan apa-apa. Jangan berharap menemukan larik-larik puitis, kata-kata romantis, atau kisah romantis. Ini hanyalah ruang hasil pulungan di tengah malam berselimut kesunyian yang dihadirkan, lalu perlahan kukemas dalam romansa kata.
Memulung, bagiku adalah jalan menuju suwung. Memulung adalah jalan menuju relung pulung yang mengakar ke dasar palung, sampai kelak pulang.
Misbah di Bibir Dermaga
Di bibir dermaga; misbah mengambang,
Selimut remang cakrawala terbuka pelan beriring bentang langgam,
Layar-layar pun terkembang,
Di pusar awang; melayang-layang layang pengampunan pada Sang Malam,
Butir tasbih pelan membulan.
Malam muram di dalam persimpuhan,
Lebur dalam himpit kaki pejalan kesunyian.
Di bibir dermaga; misbah merebah tabah,
Jiwa pasrah berduyun menengadah,
Mawar dan melati merekah,
Jamrah antarkan mauizah,
Talbiah tersemai di ladang jiwa yang uzlah.
Di bibir dermaga;
Misbah merekah pada jiwa yang berserah:
Tabah.
Bahtera Wusul
Malam melakam redum,
Kalbu-kalbu mengalun ranum; berdentum kagum,
Pada ia yang mengembun.
Malam temaram;
Insan-insan remang membulan,
Binar mata membintang,
Pada tatap kerahmanan ia simpuhkan seluruh.
Malam-malam, malam menyunyikan insan,
Kaki-kaki bergelantungan di gua pertapaan,
Diharapkannya kerahiman bersemayam
meniti diri pada kehambaan.
Serambi
Di serambi rembulan;
Rindang awan meremang,
Bintang gemintang bentangkan ruang;
Pencari jalan.
Di serambi rembulan;
Jibril mengendarai malam,
Persimpuhan dihujani ampunan,
Air mata mengalir di pelabuhan kehambaan.
Sedang mata fana terbuka tenang kala bibir fajar muram;
Tenggelam.
Di serambi hari;
Pertapaan disilai kaki-kaki rumi,
Jiwa-jiwa pun menghamba sunyi,
dengan hati-hati membawa hati
diketukinya pintu ilafi.
Mangismayai Diri
Kekasih,
Kuketuk sukma di padang maya,
Ismaya di sisi batang kayu tua merana,
Katanya sesak di dada;
Angannya bergelantung tapak sembrana manusia,
Luka-luka menyala,
Lentera-lentera disimpan dalam gua,
Petapa mengelus dada,
Disusurinya alkahfi di dalam dirinya.
Serambi Subuh
Di serambi subuh;
Alam ditenggeri sunyi,
Tubuh-tubuh masih diselimuti mimpi,
Kunang-kunang beranjak pulang usai meniti hari dalam sepi,
Pejalan sunyi mengetuk diri;
Berdiri mencari rinai ilafi.
Di serambi subuh;
Kaki-kaki sunyi menari teduh,
Lambai uban di tengah kegelapan memeluk kelam beriring alunan sarung-sarung lusuh,
Langgam-langgam pun menggema memukul gaduh,
Tetes padasan di samping rumah jernihkan seluruh keruh.
Lepuh aduh berlabuh dalam simpuh;
Teduh.
Di serambi subuh;
Jiwa-jiwa bersimpuh, meniti doa pada Sang Seluruh.
Meniti Budi Sayidi
Mata-mata menganga di pagelaran akbar nelangsa,
Kalut dirajut,
Kening-kening mengerut,
Hening melengking disulut budi sumbing.
Hambeging samirana,
Hambeging tirta,
Hambeging kisma,
Hambeging samodra,
Hambeging surya,
Hambeging candra,
Hambeging Kartika,
Menggema!
Menghunus pusar kasih ibu bumi,
Membelah pangkuan angkasa,
Dalam bisik hamba-hamba pada-Nya,
Dalam pagelaran simpuh yang ditenggeri aduh,
Lusuh!
Samudera jiwa diayuh simpuh
Dititinya dewa pada tatap kasih.