Mengenang–Merayakan

Melangkahi Kata-kata dan Puisi Lainnya

Ikhsan Noer Fauzi

1 min read

PEREMPUAN DAN PUISI

– buat lulu, kawanku

perempuan, barangkali
mendambakan keabadian
di balik kata-kata
ketika menjamah tubuhnya, ketika semua indah
menjadi corak perupa bunga-bunga
di dasar kasihnya

sedang ia telah mati, hidup dalam bayang-bayang
doa lelaki dan cintanya
pada keheningan

adakah yang tersisa
ketika semua miliknya abadi?
raga ataupun rasa
rapi tersimpan di balik kata-kata, mati berkasih dalam peluk kisah
yang tak pernah lelaki minta

maka ketahuilah, keheningan begitu dekat
dengan jantung lelaki
tak ada jalan kembali
selain merayakan yang telah mati

barangkali, tak semua perempuan
seberuntung Alina
dan tak semua lelaki
memotong senja untuk pacarnya

_

MERUPA GELISAH 

bukankah sebuah keharusan ketika kekecewaan tak datang menampakkan dirinya dengan sia-sia
di tengah orang-orang bijaksana
kenyaataan tak seperti yang dipikirkan siapa saja sebelumnya

tentang hidup, kejahatan dan ketidakadilan; tak ada yang berharap lepas dari penderitaan
jalan yang dilalui sama terjal, di hadapannya jurang-jurang menganga

di dalam hati, kita melihat apa yang tak terlihat oleh mata
sebab manusia begitu membenci ketidakjujuran
namun sulit menerima kenyataan

dan ketika kita pergi meninggalkan kesementaraan dengan tenang,
dada yang lemah telah dipersenjatai
untuk menanggung seluruh ketakutan
dan apa-apa yang tak terhindarkan

_

BAYANG-BAYANG

dalam ketiadaan cahaya
di balik tubuhmu,
bayangan itu kukuh berdiri menguap tangis
di jalan raya yang kita pijak

penuh lubang
serupa mulut goa yang sempit
di sekelilingnya berkecamuk
segala bentuk pertikaian tak berkesudahan
berarak serupa awan gelisah
yang diterbangkan angin,
menghantui celah-celah luka di atas langit

lalu keraguan
berjalan mendahului apapun yang dikehendakinya,
malam membuntuti siapa saja hingga lelap
di pembaringan terakhir
tak ada riuh yang tersisa
di dalam kepalamu,
hanya kehampaan
yang cukup pekat
menelantarkan damaimu

_

MELANGKAHI KATA-KATA

aku tuliskan ini tepat ketika tangismu reda
kenangan basah di setiap genangan
yang menepikan namamu ke bahu-bahu jalan
riuh menghitam, lalu-lalang menjelma laron

aku menelanjangi setiap ingatan berkabut
di tengah malam
mendengar kabarmu di mulut-mulut usia
yang menjual kedewasaan dan derita

waktu melompat melangkahi kata-kata
jauh ke belakang,
aku milikmu setiap malam minggu
setiap libur tiba
kata dan kita membiru di ruang tamu

Di teduh matamu lampu-lampu
merebak kisah silam
melahirkan keping kenangan
andai sembilan tak jadi batas malam
di kamusmu
bangku-bangku mungkin terbujur kaku
diduduki kita
aku, kamu, dan rindu-rindu

pada akhirnya
haru seketika melumat dada
menyelinap ke dapur kasih, menuju anak tangga,
ke kamar jauh, sejauh aku mengingatmu

_

KABUNG KENANGA

betapa deras derita
orang-orang yang berduka
membungkuk menyaksikan jenazah dirinya
dalam tangis damai
yang disucikan para pencemooh

air mata mengingat segala
bentuk kesempurnaan
membanjiri pipinya yang pucat
ketika tak ada harapan bahagia
di dadanya yang tersenyum

sesaat terbuai
memulai mimpi panjang
dan menemukan setiap ikatan kasih sayangnya
terputus

kapan fajar menyingsing di malam kubur
atau musim panas menghangatkan
jenazahnya yang kian dingin?

beristirahatlah sejenak
orang-orang malang
surgamu mungkin datang

*****

Editor: Moch Aldy MA

Ikhsan Noer Fauzi
Ikhsan Noer Fauzi Mengenang–Merayakan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email