Dalam buku Yoga: The Supreme Science karya mistikus India bernama Osho, ada eksperimen menarik yang pernah dilakukan oleh mistikus Rusia Georges Gurdjieff bersama tiga puluh muridnya serta seorang filsuf Rusia bernama Ouspensky. Suatu hari mereka pergi ke tempat yang sangat jauh dari pusat kota dan tinggal di sebuah Bungalow kecil, penginapan yang biasanya dibangun di daerah wisata alam seperti tengah hutan atau tepi danau. Gurdjieff mengatakan kepada mereka untuk benar-benar diam selama tiga bulan. Tidak boleh ada komunikasi apa pun di antara mereka, tetapi kemudian banyak dari mereka yang memutuskan menyerah dan pulang.
Ketika waktu tiga bulan selesai, hanya tiga orang yang tersisa, termasuk Ouspensky. Mereka menjadi sangat diam dan kemudian Gurdjieff membawa mereka pergi ke kota, pasar, dan keramaiaan. Dengan mengenang pengalaman itu, suatu hari Ouspensky konon menulis: “Untuk pertama kalinya, saya bisa melihat bahwa orang-orang berjalan dalam tidur. Penjaga toko menjual barang-barang, pelanggan membeli barang-barang, dan kerumunan orang di sana-sini, dan saya bisa melihat bahwa mereka tertidur.”
Dia kemudian meminta Gurdjieff untuk membawanya kembali ke Bungalow. Tetapi Gurdjieff berkata, “Bungalow itu hanyalah eksperimen yang saya persiapkan untukmu, untuk menunjukkanmu realitas (internal) orang-orang, dan sebelum ini kamu juga sejenis orang yang sama dengan mereka. Sekarang, ketika kamu bisa menjadi benar-benar diam, kamu mulai bisa melihat bahwa orang-orang tidak benar-benar sadar, tidak begitu sadar dalam keseharian mereka.”
Saya terbiasa dengan cerita-cerita semacam ini, yang biasanya diceritakan oleh orang-orang yang mengajarkan meditasi dan menjadikan keadaan meditatif sebagai kebiasaan keseharian mereka. Pesan yang mereka sampaikan sama: “Hiduplah secara lebih sadar.”
Gurdjieff sendiri juga seorang guru meditasi. Eksperimen yang diberikannya kepada murid-muridnya adalah meditasi. Tetapi apa itu meditasi?
Bagi saya, meditasi adalah sebuah seni mengasah kesadaran. Sebuah metode untuk melatih kesadaran agar kita memiliki kebiasaan hidup secara lebih meditatif atau lebih sadar. Dengan itu pikiran kita menjadi semakin kurang melamun secara tiba-tiba atau tanpa sengaja, semakin kurang mengobrol sendiri, semakin kurang pergi ke mana-mana, dan lebih sering berada di momen hidup saat ini.
Pernyataan Gurdjieff bahwa orang-orang tidak begitu sadar dalam keseharian mereka. Saya pikir maksudnya adalah bahwa dalam keseharian hidup, kita sering tanpa sengaja melamun. Sebuah lamunan tiba-tiba muncul di pikiran dan membuat kita menjadi kurang sadar. Mengutip laman WebMD, ini adalah lamunan yang tidak sadar.
Saat sedang bekerja misalnya, tiba-tiba sebuah lamunan terjadi di pikiran kita. Kita mungkin tiba-tiba melamunkan seseorang yang baru-baru ini kita sukai; membayangkannya sebagai pacar kita; lalu terjadi beberapa dialog imajiner atau seolah-olah kita sedang mengobol dengannya di suatu tempat, dan sebagainya.
Pekerjaan dan hidup kita berada di sini atau di momen saat ini, tapi pikiran kita berada di tempat lain. Kita menjadi tidak fokus. Kita kehilangan kontak dengan momen hidup saat ini dalam beberapa detik. Tapi biasanya itu fenomena yang kontinum atau berkelanjutan dalam keseharian kita sebagai selingan yang terus menerus dalam berbagai bentuknya. Hal itu terjadi begitu saja tanpa sengaja atau secara tidak sadar.
Baca juga:
- Robot dengan Kesadaran, Mungkinkah?
- Kebenaran dan Kesadaran Palsu dalam Meme
- Pelajaran Mindfulness dari Nanami Kento
Berapa sering sebuah lamunan terjadi begitu saja dalam hari-hari kita? Berapa sering kita melamun dalam kehidupan sehari-hari? Berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk melamun dalam sehari?
Menurut sebuah studi Universitas Harvard AS, orang menghabiskan hampir separuh waktu terjaga mereka untuk melamun, yaitu sekitar 46,9 persen. Artinya, mereka melakukannya hampir 12 jam sehari—sebagai selingan dalam keseharian mereka dalam kurun waktu itu.
Pertanyaannya, dalam sekitar kurun waktu itu di keseharian hidup mereka, apakah mereka melamun secara tidak sadar atau sadar? Saya menanyakan ini karena ada satu jenis melamun lainnya, yaitu melamun secara sadar. Kita melakukannya secara sengaja; biasanya untuk merangsang kreativitas.
Dikutip dari doktersehat.com, ketika melamun, pikiran dapat menelusuri ke berbagai bagian otak dan mengumpulkan berbagai informasi yang dapat saling dihubungkan. Hal itu akan memunculkan inspirasi atau ide-ide kreatif yang tidak terpikirkan sebelumnya. Informasi-informasi inilah yang kemudian muncul sebagai ide kreatif.
Saya rasa banyak pekerja kreatif yang mendapatkan inspirasi dari melamun. Tetapi saya yakin mereka biasanya melalukannya dengan tujuan untuk menggali ide atau merangsamg kreativitas. Artinya, mereka melamun secara sengaja dan sadar. Mereka sengaja mengalihkan sebentar fokus dari pekerjaan untuk melamun. Setelah itu mereka kembali ke pekerjaannya dengan sebuah ide atau inspirasi.
Lalu, mana yang lebih sering terjadi dalam hidup kita, melamun yang sadar atau yang tidak sadar?
Dengan pertanyaan itu saya sedang melihat diri saya sendiri. Saya harus mengakui bahwa saya adalah salah satu orang yang dimaksud dalam pernyataan Gurdjieff. Guru meditasi saya sering bilang bahwa aktivitas apa pun yang sedang kita lakukan dalam keseharian, kita harus mengupayakan diri secara konsisten untuk terus menyadari napas.
Menyadari napas adalah metode meditasi yang diajarkannya. Ini bisa digunakan untuk mengatasi beberapa kecenderungan pikiran yang terjadi begitu saja sehingga membuat kita menjadi kurang sadar. Kecenderungan itu seperti lamunan yang tiba-tiba muncul, pikiran yang mengobrol sendiri, berdialog imajiner dan mengembara ke mana-mana. Dengan metode ini, kita mengarahkan pikiran dengan sengaja untuk menyadari keluar masuknya napas.
Ini adalah sesuatu yang baru ketika pertama kali dengan sengaja saya lakukan. Saya bernapas tiap hari. Napas itu berjalan sendiri secara alami. Saya tidak pernah dengan sengaja untuk menyadarinya karena belum menjadi kebiasaan.
Dalam cerita Gurdjieff (entah itu nyata atau fiksi), tentu saya tidak tahu metode meditasi seperti apa yang mereka gunakan. Apakah mereka hanya duduk diam bermeditasi sepanjang waktu selama tiga bulan? Tentu tidak seperti itu. Mereka tetap perlu melakukan hal-hal lainnya seperti makan, tidur, dan sebagainya.
Saya membayangkan Gurdjieff meminta murid-muridnya, selama tiga bulan itu, untuk membangun kebiasaan bermeditasi. Hai itu untuk memusatkan semua upaya mereka dalam bermeditasi. Saya membayangkan mereka hanya menyisihkan waktu khusus—mungkin satu jam—untuk bermeditasi tiap hari selama tiga bulan. Di waktu khusus itu, mereka pasti hanya duduk diam bermeditasi tanpa melakukan apa-apa. Sementara sisa waktu lainnya mereka gunakan dalam upaya mereka untuk menjalani keseharian secara lebih meditatif.
Saya sendiri menyisihkan waktu setengah jam, hampir tiap malam sebelum tidur, untuk duduk diam bermeditasi. Saya memusatkan pikiran dengan sengaja untuk memperhatikan atau menyadari keluar masuknya napas. Besok paginya ketika bangun tidur, biasanya saya menyisihkan waktu 15 menit untuk melakukan hal yang sama sebelum keluar dari kamar. Pada sisa waktu lainnya, saya mengupayakan diri sebisa mungkin untuk tetap menyadari napas sambil melakukan aktivitas harian.
Tetapi ini sulit. Saya bernapas tiap hari tetapi tidak selalu menyadarinya. Saya sering lupa untuk menyadari napas dalam keseharian, Pikiran bisa saja tiba-tiba mengobrol sendiri. Sebuah lamunan tiba-tiba muncul begitu saja dan membuat saya menjadi kurang sadar.
Namun selalu ada momen saya tersentak. Tiba-tiba saya mengingat lagi untuk kembali menyadari napas, lalu lupa lagi, lalu ingat lagi dan lupa lagi. Nanti saya akan kembali tersentak dan mengingat menyadari napas lagi.
Ketika mulai menyadari napas lagi, dengan jelas saya menyadari bahwa pikiran saya diam. tidak ada aktivitas mental yang terjadi dalam diri saya, semacam pikiran tanpa isi. Ini seperti saya duduk sendirian di pinggir jalan raya, tapi tidak ada kendaraan yang lewat.
Tetapi momentum pikiran yang diam ini selalu sesaat. Saya masih sering lengah dalam keseharian, apa pun yang saya lakukan. Saya masih sering disingkirkan dari momen hidup saat ini oleh pikiran. Entah pikiran yang mengobrol sendiri, melakukan dialog imajiner, atau tiba-tiba melamun.
Jadi, meditasi bagi saya—dengan cara terus mengingatkan diri untuk menyadari napas dalam keseharian—adalah upaya untuk menjalani hidup agar menjadi lebih sadar, dengan kesadaran yang menyala lebih lama, apa pun yang kita lakukan. Kesadaran kita biasanya hanya menyala sekejap-sekejap saja. Meditasi adalah upaya untuk menjadikannya sedikit lebih panjang, sehingga pikiran menjadi semakin kurang melamun secara tiba-tiba. Kita semakin kurang terlibat atau hanyut dalam lalu lintas pikiran terus menerus yang mungkin seringkali tidak perlu dan mengganggu. Dengan itu kita menjadi cukup kokoh untuk berada dalam momen hidup saat ini, di sini, di keseharian, dari momen ke momen.
Praktik ini membuat saya perlahan bisa mengelola pikiran saya dengan cukup baik. Ketika ingin menggunakan pikiran untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu—seperti menulis misalnya—saya akan menggunakannya. Tetapi ketika saya hanya ingin duduk-duduk santai, tidak melakukan apa-apa dan hanya ingin diam menikmati keheningan dalam meditasi, saya tidak perlu menggunakannya. (*)
Editor: Kukuh Basuki