Melihat kejujuran dari mata anak-anak. Mari berteman bersamaku di instagram @fatwaamalia_r

Mbok Kliwon

Fatwa Amalia

2 min read

Mbok Kliwon yang menyeramkan itu, tinggal di belakang rumahku. Tapi rumah kami saling membelakangi, jadi kami tidak pernah bertemu. Kata Marni temanku, Mbok Kliwon itu tinggi, rambutnya selalu terurai sepinggul, wajahnya pucat, bau Melati semerbak dari tubuhnya, ia juga tidak pernah bicara.

Aku sempat tidak percaya, tapi Marni mengatakan bahwa dulu kakaknya pernah melihat Mbok Kliwon tepat di malam Jumat Kliwon. Katanya, Mbok Kliwon bisa berubah menjadi kuntilanak dan mencari anak gadis yang sedang menstruasi.

Gawat! Siang ini aku menstruasi. Aku segera melihat kalender sambil menyipitkan mata. Degub jantungku semakin cepat.

“Semoga jumat legi, atau jumat pon, jumat wage, atau pahing!”

Aku membuka mataku dan “Tidaaaaaaaaakkkk!!!”

Teriakan kencangku mengundang Mama.

“Ada apa to, Nduk?”

“Ng… Nggak, Ma.”

“Walah… Kamu ini bikin Mama jantungan!”

Aku meringis, tapi keringat dingin terus mengalir.

“Nduk, tolong belikan pembalut ya, ini uangnya. Pembalut kainmu belum ada yang kering, hujan lebat semalam.”

Sial, bagaimana ini? Bagaimana jika kabar menstruasiku sampai kepada Mbok Kliwon? Habis sudah!

“Eh… Malah bengong! Ayo, Nduk. Kamu harus segera ganti pembalut, biar nggak jadi penyakit.”

Lamunanku buyar seketika. Aku bergegas berganti pakaian. Mengenakan jilbab, topi, jaket, dan kacamata hitamku. Secepat kilat aku mengayuh sepeda ke toko Pak Anwar.

“Beli apa, Neng?”

“Roti sobek, Pak.”

“Apa, Neng?”

Sial, Pak Anwar tidak mendengar suara lirihku. Bagaimana jika kabar menstruasiku terdengar oleh Mbok Kliwon?

“Neng, kok malah diem, beli apa?”

“Roti sobek, Pak!!!”

“Oo roti sobek, mau rasa durian atau cokelat?”

Aish, Pak Anwar sangat menyebalkan. Begini saja tidak tahu maksudku.

“Bukan itu, Pak… Pembalut maksud saya.”

“O… ya maaf, Neng. Lain kali yang jelas bilangnya, mana saya tau.” ucap Pak Anwar sambil sedikit tertawa.

Menunggu Pak Anwar yang lama sekali, aku menurunkan kacamata dan melihat situasi sekitar. Lima menit kemudian, Pak Anwar memberikan pembalut dan kembalian.

“Pak, tolong dibungkus kresek hitam ya.”

Aku tidak ingin orang-orang tahu aku menstruasi. Aku tidak siap Mbok Kliwon menghantuiku.

Di perjalanan pulang, aku ingat kata Marni. Kakaknya pernah mengalami hal mengerikan. Mbok Kliwon mengendap-endap ke jendela kamar mandi rumah mereka dan mencari darah menstruasi kakaknya. Lalu apa yang terjadi? Mbok Kliwon yang berwujud kuntilanak itu menjilati darah menstruasi di pembalut Kakak Marni.

Huahhh… Sungguh menyeramkan! Aku tidak bisa membayangkan jika hal ini terjadi kepadaku.

“Mbok Kliwon tidak hanya memakan darah menstruasi, tapi dia juga akan membawa penyakit nyeri.” kata Marni dengan nada seram. Ia melihat kakaknya kelimpungan sakit ketika menstruasi.

***

Petang pun tiba. Pukul tujuh aku segera ke kamar mandi untuk mengganti pembalut yang kesekian kalinya. Selepasnya aku ingin segera melelapkan diri.

Namun tiba-tiba… Suara aneh memekik keheningan.

“Krusuk… krusuk…”

“Si… Siapa?”

“Krusuk… krusuk…”

Suara itu nampak lebih jelas. Tanganku gemetar, gayung yang sedang kupegang jatuh dan air membasahi celanaku. Pantang untukku melihat jendela. Aku mengintip dari celah pintu.

“Krusuk…” sial, suara terasa semakin nyaring.

“Nduk, di kresek hitam ada pembalut. Kamu sudah bawa untuk ganti kah?”

“Sudah Maaaaaa!!!” teriakku kencang. Aku lega. Ternyata itu suara Mama.

Kulangkahkan kaki kiriku dan berdoa. kali ini doaku penuh dengan harap agar dilindungi dari Mbok Kliwon.

Kata Mama, jika takut, harus selalu ingat bahwa Tuhan selalu ada dan melindungi. Rasa khawatirku mulai hilang. Aku mengurungkan niat untuk tidur lebih cepat. Sepertinya, membaca buku akan membuatku tenang.

Belum sampai tanganku meraih buku, Mama memanggilku.

“Nduk… sini… lihat siapa yang datang.”

Aku keluar dari kamar dan bau melati telah memenuhi ruang tamu. Badanku mendadak kaku dan dingin. Aku memeluk Mama erat.

Terserah kamu percaya padaku atau tidak, aku melihat sosok perempuan paruh baya berwajah pucat dengan rambut panjang sepinggul, membawa segelas darah tepat di depan mataku. Kupejamkan mata rapat-rapat, menyelinap di ketiak Mama.

“Tuhan… kenapa Kau bohong? Aku sudah berdoa tadi, kenapa masih dihantui?” Batinku.

“Hei, kenapa cah ayu?”

Suara perempuan itu seperti kuntilanak. Mendengarnya, aku langsung terbesit Marni, katanya “Kaki Mbok Kliwon tidak menyentuh tanah.”

“Nduk… kamu nggakpapa? Ini lho, Mbok Kliwon, kemarin kamu nanyain beliau?” Suara Mama menyadarkanku.

“Oh, ini Tasya gadis yang beranjak remaja itu?” Suara itu semakin mengerikan.

Dari mana ia tahu aku sudah remaja? Pasti gara-gara Pak Anwar! Awas saja besok!

“Ok Tasya… tenang! Kamu tidak boleh takut, kalau takut maka roh jahatnya akan menghantuimu.” Ucapku menguatkan diri.

“Pergi kamu!!! Jangan makan darahku, jangan ganggu aku!”

Dengan berani kuusir Mbok Kliwon dari hadapanku.

“Nak, sadar! Ini Mbok kliwon, beliau bukan hantu, beliau kemari membawakan jus buah naga untukmu.” Mama menyadarkanku.

Mataku secepat kilat menukik ke kakinya. Dua kaki Mbok Kliwon bersentuhan dengan lantai. Aku menghela napas panjang.

Aku melihat wajah Mama sangat malu dan Mbok Kliwon tersenyum bingung.

Aku menunduk dan memandanginya dengan rasa bersalah, tapi aku lega.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Fatwa Amalia
Fatwa Amalia Melihat kejujuran dari mata anak-anak. Mari berteman bersamaku di instagram @fatwaamalia_r

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email