Berguru kepada Fyodor Dostoevsky

Rodionovich Heru Edgar Mulyanto

2 min read

Semua sastrawan atau bahkan sekadar pencinta sastra, mestilah tahu betul bahwa Fyodor Dostoevsky pantas masuk dalam nominasi penulis paling berpengaruh. Atau mungkin penulis terhebat sepanjang masa. Saya pikir tidak berlebihan. Sebab Budi Darma pernah berkata begini.

“Sebenarnya, para sastrawan itu jauh lebih “psikolog” daripada psikolog itu sendiri. Karena kami menyelami relung batin manusia lebih dalam dari para psikolog.”

—Budi Darma (2021)

Ungkapan itu didasarkan pada realita bahwa sejatinya para sastrawan menyelami pergulatan batin terdalam manusia secara langsung dengan pengalaman pribadi mereka. Psikolog menyelami batin manusia secara teoretis dan observatoris. Sedangkan para sastrawan menyelami batin manusia secara partisipatoris dan praktis, kemudian menuliskan hasil penyelaman batin tersebut pada karya sastra mereka. Dan Dostoevsky melakukan hal tersebut secara sempurna.

Bagaimana tidak! Dostoevsky bahkan mampu mendeskripsikan bagaimana rasanya setengah sadar ketika kita baru saja bangun dari tidur. Sesuatu yang cukup sulit dijelaskan oleh manusia pada umumnya. Bukan hanya itu, Dostoevsky juga mampu menunjukkan bahwa terkadang kita tiba-tiba tertarik secara misterius pada orang asing yang baru kita temui. Atas alasan-alasan itu, bisa dikatakan ia memiliki kepekaan batin yang tinggi—sampai di titik mampu menuliskan pengalaman yang sama sekali belum ia rasakan. Berikut beberapa wejangan monumental Dostoevsky yang sering dikutip.

“Tuhan dan iblis sedang bertarung, dan medan perang adalah hati manusia.”

Dostoevsky, The Brothers Karamazov (1880)

 

“Rasa sakit dan penderitaan selalu tak terelakkan bagi kecerdasan yang besar dan hati yang dalam.”

—Dostoevsky, Crime and Punishment (1866)

 

“Dalam keputusasaanlah kita menemukan kenikmatan yang paling tajam, terutama saat kita menyadari situasi saat tidak ada harapan […]”

—Dostoevsky, Notes from Underground (1864)

Kutipan-kutipan tersebut bergaung keras dan telah disebut-sebut ribuan kali oleh para intelektual, penikmat sastra, filsuf, sastrawan, sosiolog, sampai psikolog. Pertanyannya kemudian, bagaimana kita bisa punya kepekaan batin yang tajam seperti Dostoevsky?

Caranya, adalah dengan mengunyah sebanyak-banyak pengalaman hidup yang keras dan pahit. Argumen ini mendapatkan justifikasinya lada salah satu sekuel film Star Wars: The Last Jedi, Master Yoda mempetuahkan.

“Kegagalan adalah guru terbaik yang pernah ada.”

—Master Yoda, 34 ABY

Dengan kata lain, besarnya kegagalan dan pahitnya pengalaman hidup mengajari tiap-tiap manusia untuk peka pada dirinya sendiri dan pada orang lain. Bila kita kaitkan dengan kepekaan batin yang dimiliki Dostoevsky, semua itu bersumber dari betapa keras hidup yang dijalaninya. Ia pernah hampir dihukum mati. Dan kala senapan laras panjang hampir meludahkan peluru, seorang pembawa pesan menyeruak masuk dan mengatakan bahwa Tsar mengampuni para narapidana. Sebagian dari mereka telah menjadi sinting. Selain itu, ia juga pernah dikirim ke Siberia (Gulag) untuk kerja rodi.

Getir pengalaman hidupnya itu membikin ketajaman emosi Dostoevsky melonjak tinggi, jauh di atas masyarakat Soviet kala itu. Tapi mempunyai emosi yang tajam hanyalah kemungkinan pertama. Kemungkinan kedua adalah, jika kita mengalami hidup yang getir, maka itu dapat membuat karakter rusak, pikiran terbelah, dan pandangan menjadi gelap.

Clairvoyance

Clairvoyance adalah kemampuan magis yang membikin penggunanya mengetahui hal-hal tersembunyi melalui intuisi, kepekaan batin, dan empati. Sapardi Djoko Damono pernah mengemukakan sesuatu tentang Clairvoyance dalam bukunya.

“Puisi itu Clairvoyance! […] Bahwa inti kehidupan itu adalah komunikasi dan komunikasi itu inti kehidupan. Puisi itu komunikasi dan komunikasi itu shaman. Shaman itu medium. Karenanya puisi itu medium.”

—SDD, Hujan Bulan Juni (1994)

Beberapa karya sastra seperti mantra dan bidal merupakan alat yang digunakan dalam ritual para dukun. Hal tersebut bertopang pada keyakinan bahwa irama suara mantra merupakan pengantar energi kosmik yang baik.

Dukun-dukun perapal mantra memiliki pengalaman hidup yang rumit dan empati yang tinggi, begitu pula dengan Dostoevsky.

Sebagai catatan, terdapat beberapa tingkatan energi spiritual yang mengalir dalam ruas-ruas tulang belakang manusia dari tulang ekor hingga puncak ubun-ubun. Masing-masing dari energi tersebut memiliki nama-namanya sendiri beserta frekuensinya. Misalnya saja, energi semangat dan optimisme disebut dengan Manipura, energi kepasrahan disebut dengan Visuddha, energi penglihatan batin disebut dengan Ajna, energi reproduksi disebut dengan Swadisthan, dan energi makhota tertinggi disebut dengan Sahasrara. Clairvoyance atau kepekaan jiwa berhubungan dengan energi Ajna dan Sahasrara.

Bila kita kembali pada kondisi yang dialami Dostoevsky, aliran energi yang bersumber dari kepekaan hatinya membuat energi Ajna (mata batin) dan Sahasrara (energi ubun-ubun) meningkat pesat dan membuatnya mampu memahami pengalaman spiritual dan psikologis. Ituah hal yang membuat buku-buku Dostoevsky menjadi karya monumental yang berpengaruh dan masihlah relevan. Karena pada sejatinya, ia telah mengakses sebuah jalan spiritual berdasarkan pengalaman hidupnya yang membuatnya memiliki kemampuan Clairvoyance.

Akhir kata, Clairvoyance adalah hal yang dapat saja dilakukan setiap orang.  Konon, beberapa meditasi yang disarankan untuk membukanya adalah Meditasi Samatha, Meditasi Vipassana, dan Meditasi Bulan Purnama.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Rodionovich Heru Edgar Mulyanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email