Masih Kuingat dan Puisi Lainnya

Dimas Anggada

1 min read

SEPANJANG JALAN

hanya ada warna krem
pada jalan-jalan lusuh
berdebu itu

pabrik-pabrik tua di ujung jauh, dan
laut-laut yang tampak mati,
masih membekas warna biru
seperti lebam karena
perkelahian

setiap kau menoleh
tebing-tebing cadas
menanami ilalang rapuh
dengan batang-batangnya
yang berserak di atas
rumah-rumah:
atap berseng hitam, yang
panasnya seperti knalpot
yang telah mengempas
pesisir tak berujung

mungkin masih ada karang
di halaman belakang

dan sauh itu
tampak berkarat
berkat tali-talinya basah
karena tangis sore hari

sampan hampir tak ada
sehingga kami hanya mampu
menerka sejauh mana
mata bisa memandang
angin yang menjauhkan
daratan itu

cuaca pun memucat
dan kami tetap terasing
dalam perjalanan panjang
tak lekang waktu ini

PERCA-PERCA KITA

barangkali aku, barangkali kau
dan kita telah bersiap
untuk mengenali
sepi masing-masing

pada kandasnya rerumputan liar
suara-suara kicau berubah,
karena kita yang tak utuh, juga
karena segala pun mendadak ripuh

senja berlari, dan sisa
cahayanya mengiris perlahan
batu-batu yang tak siap menepi
dari dinginnya hari

barangkali aku, barangkali kau
menempuh lolongan yang
berat ini untuk mencari
langit yang tak terlihat

DI DALAM DIRIKU

kau telah membekas
aku tahu itu
karena badai berputar singgah
menggedor-gedor pintu
pekaranganku

kita bicara banyak
juga berjalan dengan
hitungan yang banyak
dan,
itu terasa seperti selamanya

diam-diam
taman yang kita lalui
mengudara, lalu berpilin
hingga menyemai
melahirkan burung-burung
yang mungkin bisa
mengepak-ngepak
tumbuh

dan setelah itu,

aku telah menempa namamu
di dasar dadaku.

MASIH KUINGAT

apabila
siang itu
terasa sejuk
itu karena
aku melumat
ucapan yang
telah lama
aku nantikan

setapak
yang kita
langkahi itu
bersemi segala
waktu

perasaan
mengubah
pandanganku

mengubahnya
menjadi
ucapan
yang tak
mungkin lagi
diredam

dan kau
pada akhirnya

telah mendengarnya

BERJATUHAN

yang berjatuhan,
juga yang tak lagi bisa
dipungut,

hatiku jatuh seperti
jambu yang terlalu masak

bebutiran bijinya berserak
seperti kata yang tumpah
kemana-mana

daun tetaplah bergemerisik,
seperti lonceng yang dilalu angin

aku pernah berdiam
menolak hasrat untuk
menulis puisi ini

mencoba bertahan dari
deru yang hebat

mencoba terbiasa
dari kibasan mimpi
yang meluluhlantak

tetapi kau,

mampu
mengubahku menjadi lautan
dengan mataku yang masih terbuka

(2023)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Dimas Anggada

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email