Bermain-main transdisiplin.

Maria, Puisi yang Hilang dan Puisi Lainnya

Amos Ursia

2 min read

Corpus Domini, Corpus Esuriens

Pontius Pilatus,
tertawakan wajah-Nya.

Herodes,
meludahi-Nya.

aparat tentara Romawi,
menembak gas air mata
pada murid-murid Yesus.

tombak itu hanya berganti jadi senapan,
abadi wajah Kaisar dalam gambar mata uang.

jika seorang Kaisar memerintah selamanya,

mengapa Ia membuat kerajaan?

elitisme politik? apakah Ia percaya

pada basa-basi politik?

ternyata Kerajaan-Nya,
bukan gedung megah,
bukan parlemen,
bukan istana berlantai marmer,
dekorasi cantik,
lampu sorot ingar bingar,
atau antrian ritus.

Kerajaan Allah,
adalah roti yang dirobek-robek,
adalah air yang dibagi-bagi,
adalah obat cuma-cuma,
adalah mata yang menangis bersama,
adalah atap untuk semua kepala,
adalah pakaian yang dimiliki bersama,
adalah telinga untuk menyimak gelap,
adalah tangan Ibu mengangkat wajan,
adalah peluk yang dibuka seluasnya,

Domine, Domine,
aku ternyata sanggup memahami

apa yang lebih politis dari sandiwara politik!

Domine, Domine,
aku ternyata sadar apa yang

Kau bayangkan tentang melawan kekaisaran!

Domine, Domine,
aku selalu ingat mantra itu:

Kerajaan-Ku adalah Imperium cinta kasih, 
ketika tubuh-tubuh saling melebur pada makanan bersama. 

Maria, Puisi yang Hilang

babak-babak ini baru kuberanikan tulis setelah dirajam duka.

bahkan puisi tak mampu,
tak cukup,
tak muat menulis duka.

sudah satu minggu sejak penyaliban,
tapi hancur wajah-Mu masih tinggal pada pelupuk.

jubah yang aku jahit pada waktu Engkau remaja,
dirobek-robek,
diinjak-injak,
diludahi,
hilang benang itu dalam jalan berbatu.

ribuan epos kematian dewa dari seluruh penjuru dunia,

tak bisa menggambarkan kepingan hitam tubuh-Mu.

mengapa kehendak-Nya mewujud dalam wajah kebiadaban?

mengapa kehendak-Nya begitu sadis?

aku tetap merajut jubah baru untuk-Mu sambil bertanya-tanya:

mengapa Kau meninggalkan-Nya?

apa kematian-Nya juga kematian-Mu?

apa hancur tubuh-Nya juga hancur tubuh-Mu?

apa siksa biadab pada punggung-Nya juga mencerabut daging tubuh-Mu?

Minggu Pagi

kubur itu kosong,
ternyata Ia bangkit dalam tubuh para Nenek di Karanggayam.

sesak tangis berganti,
berubah jadi aroma bawang putih di dapur.

meja pengadilan Pilatus,
berubah jadi meja dapur kayu jati tua.

mata pisau yang menusuk tubuh-Mu,
berubah jadi alat pengiris jagung yang baru dipetik dari kebun tadi pagi.

perjamuan terakhir,
sudah jadi perjamuan baru setiap hari.

di meja ada nasi hangat,
sambal teri,
teh manis,
dan bakwan jagung.

“Jangan sedih, makan dulu ya?”

diskursus teologi berhenti,
tafsir eksegesis lenyap,
pada jari-jari nenek dari Karanggayam.

Galilea,
Nazareth,
Betlehem,
adalah desa yang sama seperti desa kecil di Kebumen.

daun selada dan daun singkong,
berbeda sedikit dengan daun zaitun.

mungkin, kebangkitan itu hanya mitos,
karena Engkau berganti tubuh pada semua Ibu, Nenek, Ayah,

dan siapapun yang memasak sarapan pagi untuk anaknya.

Via Dolorosa dalam Wabah

Yesus kembali berjalan,
menanjak Ia menuju bukit tengkorak.

salib-Nya dipikul juga oleh seorang Ibu, Bapak, dan remaja perempuan.

mereka ikut memikul,
lengkap dengan masker dan APD.

tak ada yang berani membuka masker,
semua menjauh dari para pemikul itu.

tak ada yang berani membuka pintu,
semua takut tertular para pemikul itu.

tak ada yang mendekat,
atau sekedar memberi air minum,
atau sekedar mengelap keringat-Nya dengan handuk.

semua orang adalah asing,
semua orang adalah sumber maut,
semua orang adalah hantu bagi kawan, bagi tetangga, bagi dirinya sendiri.

tetap dipikul,
tetap dipukul,
kesendirian itu,
keterasingan itu,
tetap dipikul,
tetap dipukul.

p-re-catio, pr-e-cati-o

<!DOCTYPE html>
<html>
<body>

<?php
echo “<h2>PHP is Fun!</h2>”;
echo “Hello GOD!<br>”;
echo “I’m not your digital slave!<br>”;
echo “This”, “prayer “, “was “, “made “, “with multiple digital language.”;
?>

</body>
</html

<!DOCTYPE html>
<html>
<body>

<?php
echo “<h2>PHP is Fun!</h2>”;
echo “Hello Church!<br>”;
echo “I’m not your digital congregation!<br>”;
echo “This”, “prayer “, “was “, “made “, “with multiple digital language.”;
?>

</body>
</html

<!DOCTYPE html>
<html>
<body>

<?php
echo “<h2>PHP is Fun!</h2>”;
echo “Hello GOD!<br>”;
echo “I’m not your digital slave!<br>”;
echo “This”, “prayer “, “was “, “made “, “with multiple digital language.”;
?>

</body>
</html

<?php
echo “<h2>PHP is Fun!</h2>”;
echo “Hello GOD!<br>”;
echo “I’m not your digital slave!<br>”;
echo “This”, “prayer “, “was “, “made “, “with multiple digital language.”;
?>

</body>
</html

<!DOCTYPE html>
<html>
<body>

<?php
echo “<h2>PHP is Fun!</h2>”;
echo “Hello Church!<br>”;
echo “I’m not your virtual congregation!<br>”;
echo “This”, “prayer “, “was “, “made “, “with multiple digital language.”;
?>

</body>
</html

*****
Editor: Moch Aldy MA

Amos Ursia
Amos Ursia Bermain-main transdisiplin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email