Monolog
hidup tak memihak siapa
tak perlu mengalahkan siapa
pun Tuhanmu yang kau paksa
dengan doa-doa
sebagaimana mestinya
kita hanya harus mengantongi senyum
membagi-bagikanya
di trotoar, di kantor, di tongkrongan
bahkan diri sendiri
dan sesekali
menepi dari keramaian
menempati sepi
yang telah lama tak berhuni
PPKM
ruang tak berjendela: pintu senantiasa terbuka
kita akan bercerita pada lampu remang
tentang cahaya yang tak habis-habisnya padam
di semesta kecil ini
tumpukan buku, cangkir kopi setengah terisi
adalah betapa melalui hari-hari sepi
supaya hilang
ancaman-ancaman
dari dunia yang penuh penyekatan.
(Cirebon, 2021)
Ayat Penghujan
Aku adalah perupa hujan, mengumpulkan kesedihan semesta. Lalu, membasahi daunan sebagai bentuk pengampunan dari segala penyesalan.
Masih saja, ada yang membuat hujannya sendiri di atas sajadah kusam. Memaksa-Nya untuk mengabulkan doa-doa dari keinginan yang tiada akhir.
Maka, tadaburkanlah setiap rintik yang jatuh di genting rumahmu.
Lanskap
1/
rumah ini
menghendaki datangnya senja
sebelum debu; kian menimbun
2/
kamar ini
ruang lahirnya kata
dan sunyi
yang kau buat sendiri
3/
di meja ini
ada penawar sisa
bekas sesiapa yang sakit
dan gelas kosong
yang berisi gema sementara
4/
dan Tuhanmu
senantiasa dibalik kulitmu
kau mengulitinya, sia-sia
sebab, percaya adalah kelangkaan
5/
doa itu
tak pernah patah
juga harapan-harapan
yang membuatmu hidup
dari keterasingan
Mabuk
1/
harapan berkloter-kloter
dari kepingan kecewa, kurenggut
sloki terakhir
Kau acap kali, bercerita tentang sungai dan desaunya
meraba setiap kuncup bibirnya lalu jatuh
ya, ya, ceritakanlah semua keluh dan kesahmu
Kau angkuh, sebab menolak cinta
sebagai pelaksanaan takdirku
ya, ya, mataku lunglai
2/
bau perdu dan rimbun daun basah
hanya embun yang tahu—dengan diam
meninggalkan jejak
begitupun kasihmu
mual perutku tertumpah dalam bentuk kekecewaan
di plastik kresek, di jamban, di tubuhmu
begitu pula aku, senantiasa menjagamu dari maut malam itu
rokok sisa semalam ke mana?
dadaku masih nyeri, sampai menusuk hati
habis, dalam rongga-rongga dadaku
dia akan mencariku, di padang ilalang yang penuh bau parfumnya sendiri
akhirnya kau tahu, setiap yang tinggal akan pergi:
bagaimana memulai dan bagaimana mengakhiri
3/
selalu ada, di lorong-lorong ingatan
berpendaran pada dinding fana
sebagai teka-teki
barangkali menangis dalam kebahagiaan
sebab, dalam hidup seperti mengantar ke tempat baru
sebab, tak ada jaminan dalam hidup
semuanya teka-teki
Daunan
alam kosong:
tak bersiang, tak bermalam
daunan jatuh memendam angin
dari rimbun pohon beringin
sehelai daun jatuh: tempias tangis
embun berkristal-kristal
yang hanyut ke dalam diri
serupa telaga surgawi
daunan jatuh: mencambuk angin
tak kentara ialah percaya
Allah wujud: tak serupa dan tak seperti
Allah ada. dengan cara melihat-Nya
daunan tak lekang membumi
yang memijak hijau rumputan
adalah harumnya kesturi
sebelum memasuki tanah hunian
di pelataran masjid
riuh kering daunan
saling berseteru, berebut:
menuju mimbar
dan manusia
adalah daunan
dalam gelanggang
dibungkam waktu