Bus ALS 388
Kepada bentangan jarak
ribuan kilometer dari Terminal Arjosari
Kepada jalan tol Trans Jawa,
rumah makan padang, pelabuhan Bakauheni
dan tikungan dangdut sumatra
Kepada sopir Batak
kondektur Jawa
dan penumpang Melayu
Kepada alunan lagu nasibhu do inang, pulanglah uda
atau yang lebih sembilu
Kepada ingatan-ingatan
yang tercecer di ban, deksel, kursi, botol aqua, toilet
dan senyum perempuan berambut ikal
di sudut kanan paling belakang
Kepada bus ALS 388
(Kutitipkan rindu untuk kampung halaman)
–
(33 F) Kos Tercinta
Empat tahun bersama
Kami akhirnya tiba pada kesimpulan “berpisah”!
Kenangan pahit telah berserakan
pada kertas hvs bekas skripsi
mengendap dalam bentuk jamur
di atas piring bekas nasi padang
lima minggu lalu
Atau terperangkap dalam kesedihan laba-laba
Sementara, kenangan manis
telah hilang
tergantikan oleh hadirmu
Bercak kuning di kakus
bekas minyak goreng di dinding yang mengelupas
tumpukan jersey kotor Manchester United
lemari-lemari kosong tanpa pintu
tunggakan listrik, PDAM, dan wi-fi
Adalah penanda
Pertanda pernah hidup
Seorang perantau, pejuang dan pengangguran
Juga sebagai protes
dan kado perpisahan untuk ibu kos tersayang
–
Pagi Hari di Kota Malang
Ada yang berbeda pagi ini
bukan suara ibu, kokok ayam siam
atau sinso yang membangunkanku
namun ternodai oleh 12 alarm dengan nada dering sama
juga bising kendaraan dan rentetan pesan grup whatsApp kuliah
Ada yang salah pagi ini
tak ada ikan asin sambal ijo-andaliman dan ubi tumbuk
di meja makan
namun beragam menu yang terususun rapi
dalam etalase orang lain
Ada yang janggal pagi ini
kakiku keram jongkok
gayung mengapung dalam ember bekas cat dinding
juga bau kaporit yang perlahan kunikmati
Kupacu sepeda motor warisan bapak
membelah kemacetan Jl. Gajayana
mencuri ilmu di kota yang namanya
selalu kudoakan nasibku tidak sama
–
Kota-Desa
Aku mencintai kota ini
Seperti saat mencintai perempuan dewasa sepuluh tahun lalu
Kunikmati keringat sore dengan berolahraga
dan dinginnya tengah malam dengan lima jari
Kau antre makan bukan dari seberapa cepat motormu parkir
Melainkan seberapa sering kau sapa ia “uda!”
Mereka doyan bercerita tentang kemajuan
Tiang-tiang listrik yang kokoh menuju kota
Ongkir-ongkir selangit
dan jaringan penuh rasis
Lalu mereka bertanya
Berapa skor toefl-mu?
–
Kampung Halaman
Seorang gubernur yang tewas kecelakaan pesawat belasan tahun lalu, berkata,
“kampung halaman tinggi nilainya bagi orang berilmu!”
Sawah-sawah yang mulai menguning
Sungai yang belum tercemar
Tak ada sekat pembatas
juga gedung berpola kontainer
milik tetangga
Tapi,
Orang-orang berilmu pergi merantau
Meninggalkan kampung sendirian
memajukan kota dan kampus di pulau Jawa
Menyisakan orang-orang yang bekerja dengan tenaga
juga sarjana-sarjana kertas;
Sarjana ekonomi yang jadi kuli
Sarjana pendidikan yang jadi tukang cukur
Sarjana peternakan yang menunggu ayam beranak
dan sarjana pertanian yang menanti kematian ayahnya
*****
Editor: Moch Aldy MA