Esais partikelir. Pelapak buku di @bukuprodeo.

Kita Masih Punya Waktu Berciuman

Muhammad Fahruddin Al Mustofa

1 min read

Kita Masih Punya Waktu Berciuman

untuk may 

sore yang merah

dan gaunmu yang panjang

tergerai membentuk peta-peta

yang belum dijelajah

 

bagaimana kabarmu di Jakarta?

sementara halte-halte busway

terbakar dan hujan risoles isi

keju membuat jalanan semakin

sesak dan lengket

 

aku tetap saja mendoakanmu

dari balik pintu WC, keran

mampet, kudapan coklat

mengeras di sela-sela gusi,

berharap malaikat membawa

guci berisi nama-nama

 

di antara nama-nama itu

ada namaku bersanding

dengan namamu yang pecah

tanah liat sungguh tak bisa

diharapkan, terlalu utopis

 

hari ini serial la casa de papel

telah rilis, tokyo meninggal

tokoh yang begitu kau cintai

dan aku terkubur di sekuel paling

akhir terbujur kaku sambil menonton

dirimu menyanyikan Arctic Monkey

sementara layar sudah gelap

kita masih punya waktu untuk berciuman

sebelum identitas kita dihapus untuk sementara waktu

 

2021

 

Tubuh Aktor

Lampu sorot menghantam mata

tubuhnya terbelah, kunang-kunang

berserak di perut, dada bercahaya

 

kumbang emas berlompatan

di punggung daun, seluruh ingatan

menguar

 

kisah-kisah masih terus berlanjut

sebelum tubuhnya tersusun kembali

sebelum penonton terakhir pulang

menggenggam api dan segelas air mata

 

2021

 

Kuburlah Dirimu di Tanah Tak Dikenal

ada bercak bir tumpah

di dada kirimu yang berlubang

dihantam nyeri tiada henti

kini, tiada lagi lullaby

sebelum tidur

menidurkan angan

dan bayangan masa depan

 

di sekujur tubuhmu

telah kubasuh dengan

air mawar dan kenangan

kenangan menguar

lewat kaki-kaki telanjang

yang berjalan tiada henti

dan tak sempat lagi

berkisah rabi-rabi

yang mati dikebiri

 

andai saja, waktu diputar

dijilat dengan rakus

dan dicelup di sumur tua

ember tenggelam di

dasar dan kau yang

kehilangan dirimu

sekian kali

 

2021

 

Sorga yang Mendung

Malaikat Jibril mengirimkan kabar

lewat desah daun, hujan yang bocor

dari perut buncit langit, tanah yang pasrah menampung air tanpa menggugat;

kapan ia berhenti melubangi dada orang-orang kecil

 

Sorga yang mendung, teriak petir

suasana hatimu yang semakin kacau

dan penduduk bumi bertanya-tanya,

inikah momen dimana Tuhan bersedih?

 

hari ini cuaca sorga sedang kelabu

dan dirimu yang pergi begitu saja

tanpa meninggalkan isyarat bahkan

tak tercatat pada seismograf para malaikat

 

2021

 

Nasib Sutradara Dobol

inilah kebencian nyata

saat sutradara itu menuliskan

ending naskah yang buruk

semua orang mati, dalam pelukan dirinya sendiri

orang-orang tidak terima

menuntut sutradara sialan itu

agar diadili, dipotong tangannya dan pelurunya

karena ia telah mencuri kewajaran akhir cerita

sastra koran yang itu-itu saja

para penyair dan sastrawan

diam bak batu dalam akuarium

tidak ada yang bikin petisi

apalagi membelanya

ia layak dihukum, dibredel pentas teaternya, dilarang manggung

dan di akhir, ia harus membuat naskah

yang menggambarkan betapa

lacurnya dia, agar orang-orang

tak lagi pergi menonton teater

agar orang-orang tak lagi membaca Sastra Indonesia

 

2021

Muhammad Fahruddin Al Mustofa
Muhammad Fahruddin Al Mustofa Esais partikelir. Pelapak buku di @bukuprodeo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email