Banyak orang bicara tentang kesetaraan. Apakah itu artinya kita telah mencapai kesetaraan? Atau apakah kesetaraan hanyalah slogan kosong yang menjadi ilusi dan angan-angan? Apakah kita telah sampai pada kesadaran bahwa wanita berada di posisi yang setara dengan pria, atau itu hanyalah mitos belaka?
Baseball Girl, drama Korea yang dirilis tahun 2020 memberikan perspektif baru mengenai kesetaraan. Film ini bercerita mengenai Joo Soo In, seorang gadis SMA yang bermain baseball sepanjang hidupnya dan bermimpi bisa masuk ke klub baseball profesional. Ia adalah satu-satunya wanita di klub baseball sekolahnya. Ia juga tidak berniat untuk berhenti bermain baseball setelah lulus SMA. Bisakah ia menggapai mimpinya?
Soo In menghadapi berbagai macam tantangan saat mencoba menggapai impianya. Berbagai macam tekanan ia dapatkan, tekanan dari keluarga, sekolah, masyarakat. Semua orang seakan menentang keinginan Soo In. Lahir di keluarga menengah ke bawah, ibu Soo In ingin ia bekerja begitu lulus sekolah. Baik pelatih, dan teman-teman Soo In mengaggap keinginannya untuk masuk klub baseball profesional tidak akan bisa terwujud. Banyak dari mereka yang memaksa Soo In masuk klub baseball khusus perempuan.
Meski memiliki juluan ‘Genius Baseball Girl’, Soo In dianggap tidak cukup mumpuni untuk masuk klub baseball profesional. Kecepatan lemparannya semakin menurun, ia dianggap lebih lemah dari laki-laki, sehingga tidak mungkin baginya mengalahkan kecepatan lemparan laki-laki.
Banyak orang mempertanyakaan keputusan Soo In untuk masuk club baseball umum, untuk apa? Kenapa harus klub baseball umum? Kenapa tidak masuk klub baseball khusus perempuan? Memang apa bedanya klub baseball umum dan perempuan? Berbagai pertanyaan ini datang dari berbagai kalangan termasuk saya sebagai penonton.
Saat menonton film ini saya kerap kali mempertanyakan keputusan Soo In. Bahkan beberapa kali saya menganggapnya keras kepala. Namun kemudian, film ini memberikan tamparan keras bagi saya, membuat diri saya menyadari betapa picik dan kecilnya sudut pandang saya dalam melihat kehidupan. Selama ini saya merasa diri saya adalah perempuan yang memahami kesulitan dan penderitaan perempuan lain. Merasa bahwa tidak mungkin saya memandang remah dan menghakimi usaha perempuan untuk punya tempat di tengah masyarakat. Pada kenyataanya saya sama saja dengan keluarga dan teman-teman Soo In.
Film ini memberikan gambaran baru mengenai kesetaraan. Meski kita telah hidup di zaman yang lebih baik di mana perempuan bisa berkarya dan punya suara, nyatanya masih banyak aspek yang perlu digali dan dilihat. Banyak anak di luar sana yang kesulitan menggapai impiannya, bisa jadi bukan karena ia tidak punya kemampuan, tapi karena orang-orang di sekitarnya terlanjur menghakimi dan meremehkan keputusannya.
Baca juga Lebih Senyap dari Omongan Tetangga
Melalui Joo Soo In, melihat pergolatan batin seorang anak yang percaya pada kemampuannya tapi juga takut menghadapi kenyataan. Sebuah dilema yang bisa dialami siapa saja di luar sana.
Soo In hanya seorang anak yang punya mimpi dan berusaha kuat menggapai mimpi itu. Anak ini hampir menyerah, mengadapi berbagai tantangan, ia hampir melepaskan baseball yang begitu ia cintai. Tapi Soo In tak sendirian, pelatih baru di sekolah Choi Jin Tae, membantu Soo In menemukan kelebihan dirinya dan fokus di sana, sehingga ia tak harus jadi lebih kuat dari laki-laki. Ia tak harus melempar bola lebih cepat dari kaki-laki, tapi lemparan bolanya mampu mengecoh dan membuat lawan gagal menangkapnya.
Ada banyak Soo In di luar sana, yang berjuang sendirian. Berjuang meraih mimpi di tengah dunia yang didominasi laki-laki, di tengah cibiran dan keraguan dari lingkungannya dan keluarganya sendiri, termasuk dari sesama perempuan. Jadi apa itu kesetaraan?