@upontheheal

Jalan Buntu dan Puisi Lainnya

Gilang Nugroho

2 min read

JALAN BUNTU

Pagi ini masih malam sekali
Hanya aku sendiri di sepanjang jalan ini
Berkendara dengan motor tua
Dibeli saat bapak masih muda

Perjalananku kali ini mengingatkanku dengan salah satu wejangan bapak:
“Sebagaimana hidup, kita tidak tahu
kapan dan di mana akan sampai.
Kendati demikian, tetaplah berjalan
Karena hidup adalah perjalanan.”

Di jalan yang lebar dan tidak ada ujungnya ini
Aku hilang arah
Tidak ada papan penunjuk jalan
Tidak ada tempat bertanya
Tidak ada peta kerena habis daya
Dan lebih hilang lagi
Tidak ada bensin di dalam tangki

Aku tahu ini adalah sebenar-benarnya perjalanan
Aku benar-benar berjalan
Berjalan menuntun motor yang usianya lebih tua dariku
Berjalan menuntun motor yang seharusnya menggendongku

Sampai akhirnya tidak ada berjalan lagi
Aku berhenti
Tenaga habis
Bensin habis
Daya habis
Upaya habis

Di tengah jalan maha luas yang lebar dan tidak ada ujungnya ini
Aku duduk sendiri dan bertanya kepada yang di atas sana:
“Apakah ada takdir baik bagiku hari ini? Atau esok hari? Atau mungkin lusa nanti?”

Angin berhembus seperti biasa
Daun-daun lelap tertidur di dahannya
Wajahku masih mengadah ke udara
Tidak ada jawaban dari atas sana

Hanya ada langit gelap tanpa bintang
Hanya ada bulan tertutup awan
Hanya ada tinggi gedung perkantoran dengan hanya dua lantai yang masih menyala
Hanya ada wajah kader partai dalam baliho raksasa

JALAN PULANG

Dari pusat kota yang gemerlap
Ke pinggir kota yang gelap

Sebagaimana pun cerah sebuah peradaban
Sebanyak apapun biaya pengadaan dianggarkan
Sesering apapun kasus kriminal dan kecelakaan
Tetap saja di sepanjang jalan ini tidak ada lampu penerangan jalan

Saat ini aku terdiam di pinggir jalan
Dalam gelap di bawah pohon rambutan
Menunggu malaikat datang
Menjemputku ke dalam tenang

Sembari menunggu
Aku berbicara dengan batinku:

Ah betapa mudahnya mereka mengambil motorku
Mengambil tasku
Mengambil seluruh isi kantongku
Mengambil nyawaku

Dan sekarang aku harus menunggu
Semoga siapa saja lekas menemukan tubuhku
Membawanya ke rumah sakit atau kantor polisi, aku tak tahu
Oh ya, sebelumnya warga setempat pasti sempat mengabadikanku

Lalu membaginya melalui media sosial kepada semua
Kemudian masuk kabar berita
Dan menjadi perbincangan beberapa hari saja
Kemudian tertimpa berita baru lainnya

Tapi tidak apa
Setidaknya agar keluargaku mudah menemukanku
Karena di malam para garong itu membegalku
Ada anakku yang baru saja lahir dua hari yang lalu
Dan istriku yang belum tidur menungguku
Di rumah

Saat peristiwa ini terjadi
Di sepanjang jalan yang masyhur akan gelap dan rawan ini
Aku benar-benar sendiri
Tidak ada yang mengayomi
Tidak ada yang melindungi

Andai saja aku ingat tips dari beliau:
“Jangan berkendara sendiri pada malam hari di jalan sepi dan lebih berhati-hati.”

Andai saja beliau ada di saat itu
Mungkin saat ini aku belum menjadi hantu

Tapi beliau dan seluruh rekannya pasti sedang istirahat di malam hari
Karena lelah bertugas turun ke jalan di siang hari

JALAN BEBAS HAMBATAN

Pagi ini kunyalakan televisi
Menyaksikan berita yang mudah diprediksi
Berita tahunan saat lebaran
Jalan bebas hambatan, terhambat

Seorang anak balita menangis
Mengadu ia kepada sebuah papan jalan penanda kilometer yang sama sejak dua jam yang lalu

Ibunya sibuk menahan pipis
Mengadu ia kepada sampah-sampah kemasan dan popok penuh kotoran yang berserakan di pinggir jalan

Bapaknya terdiam kesemutan
Mengadu ia pada cermin spion kanan dan bertanya: “adakah jalan yang benar-benar bebas hambatan?”, lalu dirinya di dalam cermin menjawab, “ada, tapi lewat udara.”

MENUTUP JALAN KESEDIHAN

Pukul tiga pagi
Si pak tua keluar rumah lagi
Tidur nyenyak terakhirnya sudah lama sekali
Kesepian saat terjaga dan kesedihan saat bermimpi

Rekam dari CCTV sebuah toko yang tak terlupakan
Saat anak remajanya dengan motor berkendara
Roda depan terjebak di lubang jalan
Tubuh terpental, wajah terhantam, tak berdaya seketika

Pukul tiga pagi
Si pak tua keluar rumah lagi
Membawa puing-puing dari dalam hati
Menaburnya di setiap lubang jalan yang ia temui

Seraya berdoa semoga siapa yang dalam perjalanan bisa berhati-hati
Seraya berdoa semoga tidak ada siapa kehilangan siapa
Seraya berdoa semoga siapa yang berwenang atas jalan bisa berhati
Seraya berdoa semoga tidak ada siapa kehilangan siapa

TIGA MALAIKAT DI ATAS TIANG LAMPU LALU LINTAS

Suara sirine ambulans bersahutan
Dengan suara mesin dan klakson dari lain kendaraan
Di dalam ambulans ada seorang ibu yang sedang kontraksi
Tepat duduk di sampingnya ada Malaikat Pemecah Tangis Bayi

Ambulans tak bergerak
Malaikat cemas

Ia diberi tugas oleh Tuhan
Menjaga keselamatan ibu dan bayi
Menjamin lancarnya proses persalinan
Memukul lembut hingga pecah tangis bayi

Ambulans tak bergerak
Kemacetan yang belum pernah terjadi sebelumnya

Menjadi angin malaikat menjelma
Keluar ia melalui sela jendela
Menyusuri jalan hingga ke depan
Berharap bisa memecah kemacetan

Sepanjang jalan hingga ujung perempatan
Angin melihat malaikat-malaikat lain
Tertunduk lesu
Juga menunggu

Kini ia duduk bertiga di atas tiang lampu lalu lintas
Ia Malaikat Pemecah Tangis Bayi
Sebelahnya ada Malaikat Penyambung Nyawa
Sebelahnya lagi ada Malaikat Pembuka Rezeki

Dari mereka ia belajar
Bahwa ada hal-hal yang tidak bisa ditawar
Sekalipun oleh seorang malaikat
Tidak ada jalan lain, selain duduk menunggu hingga rombongan pejabat selesai lewat

*****

Editor: Moch Aldy MA

Gilang Nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email