Ibadah Tanah Merah dan Puisi Lainnya

lasman simanjuntak

2 min read

IBADAH TANAH MERAH

dimulai dari kecemasan yang terus membara kuhitung waktu di bawah matahari semua sia-sia kekayaan di bumi sodom dan gomora

diperlihatkan jelang pagi iring-iringan menembus paru-paru kota kawan di sebelahku tak lagi pandai bercerita

tiba di sini tak ada lagi tangisan makin gemuk kugali lubang beton tergesa-gesa
nyaris membentuk sebuah kor kematian dan penderitaan

(Jakarta, 17 Juli 2022)

LELAKI MATA TULI JATUH DI RANJANG SEPI

lelaki mata tuli jatuh di ranjang sepi
tubuhnya dari kertas emas
seperti hewan pemalas
takut menyapa matahari begitu keras

lelaki mata tuli tidur di ranjang sepi
bantalnya batu ditiup angin pagi
tak memikirkan harga-harga
pangan melambung tinggi
air minumnya dari bensin dengan bayaran hanya kuitansi

sekarang lelaki mata tuli
sedang merenung di kamar mandi
disetubuhi bau terasi dan bangkai tikus mati
rajin onani berulangkali
ia ingin memeluk negeri khatulistiwa ini
tanpa kelaparan lagi

(Jakarta, 7 September 2022)

SAJAK KRITIS

hari ini kembali sajakku menjahit sunyi
tanpa angin pagi
hanya suara aliran air kolam
ikan-ikan setengah lumpuh

membuat sajakku semakin kelaparan
mau ke mana dibawa tubuhmu ke padang ilalang
tak ada mata uang
di sana kering kerontang

(sementara dari jarak dekat
seorang tuli mondar-mandir
menyusup dalam sajakku
yang telah berkemas
untuk menjual nyawa
barang mati apa saja
yang bisa dimakan
dengan rakus)

(Pamulang, 5 September 2022)

TIGA MANUSIA DALAM CAWAN LEBUR

tiga manusia telah berdoa sianghari
di bawah matahari dungu

mereka selalu berkeliaran
di taman eden yang terluka
bergumul dengan ayat-ayat suci

mereka masih butuh sepiring syair
yang bakal dimasak sampai matang
buat santapan ritual tanpa ada beras
seperti pekabaran kesehatan malam tadi
kita harus melenyapkan makanan daging halal

tiga manusia ini terus menunggu
kabar dari benua yang selalu bawa bencana
sejak dinihari telah disodorkan lewat penyakit gula dosis tinggi
yang sempat juga menawarkan souvenir
lagu pujian generasi milenial

ya, Debata
datanglah dengan segera !

(Jakarta, 5 September 2022)

ULANGTAHUN MEMBACA SUARA TUHAN

hujan deras yang dimuntahkan di atas ranjang keluh kesah ini
tak dapat lagi mengundang mimpi-mimpi purba
(masa lalu?)
yang selalu terjebak dalam sebuah permukiman liar
banjir airmata dan rasa sesal dibungkus irama kemandulan

lalu saat sunyimu pesiar ke sebuah bangunan tua dalam kota
telah diamarkan lewat seorang nabi perempuan

“melahirkan seorang anak harus melalui tangan Tuhan, bukan menghambur-hamburkan spermamu ke dalam cawan kemiskinan,” pesannya lewat jendela pesakitan dari seberang pulau sumatera

maka pagihari bertelut dan berdoalah
saat usiamu telah bergerak
dalam kesakitan tak berkesudahan
tetaplah membaca suara Tuhan
karena ini ujian iman seperti abraham

tataplah lagi
matahari basah di depan rumah
terbanglah seperti burung rajawali semakin tinggi
menembus langit baru dan bumi baru

jangan gelisah
tiang awan mendung juga telah kirim makanan
sehingga para pemulung tak akan bertegur sapa lagi
siapa mau menjual kesetiaan sumpah pernikahan
kudus, kudus,
aku tak mau kelaparan
dan mati di usia belia

(Pamulang, 6 September 2022)

USIA 59 TAHUN, DICATAT DI BUKU KEHIDUPAN

hari ini usiamu kembali
dicatat di buku kehidupan
yang tekun dibaca tiap
pagi sebelum gerhana matahari
mau menyapa diri ini

sambil menebar ayat-ayat suci di meja makan tanpa makanan haram
anak-anak kita nantinya
mengetahui betapa beratnya
cawan lebur
ditanam di pekarangan rumah ibadah
aliran air-Nya berimbas sampai ke tulang-tulang doamu yang teramat panjang

sabar, sabarlah, katamu
menutup percakapan sejarah
di tubuh taman bebatuan
telah lama mati haid kekeringan dan keheningan

(Pamulang, 6 September 2022)

MATI SURI

obrolan petang ini telah jadi
kesaksian pendek
mengapa matahari kian kurus kering
langit biru melahirkan tulang belulang ditiup angin kemarau kehabisan nafas alam semesta

“aku butuh dokter kulit untuk suntikkan vitamin dosis liar
sebab sindirin ini telah membuat mimpiku semakin jauh dari rumah tanpa suara para nabi,” katamu seraya malas menyantap makanan najis di atas meja makan

sudahlah, kataku
mari kita bersetubuh di ranjang kolam ikan itu
agar tubuhmu makin gemuk
serta dapat membuang pikiran-pikiran yang membatu

jangan lagi taruh pisau tajam
di ujung bibirmu yang kian menyusut karena dilindas penyakit katarak menahun
atau kecelakaan lalu lintas
di trotoar yang menjual angan-angan patah hati

(Jakarta, Agustus 2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

lasman simanjuntak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email