IBU RUMAH TANGGA: Cuaca Dalam Sepetak Rumah
sebab, matahari setiap hari terbit di bawah plafon-plafon dapur
dan bulan, seringkali tertinggal di antara catatan-catatan belanja
lalu, mendung-mendung itu jadi sering datang ke atas kasur
duduk di samping, bosan mendengarkan cerita kebosanan
menunggu kekasih datang dari perang, membaca grafik tumbuh kembang
hingga awan-awan hitam dan riuh teriakan balita-balita sepakat memanggil hujan deras
“turunlah, temani matanya, undanglah pelangi, supaya ia tidak gila”
(Bekasi, 08 Desember 2024)
–
IBU-IBU PEKERJA: Simalakama Si Mama
setiap pagi adalah simalakama
menatap wajah mungil polos, botol susu, ASI beku
juga tas tangan berisi slip gaji bulanan
“apakah aku harus memilih?”
“kembali menyusui bayi di atas ranjang”
atau terus menyusui deadline-deadline pekerjaan?
“sepertinya, aku menangis dulu saja”
“urusan nasib, kuserahkan pada Tuhan”
(Bekasi, 08 Desember 2024)
–
IBU-IBU TUNGGAL: Hidup Tidak Mengampuni Kepincangan
andai saja, anak-anak mengerti, kaki itu seharusnya ada dua
tidak ada ampunan untuk mereka yang pincang
meski harus berjalan
di atas cicilan-cicilan
tunggakan-tunggakan
dan hutang-hutang
dengan melompat
berjingkat-jingkat
duduk mengesot
mereka harus tetap bernapas
dan membagi napas untuk bayi-bayinya
mereka harus tetap makan
dan menyuapi bayi-bayinya
dan bumi akan terus berputar
di dalam kepala
(Bekasi, 08 Desember 2024)
–
IBU-IBU TRAUMA: Terjebak!
masa lalu, masa lalu, masa lalu lagi
lagi-lagi masa lalu,
tapi memang, aku belum menang
melawan masa lalu
terjebak di antara ruang diriku dan tubuhku sebagai ibu
maafkan aku, sayangku, tubuh ini memang ibumu
tapi aku masih terjebak dalam tubuh ibuku
(Bekasi, 08 Desember 2024)
*****
Editor: Moch Aldy MA