ANOMALI LAMPU MERAH
Di lampu merah itu
Aku melihat anak-anak bernyanyi
Bermain pecut
Bersalto dan menari
Ada ibu-ibu menggendong bayi
Bapak-bapak bertopi mengiringi
Pemuda-pemudi memetik senar gitar
Dan aura kemiskinan menguar
Tapi pengendara motor itu
Menonton tanpa perasaan
Memandang penuh keragu-raguan
Sedang terik mencengkeram ubun-ubunnya
Dan sopir mobil mewah itu
Menutup rapat kaca jendela
Menutup mata dan telinga
Sibuk memikirkan masa depan
Aku menatap lampu merah
Aku bertanya-tanya gelisah
Apakah Roqib-Atid masih ada
Mencatat amal-amal manusia?
Dada bergemuruh
Kala anak-anak itu menyapa
Tanpa suara
Hanya uluran tangan saja
Mengapa tak ada bekas tangis di wajah?
Ke mana perginya rasa iba?
Kulihat mereka tertawa
Dan tersenyum menghitung laba
Di bawah terik dalam kepungan asap
Lampu hijau menyala senyap
Aku menarik pedal gas
Dan menggugat realitas
Ya Tuhan,
Manusia macam apa
Yang mengais rezeki
Di ladang kemiskinan?
(2023)
–
AKU DAN JOKPIN
Selamat ulang tahun, Jokpin
Selamat ulang tahun, aku
Pada 11 Mei kita bertemu
Darimu aku tahu bahasa Indonesia itu pintar dan lucu
Maka hari ini kucoba buktikan lewat kata-kata dalam saku
Lalu kutemukan:
Bahwa ketika kubuka buku-buku ternyata tak semua bahasanya baku
Bahwa hutan punya relasi makna dengan tuhan, tahun, dan hantu
Bahwa yang baik perlu dibiakkan
Bahwa yang bijak mestinya penuh kebajikan
Bahwa kabar yang kabur tak perlu dikibar atau dikabirkan
Bahwa lata bisa membuat orang jelata
Selain itu, kudapati juga bahwa:
Celana, pelana, kelana, hanya beda huruf awal saja
Tak semua yang melarat bisa melorot
Yang muda tak mau dimadu
Tahu bisa jadi tuah
Lika-liku laki-laki terjadi ketika terluka atau tak laku
Kail dan kuil tak harus menyatu
Begitu pun antara terus dan restu
Atau sakti, sakit, sikat, dan sikut
Apalagi antara canda, candi, dan candu
(khusus yang terakhir, ada kalanya memang canda membuat candu)
Begitulah hasil utak-atik yang terjadi dalam otakku
Entah sudah bisa menjadi bukti atau justru
Membuat bisu karena tak mampu
Membias atau membiusmu
Dari sini kita sama-sama tahu
Aku mati kutu di hadapan kata-kata penyair bermutu sepertimu
Meski tak pernah bertemu
Apalagi bertamu
Tapi tak apa
Aku akan terus bertapa
Hingga kamus kecilmu
Berbunga di otakku
(2024)
–
MENCARI AKU
Hai, Aku. Di mana kamu? Daku mencarimu ke mana-mana tetapi dunia seakan menyembunyikanmu dariku. Apa kau memang sedang bersembunyi? Dari apa? Dari siapa? Dariku?
Hai, Aku. Daku rindu. Buku-buku sudah tak berasa buku. Mereka bertumpuk seperti antrean orang-orang kota menunggu kereta di Stasiun Manggarai. Siapa peduli? Peduli siapa? Kamu? Kamu siapa? Aku? Siapa?
Hai, Aku. Di belahan memori mana dikau mengumpet? Daku menunggumu di dunia luar. Dunia tak seindah khayal. Tapi lebih suram tanpamu. Tanpa kata kita.
Kota tak ubahnya kutu.
Meloncat cepat mengejar masa khayal.
Sambil mengisap darah, membuat gatal-gatal.
Seorang ibu duduk di beranda
Bersama gadis belia berambut panjang dikepang dua.
Hai Aku! Di mana aku?
Bisakah kau datang?
Sudahi permainan.
Mari bersama mencari jalan pulang.
(2023)
–
MANUSIA SUNGAI
Mereka berumah di sungai
Di atas air yang tenang
Beranak-pinak di sana
Membangun hidup bersama-sama
Tetua dan sesepuh pergi ke pasar
Pagi-pagi sudah di atas perahu
Anak-anak memakai seragam
Bersepeda motor melewati jembatan
Atau berjalan setapak menyusuri pinggiran
Mereka yang ke pasar
Wanita-wanita tua berdandan
Wajah putih penuh lapis bedak tradisional
Seperti skincare ala gen z dan milenial
Matahari pagi ini
Muncul di tengah ruas
Membara di atas rawa
Mengiringi lantunan doa dari toa masjid dan musala
Aku duduk takzim
Bersila di atas kapal
Mengisap udara segar tanpa polusi
Sejenak melupakan masalah tanpa solusi
Hidup ini berwarna
Dan maknanya tak mungkin dicerna
Tanpa berkelana dan berkenalan
Pada dunia dan seisinya
(2023)
–
HIDUP KITA SEKARANG
Kita hidup di zaman wacana
Di mana media sosial adalah segalanya
Bahagia ada pada tombol ikuti dan suka
Manusia biasa menjadi idola, menjelma raja
Manusia lain mengabdikan diri, menjadi rakyatnya
Dan O, Masabenar segala sabdanya?
Ada yang sibuk berdebat doa siapa paling maqbul
Tapi selalu lupa untuk berdoa
Ada yang marah-marah menjunjung tinggi martabat saudara
Sementara ia sendiri lalai pada martabat dirinya
Ada dai mengajak mengaji
Namun tak pernah sempat mengaji
Ada guru mengajar murid
Tetapi murid malah menghajarnya
O, kita hidup di zaman wacana
Adakah rencana agar selamat dari bencana?
(2023-2024)
–
MEMORI 082024
Indonesia tanah air luka
Ditikam para penguasa
Indonesia sedang berduka
Dirongrong serigala berbulu domba
Di sana tempat lahir beta
Diobral semau-maunya
Agar kerabat kolega suka
Tanpa malu semua dihalalkannya
(2024)
*****
Editor: Moch Aldy MA