Teori Evolusi yang diformulasikan Charles Darwin pada tahun 1859, kini telah menjadi kebenaran umum yang hampir diterima berbagai lapisan masyarakat. Semakin melimpahnya bukti empirik yang didapat untuk menguatkan prinsip-prinsip dasar evolusi dan juga penerapan teorinya dalam berbagai disiplin keilmuan membuatnya menjadi satu-satunya teori paling komprehensif dan adekuat dalam menjelaskan asal-usul kehidupan.
Di luar kesuksesan tersebut, teori evolusi seringkali disalahpahami, sehingga maknanya melenceng jauh dengan apa yang dimaksudkan Darwin. Bagi kaum penentang, jelas mereka tidak paham bagaimana konsep dasar teori evolusi itu bekerja. Maka besar kemungkinan, mereka akan terus menafikan bukti-bukti evolusi yang tersedia dan sibuk berargumen untuk mempertahankan keyakinannya. Kedua, bagi penganut teori seleksi kelompok, mereka berisiko mereduksi teori evolusi. Dan bagi kaum yang ketiga, para pemelajar pemula, mereka cenderung dibuat bingung dengan pemahaman penganut teori seleksi kelompok.
Atas dasar-dasar itulah, Richard Dawkins terpanggil untuk menulis The Selfish Gene. Sebuah buku pemandu untuk memahami dasar-dasar teori evolusi sesuai dengan yang Darwin maksudkan. Buku ini memuat konsepsi-konsepsi dasar evolusi yang telah disepakati oleh sebagian besar ilmuwan biologi evolusioner, tetapi kurang populer di masyarakat umum.
Buku terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) setebal 402 halaman ini, merangkum pemahaman kehidupan dari unsur yang paling sederhana, partikel terkecil, replikator dasar organisme hidup yaitu gen dan konsekuensi-konsekuensinya dalam lanskap kehidupan yang lebih kompleks.
Gen Egois
Prinsip dasar evolusi tentang kelangsungan hidup yang terkuat (survival of the fittest), muncul dari hukum yang lebih umum: kelangsungan yang stabil (survival of the stable). Dengan kata lain, atom-atom dari ledakan besar (big bang) yang mengawali alam semesta, menempati ruang-ruang angkasa dalam bentuk dan pola yang stabil. Ini merupakan seleksi awal di alam yang mengeliminasi atom-atom tidak stabil dan menyisakan atom-atom yang lebih stabil untuk bertahan.
Tidak ada yang tahu pasti unsur kimia apa saja yang berkumpul di bumi ketika usia planet biru ini masihlah sangat orok. Beberapa peneliti memperkirakan kemungkinan awalnya adalah air, karbon dioksida, metana, dan amonia. Pengocokan acak dan sapuan energi dari cahaya ultraviolet berupa percikan listrik atau petir purba dalam adonan sup coklat encer itu melahirkan asam amino, zat kimia baru sebagai blok pembentuk protein. Selanjutnya purin dan pirimidin datang melengkapi membentuk nukleotida yang menyusun DNA (Deoxyribonucleic acid), blok pembangun molekul genetis.
Satu gen dari proses panjang evolusi itu menjadi replikator dan cetakan awal. Masing-masing dari replikasi gen itu akan melekat ke satu gen replikator lainnya dan menjadi replikator baru untuk menghasilkan replikasi dirinya. Setiap replikator mempunyai kecepatan replikasi (fecundity) dan tingkat keakuratan replikasi (high-fidelity) yang bervariasi, sehingga hasil salinannya menjadi beraneka ragam. Kesalahan dalam penyalinan menyebabkan mutasi gen yang semakin menambah keragaman bentuk replikator. Setiap gen yang cocok dan mirip saling berkumpul untuk membentuk rantai replikator yang lebih kompleks.
Gen Egois adalah sebuah metafora yang diciptakan Dawkins untuk menggambarkan perilaku gen yang mencoba untuk terus hidup dengan cara mereplikasi dirinya dan menyingkirkan gen lainnya di dalam lungkang gen (gene pool). Mereka saling mendominasi, bertarung antara satu dengan lainnya untuk memperebutkan sumber daya kehidupan. Pada perkembangannya, gen-gen yang selamat itu berkumpul di masing-masing tempat dan membangun semacam mesin kelestarian (survival machine) yang pada mulanya sangat sederhana berupa selubung pelindung (sel). Persaingan yang semakin keras dan sengit itu membuat masing-masing koloni gen membentuk mesin kelestarian yang lebih canggih dan kompleks.
Jutaan tahun evolusi merupakan waktu yang cukup panjang untuk menghasilkan berbagai macam mesin replikator dari protozoa, alga, jamur, tungau, semut, pakis, rumput, kelinci, macan, gajah, simpanse, manusia dan spesies lainnya yang pernah ada di bumi. Dari sudut pandang gen, manusia hanyalah mesin kelestarian tempat gen untuk bereplikasi. Itulah mengapa gen antara spesies mempunyai kemiripan. Misalnya, kemiripan gen manusia dan simpanse adalah 98,8%, hanya selisih 1,2% saja.
Strategi Evolusi
Setiap spesies mempunyai strategi masing-masing untuk mempertahankan spesiesnya di kehidupan. Dawkins menamainya sebagai SES (Simple Evolution Strategy). Dalam SES, Dawkins memberikan bukti bahwa spesies mempunyai strategi untuk melawan sifat dasar egois dari sebuah gen demi mempertahankan kelestarian gen dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Kepakaran Dawkins dalam zoologi membuatnya luwes mencari contoh SES dari perilaku berbagai macam spesies. Mulai dari semut, lebah, lalat, tikus, burung merak, hingga berbagai macam tumbuhan. Dawkins menawarkan penjelasan masuk akal tentang mengapa sebuah spesies tidak melulu memangsa ataupun saling mengelabui. Dan alih-alih bereproduksi sebanyak-banyaknya, spesies justru beranak atau bertelur dengan jumlah yang terbatas dan berprinsip altruis (simbiosis mutualisme). Ini tentu sebuah sikap yang bertentangan dengan prinsip egoisme dalam tingkat sel.
Untuk melengkapi strategi evolusi ini, Dawkins memunculkan satu alat replikasi baru yaitu meme. Mengambil konsep yang sama dengan gen, meme mereplikasi ide dan gagasan yang ditularkan dari otak ke otak melalui bahasa dan berbagai piranti komunikasi lainnya. Gagasan-gagasan itu berkumpul di lumbung meme, bergabung dan berkoloni membentuk memeplex atau yang lebih sering kita sebut sebagai budaya; satu-satunya aspek yang membedakan kita (manusia) dengan spesies lainnya.
*****
Editor: Moch Aldy MA