Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Suka ngomongin Politik, Hukum dan Kebijakan Publik.

Drama Darurat Militer Korea Selatan

Bayu Nugroho

3 min read

Belakangan ramai pemberitaan terkait drama supranatural baru asal Korea Selatan berjudul Lightshop. Serial tersebut menceritakan tentang keadaan manusia yang berada di persimpangan antara kehidupan dan kematian. Sampai sekarang serial tersebut sedang running hingga episode enam.

Namun, pada kesempatan kali ini saya tidak akan membicarakan tentang serial drama Korea Selatan berjudul Lightshop tersebut, sebab ada drama besar yang melebihi semua jenis drama yang pernah dibuat oleh Korea Selatan. Bahkan Descendants of the Sun pun tidak ada apa-apanya.

Ya, benar! Kali ini saya akan membicarakan salah satu drama politik besar di sepanjang sejarah perpolitikan Korea Selatan.

Pada tanggal 3 Desember 2024, tanpa adanya ancaman terhadap kedaulatan negara, Presiden Yoon Suk-yeol mengeluarkan perintah pemberlakuan darurat militer yang menggemparkan masyarakat Korea Selatan. Dalam pidatonya Yoon Suk-yeol beranggapan bahwa ada mata-mata dan kepentingan dari negara Korea Utara yang berusaha untuk melakukan sabotase terhadap pemerintahannya.

Pasca pengumuman darurat militer yang dilakukan oleh Yoon secara sepihak, Korea Selatan seketika berubah menjadi mencekam. Bagaimana tidak, dalam kondisi darurat militer, pusat komando sementara dialihkan kepada militer. Sontak hal tersebut mendapat protes keras dari pimpinan oposisi parlemen Korea Selatan yang berasal dari partai Demokratik (더불어민주당), Lee Jae-myung yang mengajak seluruh masyarakat untuk melakukan protes ke gedung Majelis Nasional Korea Selatan. Bersamaan dengan itu, Lee Jae-myung dan partai Demokratik yang merupakan pemilik mayoritas kursi parlemen mengorkestrasi terjadinya rapat pengambilan voting untuk mencabut status darurat militer yang dilakukan oleh Yoon Suk-yeol.

Baca juga:

Akan tetapi, penjagaan di luar gedung majelis nasional sangat ketat dan bahkan sudah ditutup aksesnya oleh militer dan polisi. Pasca dikeluarkannya darurat militer, Yoon menunjuk salah satu pejabat senior militer Korea Selatan, Park An-Su sebagai komandan darurat militer. Dalam maklumatnya, Park An-Su melarang terjadinya aktivitas politik di parlemen dan juga melakukan kontrol terhadap siaran media termasuk televisi. Namun, karena banyaknya massa aksi yang melakukan demonstrasi di luar gedung Majelis Nasional membuat barikade militer dan polisi dapat ditembus. Bahkan beberapa anggota parlemen Korea Selatan juga berhasi masuk gedung untuk melakukan voting pencabutan darurat militer termasuk pemimpin partai oposisi, Lee Jae-myung.

Sebanyak 190 anggota parlemen dari total 309 orang akhirnya memutuskan untuk melakukan voting pencabutan status darurat militer yang diumumkan oleh Presiden Yoon Suk-yeol. Alhasil, untuk mengurangi ketegangan yang terjadi antara masyarakat sipil dan militer, Presiden Yoon Suk-yeol mencabut status darurat militer 6 jam setelahnya.

Pasca dicabutnya status darurat militer tersebut, Yoon Suk-yeol melakukan pembelaan bahwa penerapan status darurat militer yang dirinya lakukan adalah untuk melindungi negara dari oposisi yang mencoba untuk melumpuhkan pemerintahannya. Sebab, dengan komposisi parlemen yang dikuasai oleh oposisi menjadi sulit bagi pemerintah untuk menjalankan program prioritasnya. Bahkan sebelumnya anggaran operasional pemerintahan Yoon Suk-yeol dipangkas oleh parlemen. Hal ini menurutnya, merupakan percobaan sabotase terhadap pemerintahan yang dia pimpin.

Pasca Darurat Militer

Pasca pengumuman darurat militer yang mengguncang perpolitikan Korea Selatan tersebut, oposisi melakukan upaya pemakzulan terhadap Yoon Suk-yeol. Tanggal 9 Desember kemarin, partai oposisi mengajukan voting pemakzulan terhadap Yoon. Akan tetapi voting tersebut gagal setelah tidak mencapai kuorum yaitu dua pertiga dari jumlah anggota parlemen keseluruhan. Gagalnya upaya pemakzulan tersebut akibat partai Kekuatan Rakyat (국민의힘) tempat Yoon Suk-yeol bernaung melakukan boikot dan membuat parlemen gagal kuorum untuk menjatuhkan impeachment. Sebanyak 195 dari total 309 anggota parlemen setuju untuk menjatuhkan pemerintahan Yoon Suk-yeol, yang artinya kurang lima suara untuk dapat memenuhi kuorum minimal dua per tiga.

Selain mendapatkan serangkaian upaya pemakzulan dari partai oposisi, Yoon Suk-yeol juga menghadapi beberapa dakwaan pidana dari Kejaksaan Korea Selatan. Dua diantara tututan tersebut adalah pengkhianatan terhadap negara dan penyalahgunaan wewenang. Sampai sekarang berkas perkara tersebut sudah memasuki penyelidikan yang nantinya dapat digunakan untuk melakukan penangkapan terhadap Yoon Suk-yeol. Bahkan, Kementerian Kehakiman Korea Selatan telah mencekal Yoon untuk melakukan perjalanan keluar negeri setelah adanya pengajuan dari Kantor Investigas Korupsi untuk Pejabat Tinggi (고위공직자범죄수사처).

Beberapa pejabat pemerintahan Yoon pun sudah ditangkap oleh aparat, di antaranya mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun yang diduga menjadi pembisik utama Yoon Suk-yeol untuk melakukan darurat militer serta diancam dengan tuduhan melakukan pemberontakan. Selain itu Komisaris Jenderal Badan Nasional Kepolisian Korea Selatan, Cho Ji-ho juga ditangkap dengan tuduhan melakukan pengerahan kepolisian ke gedung Majelis Nasional untuk melakukan penghalangan.

Pemakzulan

Setelah upaya pemakzulan pertama gagal pada tanggal 9 Desember yang lalu akibat gagal mencapai kuorum, pemakzulan kedua pada tanggal 14 Desember berhasil di dukung oleh mayoritas parlemen termasuk dari partai Yoon sendiri yaitu partai Kekuatan Rakyat (국민의힘). Hasil voting menunjukkan dari total 309 anggota parlemen sebanyak 204 memilih setuju, 85 menolak, tiga abstain dan delapan suara tidak sah.

Dengan hasil tersebut, Yoon secara resmi dilengserkan dari jabatannya sebagai Presiden Korea Selatan dan untuk sementara tugas kepresidenan akan diemban oleh Perdana Menteri, Han Duck-soo. Hasil impechment yang dilakukan oleh parlemen tersebut akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi Korea Selatan (헌법재판소) untuk selanjutnya diperiksa apakah impeachment yang dilakukan tersebut disetujui atau ditolak. Setidaknya dibutuhkan waktu paling lama 180 hari bagi Mahkamah Konstitusi Korea Selatan untuk memutuskan pemakzulan Yoon.

Pasca pengumuman hasil voting yang dilakukan oleh parlemen, masyarakat Korea Selatan menyambut dengan gegap gempita keputusan tersebut. Mengingat semenjak pengumuman status darurat militer, masyarakat Korea Selatan tumpah ruah memenuhi jalanan di Ibu Kota Negara, Seoul, untuk meminta Presiden Yoon diturunkan. Dengan hasil ini, maka keinginan masyarakat Korea Selatan terpenuhi.

Apabila impeachment Yoon disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka menurut ketentuan UU, Korea Selatan akan segera menggelar pemilu maksimal dua bulan pasca pembacaan keputusan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian, maka drama politik Yoon Suk-yeol ini pantas dianugerahi sebagai drama Korea Selatan terbaik tahun ini. Bahkan alur yang terjadi sangat sulit ditebak akibat terlalu kompleks dan memakan emosi bagi yang menonton.

Selain itu, Yoon Suk-yeol justru membawa trauma mendalam bagi masyarakat Korea Selatan sehubungan dengan pemberlakuan darurat militer. Sebab di dekade 80-an Korea Selatan sempat dilanda darurat militer serupa yang membuat banyaknya korban berjatuhan. Peristiwa itu memahat memori kolektif dan sejarah yang tertanam kuat di masyarakat Korea Selatan. Itulah mengapa keputusan darurat militer Yoon ditentang keras. (*)

Editor: Kukuh Basuki

Bayu Nugroho
Bayu Nugroho Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Suka ngomongin Politik, Hukum dan Kebijakan Publik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email