Distopia Malam Natal
sampailah kita, pada hari sandiwara akbar para robot-robot-robot-robot-robot-robot-robot-robot-robot berkedok barisan himne.
pada gerbang gereja dipasang segel:
tutup rapat pintu-pintu penginapan di Betlehem!
sampailah kita, pada naskah drama Natal tentang lilin-lilin kecil yang bahkan seribu tiupan tak mampu memadamkannya.
pada mimbar dipasang kepala kambing berjanggut putih:
palungan adalah kita! jadilah palungan! jadilah tempat makan bagi domba-domba kelaparan.
knalpot motor dua tak menjelma jadi Noel, Noel, Noel, Noel, lahir sang Raja Israel!
–
Selamat Natal Para Bangsat
kartu ucapan itu berisi foto bugil tuhan kita yang dicekrek fotografer mesum.
cukrek-cekrek, cukrek-cekrek, cukrek-cekrek:
“itu kurang dibuka deh kancingnya, sini mau aku bukain nggak?”
ketika natal adalah banal, BANGSAT!
–
Perihal Mengucap
sebenarnya ingin aku ucap selamat Natal untuk Ayah yang sedang keliling desa-desa kecil di Kebumen, ingin aku ucap selamat Natal untuk Ibu yang sedang merawat Kakek delapan puluh lima tahun di kamar lembab itu, ingin aku ucap selamat Natal untuk Adik yang sedang repot membaca teks-teks ekofeminisme dengan syahdu, ingin aku ucap selamat Natal untuk Paman yang sedang sibuk melahap Levinas melalui selebrasi epistemiknya bersama kopi dan kretek kesukaan.
sebenarnya ingin aku ucap selamat Natal untuk kalian semua dengan stiker-stiker WhatsApp berwajah Yesus yang bahagia memegang Kiko atau stiker Yesus membopong Anggur Merah.
sebenarnya ingin aku ucap selamat Natal, sebenarnya ingin aku ucap selamat tapi selamat untuk apa? Natal?
–
Tur Seni 25 Desember
pohon Natal harganya 25 juta
ornamen buah pinus 6 juta,
ornamen palungan plastik 2 juta,
ornamen bayi plastik 500 ribu,
ornamen lampu kelap-kelip 1 juta, ornamen bintang 300 ribu,
backdrop 3 juta,
lighting sewa 5 juta,
biaya masang dekor 3 juta
upah pekerja seni seorang 500 ribu
konsumsi 2 juta,
biaya beres-beres panggung 2 juta
upah cleaning service seorang 300 ribu
satu gereja kira-kira habis anggaran segitu untuk satu malam selebrasi:
ayo kita tur seni ke gereja-gereja munafik berdekor megah, itu estetika (banal) Natal, Les!
–
Yesus Sang Liar
Kata Yesus kepadanya: “Seliar-liarnya keliaran itu sendiri, ia akan takluk pada sebuah sebuah coretan dinding di puing-puing Pancoran Buntu!”
Kata Yesus kepadanya: “Bertahan adalah cinta paling liar!”
–
Minggu Adven di Cianjur
aku melihat anak dengan perban di kepalanya merangkai lilin Natal dari serpihan tali temali tenda pengungsi
lalu, membakar sumbu itu dan bernyanyi
lalu, didekapnya boneka kesayangan yang hilang entah ke mana
lalu, dinyanyikan lagu tentang datangnya Immanuel
lalu, datanglah sang Immanuel mengambil rupa sebagai dua bungkus Nabati Keju dan coklat cap Ayam Jago
aku melihat sang Immanuel dibagi-bagi dari tenda-tenda, posko, dapur umum
dipecah-pecah, dibagi-bagi, dimakan, diiringi masuk perut dengan kopi hitam panas cap Liong Bulan
aku melihat Ia yang mengambil rupa sebagai camilan menjadi tubuh baru bagi siapapun.
*****
Editor: Moch Aldy MA