Dua Adegan Sebelum Menghapus Dosa Tahun Baru
kita melesat jauh, melampaui cahaya
berkilauan, pendar-pendar waktu
berguguran membasahi dada
kota dan serangkaian pesta
kembang api tak lagi menghiburmu
akhir tahun, orang-orang tak lagi
ingin bunuh diri: dunia membeku
dalam angan dan harapan
melanjutkan
hidup
melampaui
redup
mimpi agar tetap terjaga
di pelukanmu: aku menyala
berkali-kali
(2022)
–
Desember Penghabisan
Desember hampir habis
segala yang terlempar tak lagi
kembali
sambil mendendangkan riuh jalan
ingatan-ingatan yang mengelupas
dari punggung cangkang kerang
air mata
tak lagi tumpah
berjatuhan ke entah
ada kata tuhan dalam jatuh
menggenang dan busuk
apa warna dan bau
air mata
semakin dalam
tak ada lagi riak
dan kekosongan
menguburkan diriku
semakin dalam
kata yang patah
dalam lekuk puisi
dibaca penyair muda
menggebu-gebu
tak tahu arti
gelembung-gelembung
kecil membawaku hanyut
menuju hilir telaga rindu
berpulang ke dekapan ibu
(2022)
–
Corniche
sebilangan gamang
memetakan kesedihan dalam
ruang-ruang tak terjamah
tubuhmu,
sekelibatan waktu
di puncak mercusuar
kerinduan bunuh diri
menerbangkan segala
pesakitan
“menghadaplah laut, kau akan
merdeka, dalam sekejap.”
burung-burung tak lagi
mematuk ikan, kerang-kerang
dan kesedihan
mereka memanggul
perasaan sepasang kekasih yang luruh terseret ombak, berakhir di tepian, menabrak karang, diendus jalang, kapal-kapal tak lagi menepi, penyair masih saja menuhankan sepi
(2022)
–
Kita Terlahir Sekali Lagi
: untuk Nai
sekujur tubuh adalah semesta
kosmos yang tertutupi debu
sengatan ingatan demi ingatan
kita berbelok arah, menuju rubanah
membaringkan kenangan di atas
perapian
“kita pernah membakar tubuh bersama dan terlahir kembali sebagai bunga-bunga,”
kita mengenang meteorit terakhir
yang menghantam bumi dengan
kemeja hijau tosca dan gaun
hitam yang kau kenakan saat kencan
pertama kita
pelukan itu, bibir yang membatu
dada yang membatu, tubuh yang membatu
gairah-gairah purba, bayi-bayi di kepala kita
gang-gang yang mengarah pada kehampaan
ciuman yang menguatkan, membakar habis semua masa lalu
kita masih saja terlahir;
menjadi bunga-bunga,
menjadi kelopak mata bayi,
menjadi ikan koi,
menjadi tawa anak-anak,
menjadi tiada dan ada
(2022)
–
Saudade 1
paruh subuh
tubuh menghijau
ledakan demi ledakan
perut terburai
badai masih pagi
segerombol perompak
menjarah harga diri
setelah sekian tahun
kita membuka luka
menjemurnya di pelataran
muka-muka tanpa raut
mengambang di laut
ringkik kuda tanpa kaki
menuju sabana tubuh
menembus nirwana subuh
(Pandaan, 2022)
–
Saudade 2
air mata membatu
seribu masyghul
terendap terendam
tak sadarkan
mencari-cari identitas
terperangkap dalam aku
lirik terombang-ambing
“dari mana datang kesedihan?”
terjun dari lantai 25
& sebiji silet
tergores
& hancur lebur
ketiadaan
& kenikmatan
kita semua
& mayat tanpa perasaan
(2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA