Pasteur, Sirene, dan Penjaja Keripik
Bunyi sirene terus mengiung
Entah sudah yang keberapa kali
Ambulans mondar-mandir sejak tadi
Sedang kendaraan tumpah memadati
Jalanan kian penuh lampu-lampu
Yang pelan-pelan menyerbu
Kala lembanyung menyergap senja
Dan gelap pun meniba
Kita berjaga jarak
Gaung sirene terus bergelegak
Mencari celah menerobos pengap
Pintu tol yang kian merayap
Di Jln. Pasteur paling tepi
Kita menepi mencari sunyi
Secangkir teh hangat menemani
Penjaja keripik menghampiri
Ia menawarkan renyahnya hari
Dengan gurih segera kita nikmati
Bertabur bumbu segala sunyi
Di pelepah pohon yang menyala-nyala
Di tepi kepala yang mulai mengada-ada.
(Pasteur, 2022)
–
Dan Bandung
Sore diguyur gerimis
Para polisi tampak ceriwis
Jalanan tenang, meski tak lengang
Tampak sepasang kekasih gamang
Memotret senja yang remang
Kita hanya berjalan saja
Melintasi trotoar ruang kata
Berdiam sejenak mengamati
Lalu beranjak pergi—berpuisi lagi
Riuh kendaraan berseliweran
Entah berapa kilometer/jam
Dan kita hanya berjalan saja
Melintasi zebra cross
Di linimasa jalur pedestrian
Mereka sibuk, meski sedang beguk
Orang-orang lalu lalang
Asia-Afrika, di sana kita tuju
Menikmati hari yang sibuk
Dengan tetap kencangkan sabuk
Kita hanya berjalan saja
Menapaki potret demi potret angkara
Kadang palsu tertawa
Berjingkrak, meski sedang luka
Lelaki pembawa kamera
Berhasil menangkap kita
Memajangnya di ruang imajinasi
Dan Bandung, bagiku…
(Bandung, 2022)
–
Di Pasir Kaliki
Di tepi Jalan Pasir Kaliki
Kita berjalan mengurai sunyi
Entah, ramai itu di mana
Lalu bunyi “ting-ting” pedagang bakso chuanki
Menggelar konser keroncong di perut ini.
(Bandung, 2022)
–
Makanan Jepang di Jalan Braga
Kita menyusuri jalan yang ramai
Riuh oleh kendaraan
Di jalur pedestrian jalan itu
Kita sesekali mampir
Berfoto dengan plang jalan
Melihat boks buku yang kesepian
Menatap nanar orang-orang pacaran
Menonton pengamen menjaja nyanyian
Kita lalu terhenti sejenak
Di sebuah restoran cepat saji
Makanan ala Jepang di Jalan Braga
Mengecilkan volume keroncongan
Diselipkan canda dan tawa
Lantas segera senyum kecut
Melihat tagihan yang bikin dompet kisut
Tak usah menggerutu
Segala yang tak perlu
Cukuplah,
Nikmati bersama waktu
Nikmati waktu bersama.
(Bandung, 2022)
–
Secangkir
Di sepanjang trotoar
Kulihat ramai gerobak pedagang
Mereka menjajakan senyum
“Pak, saya mau secangkir, ya?”
kataku kepada bapak yang sigap menyeduh
secangkir kopi kemasan saset
“Mangga, A.” Bapak berkupluk lusuh itu
menyodorkan kopi di cangkir plastik
Harumnya meruak sigi wajahku
Jalanan yang sejak pagi damai
Kini riuh, oleh para pemburu derai.
(Bandung, 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA