I
siapakah yang menanam lintah dalam lidahku
kaukah membenciku. menulis kata munafik di
antara paha & pesakitanku. dalam tubuhku,
sungai dengan air paling kotor mengalir
ke mulutmu. bukalah sakit yang kau tahan itu
aku tak lagi memujimu. aku tak lagi memuji
diriku sendiri. aku telah berlumuran babi,
sebelum kau memegang tanganku, maksudnya
memegang luka yang besar. & sebuah cairan
yang tak henti-hentinya muncrat.
–
II
seperti Yesus. di atas penderitaan yang
kental. tebal juga kesedihan di matanya.
dendam-tuduhan seperti suara hiena tak
henti memblender kepalanya. ia tak memikul
sesuatu, tapi dalam dadanya—menusuk—&
tak sudah-sudah ia mengerang, menyebut
nama seseorang. bukan aku.
bukan aku.
–
III
tak ada sesiapa. kepalaku seneraka. tulang
senyeri duka, & tubuh seperti gedung cakar
langit yang hancur. kaukah mengetuk pintu.
aku takkan persilakan masuk. & ranjang
umpama kapal hitam penuh semut merah
pagi memanggil namaku, malam menombak
dadaku. kaukah membersihkan darah itu.
–
IV
berapa kali kukatakan padamu kalau aku tak
suka daging anjing. sedangkan bubur yang
diberikan rumah sakit saja telah kubuang.
sebab aku mengingat daging musuhku yang
diblender seseorang. kejadian itu membuatku
muntah-muntah & perawat itu mengatakan:
“waktu anda tinggal beberapa hari, kemaslah
semuanya. jangan meninggalkan darah setetes
pun.”
–
V
aku takut hujan. & lubang. kubayangkan paku
-paku turun & berubah menjadi belatung. maaf,
kubayangkan juga kau mencintaiku lalu menusuk
dadaku. lubang dari dadaku adalah gua paling kotor.
aku tak menangis karena aku tak punya mata. Dengan
apakah kau datang: dendam atau kemunafikan? Aku takut
lubang. Seperti mata kosong yang mengincar seluruhku,
suara itu.
(2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA