Tri Hita Karana: Kesadaran dan Keseimbangan Kelas Sosial

Angga Pratama

3 min read

Modernisasi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan manusia untuk mencapai efektivitas produksi maupun konsumsi. Perkembangan zaman membawa manusia kepada cara pandang antroposenstrisme sehingga alam hanya dipostulatkan sebagai elemen untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pandangan ini menyebabkan ketidakseimbangan pada lingkungan dan diri manusia.

Penting bagi setiap individu untuk membatasi aktivitas mereka agar mencapai keseimbangan yang dibutuhkan. Manusia membatasi diri untuk membebaskan dirinya dari siklus konsumsi modern yang dapat memberikan dampak buruk bagi alam, sebab manusia modern memiliki kecenderungan untuk mencapai suatu kepuasan yang pada akhirnya menjadi candu bagi dirinya sendiri. 

Tri Hita Karana: Tuhan, Alam dan Manusia

Tri Hita Karana mengandung makna. Tri berarti tiga. Hita berarti kebahagiaan atau kesejahteraan. Karana berarti penyebab. Secara harfiah, Tri Hita Karana dapat diartikan sebagai “Tiga Penyebab Kebahagiaan.” Gagasan ini berlandaskan pada kesadaran umat Hindu akan Dharmanya untuk ikut berperan dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila. Akhirnya Tri Hita Karana menyebar luas ke dalam masyarakat sampai saat ini. Sumber kebahagiaan tersebut berasal dari keharmonisan hubungan tiga hal, yaitu: parhyangan, palemahan, pawongan. Dari ketiga sumber kebahagiaan tersebut, kita akan membahas dua sumber kebahagiaan yang memiliki hubungan dengan fenomena sosial saat ini, yaitu: palemahan dan pawongan. Palemahan memuat hubungan manusia dengan alam dan pawongan memuat hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Manusia dan Alam

Kebahagiaan dapat dicapai apabila manusia dan alam menjalin hubungan yang harmonis, sebab hampir seluruh kebutuhan manusia saat ini dihasilkan oleh alam. Bahkan, perkakas yang digunakan untuk proses pengolahan suatu komoditas pun berasal dari alam. Namun, akibat kebutuhan manusia yang semakin banyak, alam dipaksa untuk terus memenuhi kebutuhan manusia. Bahkan tidak jarang manusia menganggap alam sebagai musuhnya apabila dihadapkan pada suatu kondisi tertentu.

Salah satu permasalahan klasik yang terjadi saat ini di Indonesia adalah deforestasi. Selama dua dekade Indonesia telah kehilangan banyak kehilangan area hutan. Berdasarkan data dari Global Forest Watch, Indonesia kehilangan sekitar 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 hingga 2020. Hal ini diikuti dengan tren pertumbuhan angka pembukaan lahan sawit yang ada di Indonesia.

Deforestasi ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran entitas sebagai pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitas produksinya. Mereka tidak memperhatikan tingkat pertumbuhan hutan primer yang belum optimal. Permasalahan deforestasi ini turut serta berdampak pada kehidupan manusia, seperti penurunan kualitas udara, banjir, tanah longsor, dan habitat hewan liar yang rusak sehingga mereka masuk ke wilayah permukiman.

Akibat dari persoalan ini, dibutuhkan hubungan yang seimbang antara manusia dengan alam. Hal tersebut bisa dimulai dengan belajar berpikir kritis dan analitis terhadap setiap permasalahan yang ada, khususnya menyangkut alam.

Alam perlu diposisikan sebagai sahabat yang mendukung manusia untuk tetap hidup, simbiosis mutualisme perlu dibentuk agar alam tidak murka kepada umat manusia. Apabila manusia masih tidak sadar dengan alam di sekitarnya, ini akan menjadi katastrofe bagi manusia itu sendiri dan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia. Secara implisit, ketidakharmonisan hubungan manusia dengan alam akan membawa manusia ke fase konflik antarkelas. Ketika alam tidak lagi berpihak kepada manusia, maka sumber daya yang dihasilkan akan menjadi langka, hal ini akan memicu persaingan dalam lingkungan ekonomi produksi, kita akan menemukan tiga kelas yang saling bersaing: pemilik kapital, pengendali kapital, dan para pekerja.

Baca juga:

Hubungan Manusia dengan Manusia Lainnya

Interaksi sosial, upaya harmonisasi, dan program kemasyarakatan merupakan cara yang ditempuh oleh lembaga terkait untuk mempertahankan kondisi sosial di masyarakat. Salah satu dari tiga penyebab kebahagiaan dalam Tri Hita Karana adalah pawongan. Hubungan harmonis, kekeluargaan, dan kesejahteraan sosial perlu diwujudkan dan dipertahankan. Dengan demikian, fungsi sosial di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dan mereka dapat menjalankan perannya untuk mencapai persatuan dan kesatuan dalam bernegara.

Namun, tidak jarang kita akan menemukan beberapa masalah yang dapat memicu konflik sosial. Permasalahan antarmanusia ini dipicu oleh permasalahan antara manusia dan alam. Permasalahan antara manusia dan alam tidak selesai begitu saja, ia berlarut hingga membentuk bom waktu bagi manusia untuk saling menjatuhkan. Ketika terjadi perebutan dan dominasi pada sumber daya alam, kelas-kelas besar akan terbentuk dan mereka akan saling mengasingkan diri satu sama lain.

Ketika hal itu terjadi, kita akan menemukan celah yang begitu besar, celah ini dapat dimanfaatkan oleh entitas tertentu untuk tetap mempertahankan kondisi keterasingan antarkelas agar mereka bisa menjaga siklus perekonomian berjalan dengan semestinya menurut sistem yang mereka terapkan.

Salah satu masalah yang akan dihadapi oleh salah satu kelompok sosial adalah kemiskinan. Tingkat kemiskinan pada maret 2022 sebesar 9,54%. Sebanyak 26.16 juta penduduk miskin tercatat di Indonesia. Angka tersebut berpotensi menurun atau meningkat, semuanya tergantung pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Persaingan antarprodusen menyebabkan mereka berlomba untuk mengaburkan pemahaman masyarakat tentang tingkat konsumsi wajar untuk individu atau satu keluarga. Mereka membuat persaingan ekonomi masyarakat dengan mengonversi keinginan menjadi kebutuhan.

Hal ini sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat yang semakin tinggi dan psikologis masyarakat yang takut untuk tertinggal suatu perkembangan zaman. Persaingan yang terjadi di masyarakat merusak harmonisasi yang seharusnya dijaga. Persaingan antarindividu ini melanggengkan modus ekonomi produsen, ketika masyarakat saling berlomba untuk mendapatkan sesuatu yang up to date, maka kelas borjuis maupun kaum marjinal akan bersaing untuk mencapai status sosial seperti yang sering dipamerkan oleh para borjuis. Pada akhirnya, keseimbangan tidak akan tercipta karena modus sosial-ekonomis yang ada akan selalu menguntungkan pihak yang memiliki kapital dibandingkan mereka yang bekerja kepada para pemilik kapital.

Keseimbangan Mutlak

Setelah kita memperhatikan beberapa permasalahan dalam upaya mencapai kebahagiaan menurut Tri Hita Karana, kita dapat menyimpulkan bahwa kesadaran manusia adalah salah satu kunci untuk mencapai kebahagiaan. Tri Hita Karana telah memberikan kita cara dan nilai filosifis kehidupan agar mencapai kesejahteraan dan keharmonisan.

Kesenjangan dan disintegrasi sosial dapat diminimalisasi secara perlahan dengan kesadaran manusia atas keseimbangan di alam semesta. Kesadaran dan keseimbangan kelas sosial adalah salah satu bentuk ideal dari perkembangan manusia untuk mencapai kebaikan, sebab alam dan manusia tidak dapat terpisahkan. Mereka adalah anugerah dari Tuhan. Kebijaksanaan ini merupakan salah satu aspek untuk menghindari katastrofe yang sudah semakin dekat bagi lingkungan hidup manusia. Manusia dengan segala kebutuhannya perlu untuk menekankan pengendalian diri dan hasrat konsumsi agar perilaku merusak alam tidak semakin meluas.

Angga Pratama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email