Teror Tramontana

Faisal Aristama

3 min read

Angin tramontana terjadi akibat adanya penumpukan  massa udara dingin di pegunungan Alpen yang berada di utara Spanyol. Tumpukan angin bertekanan tinggi tersebut bertiup ke arah selatan menuju Laut Mediterania. Bertemunya angin bertekanan tinggi dengan angin bertekanan rendah menyebabkan adanya tabrakan. Proses tabrakan angin yang berlangsung cepat menimbulkan pergerakan angin tidak beraturan. Ketidakteraturan itu menyebabkan perubahan cuaca yang sulit diprediksi, seperti angin yang berputar melawan arah, lalu bertemu dan bersatu menghasilkan aliran udara yang lebih kuat dan mampu menghancurkan apa saja yang dilewatinya.

Nama tramontana diambil dari kata dalam bahasa Latin, yaitu transmontanus yang berarti melintasi pegunungan. Orang-orang Italia menganggap angin pegunungan ini bukan sebagai ancaman, karena tidak menganggu pelayaran. Mereka menyebutnya angin segar dan sejuk sebelum matahari terbit. Namun, sebutan tersebut tidak berlaku bagi penduduk pulau-pulau kecil di Laut Tyrrhenian, seperti Pulau Capri, Ustica dan Pulau Elba. Penduduk pulau-pulau kecil itu justru menyematkan tramontana dengan sebutan “kulitnya lebih buruk daripada gigitannya”.

Melalui penyematan orang-orang kepulauan tehadap tramontana itu, kita dapat memaknainya juga sebagai “suaranya lebih menakutkan daripada anginnya”. Kita juga bisa memaknai sematan itu menjadi bentuk yang lebih luas dengan maksud “kita mungkin bisa menghadapi anginnya, tetapi perasaan khawatir terus menghantui kapan tramontana akan datang”.

Orang-orang kepulauan berpesan jika mendengar peringatan tramontana akan datang baiknya urungkan niat untuk melaut. Jika apes sudah terlanjur berlayar, orang-orang pulau itu menyarankan supaya menepi saja ke pulau-pulau tak berpenghuni di utara.

Jika orang-orang kepulauan kecil di Italia mengartikan tramontana hanya berpengaruh dalam pelayaran, berbeda halnya dengan orang-orang Spanyol khususnya orang-orang Catalan. Orang-orang Catalan memiliki kepercayaan bahwa embusan angin dingin dan kencang tramontana menyebabkan langit menjadi sepenuhnya biru, tanpa meninggalkan sedikitpun awan. Orang-orang Catalan menganggap langit biru sebagai pertanda buruk dan membawa efek negatif pada jiwa manusia.

Tramontana memengaruhi beberapa aspek kehidupan orang-orang yang tinggal di Catalan, tak terkecuali para seniman dan sastrawan. Hal itu dapat kita lihat dari berberapa karya yang dilatarbelakangi oleh tragedi tramontana. Salah satunya tersemat dalam fiksi klasik Para Peziarah Aneh.

Para Peziarah Aneh adalah antologi karya Gabriel Garcia Marquez yang berisi 12 cerita pendek mengenai orang-orang Amerika Latin yang hidup di Eropa. Gabriel Garcia bercerita tentang bagaimana kenestapaan, kemuraman dan perjuangan hidup semasa ia tinggal di Barcelona.

***

Pada awal cerita, Gabriel Garcia bercerita tentang bagaimana pengalamannya saat berlibur dengan kedua anaknya di Cadaquez, kota paling cantik di sepanjang Costa Brava. Letaknya berada di sebuah tebing yang menghadap langsung ke laut.  Musim semi dan gugur adalah waktu yang paling tepat untuk berkunjung ke tempat tersebut. Namun, saat memasuki kedua musim itu kita tidak akan bisa mengindar dari pikiran yang selalu dihantui oleh tramontana, angin darat yang bengis, angin yang membawa bibit-bibit kegilaan.

Bibit-bibit kegilaan yang Gabriel Garcia rasakan bermula saat ia merasa semangatnya tiba-tiba menurun, timbul perasaan sedih yang asing. Bersamaan dengan itu, ia mendapati kesan kedua anaknya yang selalu membuntutinya keliling rumah dengan tatapan saling bermusuhan.

Tidak lama berselang, seorang lelaki tua pensiunan pelaut yang beralih profesi menjadi porter sekaligus penjaga penginapan muncul dan berkata bahwa tidak lama lagi tramontana datang. Lelaki tua itu segera menutup pintu, mengunci jendela dan memeriksa dinding dan bagian rumah lain untuk memastikan tidak ada yang berlubang.

Kemunculan tramontana dapat dirasakan dengan terdengarnya suara embusan yang menyerupai siulan yang kekuatannya berselang-seling, naik dan turun. Kemudian semakin lama angin semakin kencang hingga salah satunya menetap, tak tergoyahkan. Lelaki tua itu bersaksi pada titik terkuat tramontana, suaranya menyerupai suara gempa bumi. Maka tidak heran mengapa para porter mengibaratkan tramontana sebagai wanita pembenci namun tanpanya hidup seorang lelaki tidak akan berarti lagi.

Anehnya, saat gemuruh angin dahsyat itu menetap penuh glegar, lautan terlihat tenang dan jernih. Melihat laut yang tenang, Gabriel Garcia dan kedua anaknya berencana untuk keluar. Ia beranggapan bahwa angin yang datang tidak begitu buruk, mengingat mereka dibesarkan di tengah badai Chile dan gempa bumi Meksiko.

Pada gelombang selanjutnya Gabriel Marquez dan kedua anaknya memutuskaan untuk keluar. Mereka mengendap-endap melewati kamar sang porter saat lelaki tua itu teremenung mengamati angin melalui jendela kamarnya. Mereka membuka pintu ruang utama, berjalan setengah bungkuk menuju tempat terbuka sambil berpegangan tiang lampu. Tak lama dari itu, porter dan penghuni penginapan lain datang, berusaha menyelamatkan Gabriel Garcia dan kedua anaknya yang hampir tersapu angin.

Keesokan harinya, semua terbangun di waktu yang sama, setelah semalaman diselimuti keheningan mutlak. Langit bertabur bintang bersinar, cahayanya memantul di air seakan merias laut. Meski belum jam lima, turis-turis sudah memenuhi bibir pantai merayakan kebebasan dari dekapan tramontana.

Sudah puas menikmati pemandangan itu, Gabriel Garcia dan kedua anaknya kembali ke penginapan. Setelah memasuki rumah, ia baru menyadari sesuatu yang aneh. Beberapa hari sebelumnya porter itu selalu bangun lebih dulu, membangukan mereka setelahnya, namun kini kamar sang porter masih tertutup rapat.

Gabriel megintip melalui celah pintu kayu kamar. Hanya gelap yang dapat ia lihat. Ketukan demi ketukan diiringi panggilan dilayangkan dan belum berhasil membangunkan sang porter. Gabriel Garcia memanggil lelaki tua itu berulangkali hingga ia hampir merasa bosan dan sedikit khawatir. Pada ketukan entah keberapa, kekhawatiran itu semakin besar. Gabriel memutuskan mendobrak pintu tersebut. Betapa terkejutnya ia melihat porter itu sudah tergantung di tengah kasau dengan tali yang biasa lelaki tua itu bawa. Di kerah jas layarnya, terdapat lambang kehormatan pelaut yang masih ia gunakan saat menghadapi tramontana untuk terakhir kalinya.

***

Ada perasaan teror yang tak biasa dalam kisah Gabriel Garcia itu. Kita dapat melihat bagaimana detik-detik mencekam saat Gabriel Garcia dan kedua anaknya memaksa keluar rumah meski tramontana sedang berlangsung. Bagian itu seolah menunjukkan kegilaan manusia untuk justru memiliki rasa penasaran terhadap sesuatu yang berbahaya.

Di sisi lain,  bahaya itu juga menimbulkan perasaan lega setelahnya. Orang jadi mudah menghargai sesuatu yang sebetulnya biasa saja. Kita dapat melihat bagaimana turis-turis merayakan hari yang cerah dengan keluar memandang bintang, setelah bermalam-malam diteror tramontana.

***

Tidak berlebihan jika kita menilai bahwa sang porter bunuh diri karena terjangkit bibit kegilaan akibat tramontana. Ian Gibson pada artikelnya yang berjudul The Shameful Life of Salvador Dali yang diterbitkan New York Times tahun 1998 menyebutkan bahwasanya angin tramontana yang berkepanjangan mampu mendorong penderita depresi hingga titik keputusasaan yang mutlak. Daya tahan mental manusia diuji sampai batas terakhir ketika menghadapi tramontana.

Pada tahun 1881, seniman Salvador Dali memutuskan untuk pindah dari desa ke Barcelona. Kepindahannya tidak lain disebabkan keputusasaannya menghadapi angin pelacur itu. Angin yang secara berlarut-larut menggerus kewarasannya. Dali juga berkata bahwa angin itu menyapu bersih awan, menghantam pohon cemara hingga hampir rubuh, ranting-rantingnya jatuh menghancurkan pot bunga dan mematahkan tiang televisi. Angin itu juga dapat melapisi tebing Cape Creus dengan warna putih yang ia dapatkan dari menyambuk garam di laut. Kecepatannya mampu melepaskan gerbong kereta api dari kawanan gerbong lain, membalikkan sekaligus melemparkannya ke laut!

***

Editor: Ghufroni An’ars

Faisal Aristama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email