Seorang penulis lepas, penikmat karya sastra dan film pendek. Tulisannya berfokus pada isu kemanusiaan, kesetaraan gender, dan lingkungan.

Surga, Neraka dan Puisi Lainnya

Eka Nawa Dwi Sapta

1 min read

diskriminasi sunyi

hari itu kau, bukan kau, tapi kita tengah berdiri
di pinggir makam nan senyap,
tampuk nangka berguguran
menjatuhi bungabunga layu peziarah
yang malas mendoakan moyangnya,
tokek bertaruh nasib dengan biawak
di balik semak saling bermain petak umpet,

kita terpana melihat mewahnya kijing
dengan marmer & pagar besi yang anyar,
sementara ada gundukan hanya berhias botol kecap,
o tuhan dalam kematian pun,
borjuasi tetap abadi, proletariat masih telantar
kematian tidak menghentikan jalan borjuis
membedabedakan kelasnya.

makam tak berpenanda

diam & amatilah,
di tiap nisan nama jasad
terukir bersama binbinti,
sebagai penanda bangkai di dalamnya,
& yang tak berpenanda
mungkin makam ateis,
atau nonmuslim,
(sebab salib mana mungkin
terpancang di sini)
makam adalah komplek komunal,
dia bisa tetanggamu, nenekmu
moyangmu, umatmu
tapi sulit kiranya orang asing,

pernahkah kau bertanyatanya
siapakah yang terkubur
dalam makam tak berpenanda?
sebab semalam aku bermimpi
melihat iblis mengubur jasad malaikat.

viva la vida

ayo memejam
lalu bangun sebagai hantu,
menjadi arwah penasaran
yang mencekik ketidakadilan
mengguillotine leher para keparat.

mimpi malam ini

kau datang meremas tanganku, menyeka darah di bibirku, mencengkam daguku, & berkata, “aku tahu masa kanakkanakmu berlalu begitu cepat, meninggalkanmu, sehingga kau masih bertahan dalam mimpimimpi buruk suram & seram bak rumah hantu yang dijauhi bocahbocah pengecut, sayang seandainya kau sudi meninggalkannya sebentar, lari & beristirahatlah sejenak dari pencarian makna diri yang tak kenal henti & lelah itu,” bisikmu menceramahiku, kau lupa hantu itu akan terus menetap di tubuhku, kau lupa hantu menetap di ruang kosong & terbengkalai, aku terbengkalai, sering terombangambing di gelombang kesepian.

surga, neraka

orang yang memanggilnya
… dirinya abadi,
pada suatu hari, akan mati,
& yang berpikir akan mati,
sering tak segera mati,
maut suka menunda kerja
kepada insan yang menderita,
tapi angin bilang:
maut tak pernah ada
sebab neraka ada di sini,
neraka bukanlah api
neraka bukanlah partikel
ketika kau tersiksa di dunia,

sesungguhnya itulah neraka
yang disembunyikan & dirahasiakan,
ketika kau bahagia juga gembira,
itulah surga yang sebenarbenarnya,
tapi mustahil dapat engkau temui,
definisi demikian,
sebab ‘kan tampak ketidakadilan
serta timbul pemberontakan,
mereka bawakan ilusi untukmu
agar kau riang, berharap
ada keadilan di langit sana.

rencana

rencana, sebuah rencana,
dalam harapan, selalu terselip rencana,
rencana makan, rencana pergi, rencana menikah,
tapi mati di luar rencana, sakit bukan rencana, musibah tak pernah masuk rencana, bahagia … bahagia adalah rencana-rencana yang tertunda, atau mungkin kau, kau bukan rencana alam semesta, kau di luar rencana, & kebahagiaanmu bukan rencana siapa-siapa, kau bencana yang berenjana.

*****

Editor: Moch Aldy MA

Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Seorang penulis lepas, penikmat karya sastra dan film pendek. Tulisannya berfokus pada isu kemanusiaan, kesetaraan gender, dan lingkungan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email