Sajak Pemancing (1)
Bagi pemancing autis
perihal memancing adalah meditasi dengan gerak
sebuah titik sinkron dalam periode hidup
ketika keselarasan terjadi antara fokus isi kepala
dengan tindakan nyata
Pikiranmu hanya akan berkutat pada urusan mancing
terkait umpan, senar, kail, timah pemberat,
setting kedalaman, pelampung, air, dan ikan
Dunia menjadi lebih sederhana
tanpa sempat ingat akan kemarahan istri,
persoalan iman, utang, hingga politik nasional
Cita-citaku menjadi lebih bersahaja
aku hidup dangkal dan tolol
menukar umpan dengan impian
agar dapat ikan
Sekalipun terkadang boncos
atau nyangkut sampah pembalut
sampai mulut netizen,
dan keterhimpitan warga
pembuang runtah sembarangan
akibat piyungan yang tutup
senarku pun kusut dan putus
hingga kecerdasan ikan yang sarjana
di kota pelajar Yogyakarta
Di titik itulah apa yang orang sebut
sebagai mindfulness berjalan
bukan semata pelarian
namun justru pembebasan
dari deraan moral, pendidikan,
dan kedunguan
Memancing adalah melawan
jiwa psikopat
dalam tubuhku
(Kali Berbah – Yogya, 2023)
–
Sajak Pemancing (2)
di antara timah lipat, senar 0,08,
joran tegek 450, dan kail 0,5
aku berlatih meniti waktu
berada di tengah-tengah
gejolak penasaran dan
rasa sumringah
harapan dan cemas
khauf dan raja’
ketika begitu ingin mendapat ikan
kepungan sosial budaya,
kapitalisme dan kutukan biologis
seperti mandek
berhenti menggerus isi kepala
paling banter kepikiran hikayat
ikan sapu-sapu
yang invasif
berasal dari Amerika Latin
dan hama Afrika seperti ikan nila
bagaimana mereka berhasil menjajah
penjuru sungai tawar di pulau Jawa
sembari jongkok, duduk, dan nangtung
memegangi joran
lamunanku terseduh imajinasi
tentang kesadaran bisu yang
berhasil menyedotku
ke rimba peristiwa purbawi
tentang tiga belas koma tujuh
milyar tahun silam
dan empat setengah milyar tahun terbentuknya bumi ini
yang telah melewati lima kepunahan massal
sedang manusia ribut soal klub bola, agama,
hingga cara ngupil yang baik dan benar
di bawah rumpun bambu Kali Opak
yang biru, senyap, dan malu-malu
aku menjadi debu kosmik
pelengkap penderita
dari pertunjukan bintang-bintang
menuju tarian kematian
(Kali Opak – Yogya, 2023)
–
Membaca Generasi melalui Anak Kecil
coba simak apa yang dibisikkan
daun bambu itu pada anak kecil
yang sedang mengeja batu-batu kali
dengan kakinya
mungkin saja ia diberi wahyu
tentang perlunya merevisi semua agama
ketika manusia sudah letih
berebut kebenaran
—yang tak pernah sekalipun mereka kenyam
atau jangan-jangan bisikan itu berisi
titah revolusi agar menumpas tiran
tak kasat mata yang merenggut
mata uang kebebasan
dan hak canda tawa
tapi entah, anak kecil yang
sedang asyik mengeja
batu-batu kali
dengan kakinya itu
kini dijemput pulang
oleh ibunya
disuruh makan siang dan lekas masuk
ke sekolah virtual
yang diberi sambutan
oleh Uncle Jo—sebagai presiden
bersama Lord Binsar—sebagai meta-presiden
(Yogya, Maret 2022)
–
Pengembaraan Salik di Jagat Maya
labirin pertanyaan di relung akal
mengantarkanku pada laman buntu
di sudut dunia maya
bernama www.mencarikehadiran.mu
lalu album foto monokrom bergaris sepi
membuat warna langit ingin sembunyi
tiba saat kuketik Ctrl+A
batinku terblok biru yang muram
kusadap dengan Ctrl+S
ikut menampung kesedihan
zaman yang remang
kini waktu terasa
seperti berjalan mundur
hujan hoaks dan kebencian
sudah terlanjur
maka kubuka Google Translate
“mohon terjemahkan perasaanku padanya”
ia tak bisa
wajahku menunduk
beralih membuka laman baru
https://caratepatmencintaimu.gov
kampret!
situs pemerintah sudah mirip
website judi saja
maka kuganti melompat
ke sabana jauh
alamatnya www.pejalansunyiyangpatahhati.com
dan situs terblokir Kominfo
di negeri ini agaknya dilarang
mencintai dengan tepat
dan haram menjadi salik
karena alasan keparat
maka aku pergi menyelam
lebih dalam lagi
ke dimensi kegelapan maya
hanya untuk mencari cara
membeli senjata
dan tank baja
dengan bitcoin
lantas pergi bertempur
membantai rasa sepiku sendiri
(Muja-Muju, Feb 2022)
–
Puwissie tentang Tujuan
bumi kering
hari-hari sedang ngelantur
ke arah jauh
sebelum nasib
benar-benar ramah dan terbuka
kapan terakhir kali kausentuh
kecup air yang jatuh
dari selembar daun talas
di kampung halaman sana?
barangkali semasih matamu jernih kanak-kanak
—yang cengeng sekaligus ndableg
—yang menolak dibedaki demi
alasan magis
takut tak bisa memanjat
pohon pinang dan kelapa
kini kau bukan saja malas memanjat (karier)
tapi bahkan wegah beranjak
dari kasur pikiran
yang tak pernah gagal memaku
punggungmu
di lantai kosan
sesekali teguklah segelas sepi
di langit-langit itu
sambil tertawa, sambil
terus bertanya-tanya:
bahwa “dalam hidup ini,
what is the purpose
of a purpose?”
selain pandu maya yang rapuh
dan rawan bengkok… oleh
nyaris segala hal
(Yogya, 7 Agustus 2023)
–
Terang Sebelum Hilang
: mode self-talk
kau berbaring di ranjang waktu
di pinggir rasa iba dan langit-langit
yang bertabur seribu pertanyaan
situs purba tempat di mana cahaya mati
di ujung selamat malam
pejamkan matamu ketika sore menyingsing
tapi jangan pergi terlalu pagi
karena hari depan masih ada dan
terlampau megah
untuk dijual dengan keputusasaan
yang kosong dan gelap
sini duduklah di sampingku
ayo kita khusyuk berdua
disangga ibu bumi dan rumput kecil
sembari menyimak dedaunan yang luruh
perlahan-lahan
sewaktu angin usil meniupi kening kita
betapa terasa seperti nasib lilin
pada kue ulang tahun
di tangan bocah kampung
kita rela mati saat sore
belum genap terpejam
tepat sewaktu cahaya semakin terang
sebelum lekas raib dan padam
(Joglo-Yogya, Agustus 2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA