Kecewa
Di balik rerimbun hutan
Anak-anak tak terampil berhitung
Mereka lebih terlatih kecewa
Mereka piawai membaca arah nasib
Dan menuliskannya di sepanjang jalan setapak
Kecewa adalah ujung sedotan yang tak kunjung terkulum
Kecewa adalah telingaku menyusuri angin mencari tawamu
Kecewa adalah setelan bersih rapi yang patah hati
Kecewa adalah hutan rendah hati yang terlindas alat berat
Kecewa adalah ransum harian rakyat jelata
Yang telah lama mati rasa –bahkan terhadap manisnya janji
Kecewa adalah rumah bagi korban penggusuran
Yang kenyang akan janji-janji –dan telah mati rasa
Sadar
Ia terbangun, tapi belum sadar penuh
Ia dibangunkan oleh negara
Yang sibuk membangun tanpa kesadaran
Juga membungkam pembangun kesadaran
Negara belum bangun, dan ia belum menyadarinya
Negara hilang kesadaran, dan ia baru bangun
Pembangunan dimana-mana
Kesadaran raib entah ke mana
Bingung
Aku ingin menjadi kau
Kau ingin menjadi dia
Dia ingin menjadi si-terkenal-yang-entah-siapa
Si-terkenal-yang-entah-siapa-yang-esok-lusa-memilih-mengakhiri-hidupnya
Kita ingin hidup bersama
Tapi bersama enggan membersamai
Ia lebih terpikat harta dan ketenaran
Dua atribut milik si-terkenal-yang-entah-siapa
Esok hari kita pulang ke cangkang masing-masing saja
Aspirasi telah menggerogoti waktu kita
Teknologi telah mengasingkan kita dari bayangan sendiri
Esok hari kita akan menjadi si-bersyukur-yang-baik-baik-saja
Impian
Sewaktu kecil aku
Adalah Boaz Solossa berbola plastik
Adalah polisi humanis di kala karnaval
Adalah wartawan menggemaskan di hadapan bunda
Waktu kemudian bergulir
Kini aku ingin menjadi kura-kura saja
Yang saat dewasa
Tak perlu kelimpungan mencicil rumah
Waktu kemudian bergulir
Kini aku ingin menjadi orang-orangan sawah saja
Terlihat lebih berjasa
Dibandingkan beberapa manusia
Safari Mesin Tua
Mesin tua bergerak membelah provinsi
Perjalanan puluhan jam yang bernuansa politis
Dengan baliho-baliho partai setia mendampingi
Satu-dua kota terlewati
Karet ban melintasi jembatan
Yang esok lusa runtuh
Diterjang proyek serampangan
Satu-dua lagi kota terlewati
Tangki diisi masakan tradisional
Ia lupa doa makan
Ia berdoa agar bisa kembali berjumpa
Satu-dua lagi kota terlewati
Macet menjebak tubuh rentanya
Bersama mesin-mesin lain
Yang entah mau kemana
Satu-dua lagi kota terlewati
Kini ia membungkuk masuk kawasan adat
Tempat belajar dari masa lalu
Dan minta maaf pada masa depan