I distill information into something more valuable

Safari Mesin Tua

Muhammad Zaki Maarif Firman

1 min read

Kecewa

Di balik rerimbun hutan

Anak-anak tak terampil berhitung

Mereka lebih terlatih kecewa

Mereka piawai membaca arah nasib

Dan menuliskannya di sepanjang jalan setapak

Kecewa adalah ujung sedotan yang tak kunjung terkulum

Kecewa adalah telingaku menyusuri angin mencari tawamu

Kecewa adalah setelan bersih rapi yang patah hati

Kecewa adalah hutan rendah hati yang terlindas alat berat

Kecewa adalah ransum harian rakyat jelata

Yang telah lama mati rasa –bahkan terhadap manisnya janji

Kecewa adalah rumah bagi korban penggusuran

Yang kenyang akan janji-janji –dan telah mati rasa

 

Sadar

Ia terbangun, tapi belum sadar penuh

Ia dibangunkan oleh negara

Yang sibuk membangun tanpa kesadaran

Juga membungkam pembangun kesadaran

Negara belum bangun, dan ia belum menyadarinya

Negara hilang kesadaran, dan ia baru bangun

Pembangunan dimana-mana

Kesadaran raib entah ke mana

 

Bingung

Aku ingin menjadi kau

Kau ingin menjadi dia

Dia ingin menjadi si-terkenal-yang-entah-siapa

Si-terkenal-yang-entah-siapa-yang-esok-lusa-memilih-mengakhiri-hidupnya

Kita ingin hidup bersama

Tapi bersama enggan membersamai

Ia lebih terpikat harta dan ketenaran

Dua atribut milik si-terkenal-yang-entah-siapa

Esok hari kita pulang ke cangkang masing-masing saja

Aspirasi telah menggerogoti waktu kita

Teknologi telah mengasingkan kita dari bayangan sendiri

Esok hari kita akan menjadi si-bersyukur-yang-baik-baik-saja

 

Impian

Sewaktu kecil aku

Adalah Boaz Solossa berbola plastik

Adalah polisi humanis di kala karnaval

Adalah wartawan menggemaskan di hadapan bunda

Waktu kemudian bergulir

Kini aku ingin menjadi kura-kura saja

Yang saat dewasa

Tak perlu kelimpungan mencicil rumah

Waktu kemudian bergulir

Kini aku ingin menjadi orang-orangan sawah saja

Terlihat lebih berjasa

Dibandingkan beberapa manusia

 

Safari Mesin Tua

Mesin tua bergerak membelah provinsi

Perjalanan puluhan jam yang bernuansa politis

Dengan baliho-baliho partai setia mendampingi

Satu-dua kota terlewati

Karet ban melintasi jembatan

Yang esok lusa runtuh

Diterjang proyek serampangan

Satu-dua lagi kota terlewati

Tangki diisi masakan tradisional

Ia lupa doa makan

Ia berdoa agar bisa kembali berjumpa

Satu-dua lagi kota terlewati

Macet menjebak tubuh rentanya

Bersama mesin-mesin lain

Yang entah mau kemana

Satu-dua lagi kota terlewati

Kini ia membungkuk masuk kawasan adat

Tempat belajar dari masa lalu

Dan minta maaf pada masa depan

Muhammad Zaki Maarif Firman
Muhammad Zaki Maarif Firman I distill information into something more valuable

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email