entah jadi mahasiswa sastra karena suka sastra, atau suka sastra karena jadi mahasiswa sastra..

Rambling Dunia Lama dan Puisi Lainnya

Dzaky A

2 min read

Rambling (Cinta adalah Idealisme Itu Sendiri!)

Sehari berlanjut sehari lewat,
dingin tak tercatat, tapi
aku sudah tidak percaya
kemanusiaan lagi.
Entah kalau kau tak percaya
tapi purnama sekarang
datang lebih dari sekali
dalam seperduabelas tahun ini;
pertama, di jadwal rutinnya
kedua, saat langit malam cerah—yang mana tak pernah lagi ada di kota-kota sini—ketiga, saat suaramu, terdengar lewat ponselku.

Ada kawanku obsesif dengan posmodernisme, tapi masih mencoba juga mencari cinta dengan cara-cara kuno.
Katanya, saat dia tarik mundur ke cara rayu nenek moyangnya, ia melampaui tetek-bengek kemodernan, dan tembus jalan jadi paska-paskaan.
Sekarang, saat kita bertemu di dunia maya, kita selalu bertengkar—bukan siapa di antara kita yang membentuk bayang-bayang, bukan, sudah kubilang aku tidak percaya kemanusiaan—tapi:
Siapa yang membiarkan, koran-koran mewartakan berita perkosa jadi rudapaksa-an?
Aku, yang percaya zaman modern masih berhutang, menyalahkan dia. Dia, yang menghayati masa depan, menyalahkanku.

Lupakan, aku terlalu banyak bicara; aku belum berhenti dan belum selesai memikirkanmu,
tapi pada saatnya
jika akhirnya tubuhku menggantung di dahan pohon mangga,
kau tak harus datang bersampai jumpa.

Djatinangor

Jalan-jalan Jatinangor ambruk
dan truk-truk tidak lewat lagi.

Pertigaan kampus, gerlam,
dan jalan Pramoedya
kini menganga:
mengeluarkan darah.

Lalu para mahasiswa keluar
bergerumul di sekitaran nganga
itu. Berteriak:
“Itu bukan darah kami!
Itu bukan darah kami!”

Shokudo (Kantin, Cafeteria)

i.

Ikut tewas atow terluka?
Ikan di kolam
apa tak diterkam?

Perkuliahan dipulangkan,
mamah tak di rumah,
Kucing-kucing jepang bernyanyian,
“Aku akan mati kurus kelaparan,
Aku akan mati kurus kelaparan,
Aku akan mati kurus kelaparan, …”

—-

ii.

James—(bisa jadi kucing jepang tadi, atow bisa juga tidak)—mati suri dan bertemu Tuhan yang
mengonfirmasi Tuhannya di bumi
James bangun, tanpa senyum, menggigil,
katanya habis bercakap
diberi tanya satu kesempatan

+Langit oranye, senja?
-Bukan,
..
-akhir dunia.
..
+..

Pemanasan Global dan Badut Lampu Merah

Pernah kah kau bersimpuh, lalu berkata,
“Kita terlalu bersyukur,
terlalu waras, malah,” karena
sesungguhnya tidak ada yang memisahkan kita. Entah
Ipin, Masha, aku, atau kau.
Vigia di laut-laut kota, di perempatan lampu merah,
dan tinggi tembok laut yang tak seberapa,
Kita semakin dingin
di Bumi yang semakin panas, bung.

1. Politisi tanggung sebesar Titan Eren—aku bahkan tidak membaca manganya, but I know how much it means for my friends—sumringah memajang dirgahayu cabang partainya.
i. (pabrik-pabrik membuang
limbah ke samudera)

2. Seekor Donald Duck, menyembah, lalu mengais-ngais ember cat duko berisi recehan yang baru mulai berkencring di hari itu.
ii. (nelayan menjala ikan
di laut-laut Jakarta, dan
menjualnya di pasar basah)

3. Kita akan tenggelam bersama-sama,
tapi yang terbakar pertama di neraka
adalah mereka yang tersenyum.

4. Di kehidupan kota,
Aku dipeluknya
Air pasang yang paling abu.

5. Bandang,
my lungs filled
just milliliters until its limit,
But who’s even counting?

Dunia Lama

: in questo interregno si verificano
i fenomeni morbosi piú svarati.

Tahlah!
Maka Tuhan bangun di hari
ketujuh dari
istirahatnya
Dan berpesan kepada warung
kecil—tempat membeli Mille dan Sampoerna—yang masih tertinggal
di dunia lama,
untuk bertobat;

Lalu mengirimkan Adam dan Hawa
pergi jajan pakai GoPay dan Dana.

Kepada Mr. Kilgore

“Good morning Mr. Dzaky,” a fan once reach out to me in 1993. “Em,” I said.
“You’re my favorite author,” he said, “and I’m your biggest fan.” He didn’t let me speak.

“The reason that I’m your biggest fan and that you’re my favorite author is, because your writing makes me want to kill myself,” full stop.

You use too many commas, he said. “And that’s just not what good writers do.”

You use the same words repeatedly, you constantly repeat the same things—the same themes, he said. “And that’s just not what good writers do.”

Your poetry doesn’t even rhyme;
Your haiku doesn’t paint coherent pictures;
Your vocabulary is as diverse as the hairs around my asshole, he said.
“And that’s just not what good writers do.”

There I was, the year is 1993. I choose that year arbitrarily, I’ll admit that that’s just not what good writers do; It was my wedding day. Though I haven’t even born yet. That will not happen for the next 9 years.

Muhammad Dzaky was born in 2002. But there I was, the year is 1993. I choose that year to rhyme “three”, with the word “me” in the beginning of this poem. I know, that’s just not what a good writer do—

It was my wedding day. I’m marrying the girl—or maybe boy (I can go both ways)—of my dream that I only begun conceiving in my mind 3 poems ago. Then a fan of my writing came up to me.

“I thought about suicide,” he said.

Like Pilgrim, I too become unstuck in time.
For the lack of good judgement, and because I was ambushed by him, only these words I uttered, “I’m sorry.”

He was I.

“I bet,” he said.

Dzaky A
Dzaky A entah jadi mahasiswa sastra karena suka sastra, atau suka sastra karena jadi mahasiswa sastra..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email