Pekerja harian, menulis di sela-sela waktu senggang

Polisi Tidur dan Puisi Lainnya

Afandi Satya

2 min read

Polisi Tidur

Setelah reformasi, berhala itu makin menggelembung
Terbang mengitar udara, mengisap kebebasan orang-orang papa
Makin besar syahwatnya, kepala dan urat malunya

Kakinya menggurita di mana-mana
Rakus mencari uang receh di tikungan jalan,
Rajin memalak yang kehilangan
Menjadi pengayom mafia sampai bandit politik

Kalaulah rakyat meminta pertolongan,
Oh, malas bergerak tanpa upah
Bekerja pun asal-asalan, kecuali jika datang segepok uang, atau terlanjur viral di sosial media

Kasus besar dibayar dengan cerita fiktif merendahkan logika
Bebas merancang skenario kebenaran satu arah
Yang tak setuju versi itu bakal diteror, dikejar, dihajar, atau diculik sampai tiba-tiba mati tak wajar

Alangkah saktinya seragam itu, dan sakitnya yang membela buta
Padahal kian hari makin kebal
Tampil seolah pahlawan 24 jam
Yang benar-benar ringkih mendengar kritik dari luar
Tak mau berbenah,
Lihai menyembunyikan oknum di ketiaknya

Keadilan macam apa yang diharapkan dari pencoleng?
Supremasi hukum macam apa yang diharapkan dari pengutak-atik hukum?
Barang bukti bisa tiba-tiba hilang
Saksi mata bisa tiba-tiba bisu
Dan keputusan pengadilan tiba-tiba tak jalan

135 nyawa dibunuh angin di Kanjuruhan
Randi dan Yusuf Kardawi dibunuh peluru gaib
Serta seribu satu orang sial lainnya yang tak sempat terekam pena;
Ada yang difitnah dan dipenjara,
Ada yang dipukuli sampai cacat
Ada yang dipulangkan sebagai jenazah
Sementara si pelaku tetap bebas menebar pesona
Berburu adek-adek bidan di instagram

Kami tahu bumi bukanlah tempat bagi keadilan untuk menetap
Tapi berpasrah diri pada nasib bukanlah perilaku orang beriman
Berhala itu kian mengusik kesabaran kami, memanfaatkan sifat pemaaf kami
Yang memang tak punya pilihan selain diam dan mengelus dada
Sedangkan mereka tak segan-segan menginjak tengkuk kami dan memukul kepala kami
Dengan sepatu laras dan popor senapan yang kami belikan cuma-cuma

Jika Engkau, Tuhan tak memberi keajaiban pada mereka,
Kuasakanlah pada kami keberanian untuk mengantarkan harapan
Agar anak-anak kami percaya
Bahwa esok hari keadilan masih ada

Taman Kanak-kanak

Konon,
Taman kanak-kanak adalah tempat paling menyenangkan
Selain latihan absensi
Bocah-bocah bebas bermain, sibuk sendiri, bertengkar, sampai ngompol di celana
Tak bertanggung jawab bisa dimaklumi
Semua dianggap normal dan tak perlu malu
Karena masih bocah

Konon,
Jeleknya pendidikan membuat kaum dewasa tetap ingin bermain-main
Beruntungnya, negara kita adalah taman bermain terbesar yang baik hati
Tak ada yang sebesar kita, dan..,
sebrutal kita

Oh! Alangkah kerennya pertemuan ini!
Negara yang baik hati
Bertemu manusia kekanak-kanakan!

Di negeri yang belum akil baligh
Pejabatnya bermain-main
Polisinya main polisi-polisian
Tentaranya main tentara-tentaraan
Hakimnya main sidang-sidangan
Hukumnya sering tak masuk akal
Rakyatnya dipaksa mencari solusi sendiri,
Selain dicekik dengan aturan yang tiba-tiba muncul di dini hari
Polisinya petantang-petenteng,
Begitu pula tentara dan pejabatnya
Jika bertemu rakyat, aduh gila hormat!
Suka menyerobot antrean,
Jika ditegur salah segera naik pitam

Tapi inilah indahnya negeriku,
Sama seperti bocah-bocah TK,
Mereka dimaklumi jika khilaf yang tak jarang,
Dimaklumi berbuat gaduh, mengabaikan tanggungjawabnya
Sebab semua tahu,
Mereka belum dewasa
Mereka masih sedang bermain-main

Indonesia 2020

Tanahku amatlah subur
Lautku tak kalah makmur
Jika kau cangkul, batunya adalah emas dan perak
Bumiku menyembur sumur
Minyak, susu dan madu

Aku bebas menjala ikan
Tapi perahu besar dari negeri asing membelah lambung kapalku
Syah bandar negeriku sendiri yang mengizinkannya
Aku dikaramkannya
Bahkan melihat senja dari daratan pun
Aku wajib membayar upeti

Aku bebas bertani
Tapi pabrik, polisi dan tentara lebih bebas lagi
Untuk mengusirku kapan saja
Dan menginjak sayuran dan sawah-sawah
Dan tengkuk kami
Dengan buldozer ataupun senapan api
Tanpa perlu menunggu hari panen tiba
untuk mengkavling lagi petak-petak baru
sesuai komando di atasnya

Aku bebas berbicara
Hanya jika yang kubicarakan adalah pujian
Baik palsu atau terpaksa
Jika mulutku mengatakan fakta
Aku diburu dan dilucutilah aibku
didoxing sampai titik koma

Memang aku gentar
Tapi pantang untuk menghindar
Untuk kedaulatanku
Di tanah airku sendiri
Aku tetap berdiri
Dan akan tetap bersuara
Meski kakiku lumpuh
Dan mulutku bisu

Pendidikan Sumbang

Pendidikan sumbang
Sumbang karena timpang
Ilmu alat, ilmu wajib dan ilmu perlu
Ditakar berdasarkan pasar dan payu
Timpang
Di sisi-sisi yang harusnya mampu menopang

Pendidikan sumbang
Karena terlalu timpang
Dibebani dan dipaksakan
Setiap berganti menteri berganti materi
Takaran yang tak imbang
Pendidikan sumbang
Lahirkan generasi meradang
Lawan
Semoga yang telah menjumpa wajah Tuhan pada dini hari
Dengan sajadah aspal dan baju belajar berciprat darah
Membawa gelar syahid terbaik bumi pertiwi
Engkau tahu Tuhan, kepada siapa kami berpijak
Kepada yang papa dan Kau cinta
Tuhan, berikan kami
Kaki yang lebih pijak saat menjumpa pejal mentari
Esok pagi
Dan suara yang lebih nyalak
Dari kejutan senjata api
Dan gertakan laras serak
Bersama keberanian yang tak pernah kendur
Teguhkanlah pendirian
Kalau saja besok baju kami yang terkoyak
Mana mungkin kami menyesal
Kepada Tuhan, tempat berserah
Kami nyaringkan bakti kami
Kepada-Mu saja, untuk mereka yang lemah tak bisa bicara
Lidah kami menyambung
Tangan kami mengubah

*****

Editor: Moch Aldy MA

Afandi Satya
Afandi Satya Pekerja harian, menulis di sela-sela waktu senggang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email