Tanpa bantuan dan perlindungan negara, masyarakat adat di Indonesia dipaksa berjuang sendiri melawan kepunahan menghadapi globalisasi dengan nilai-nilai modernismenya, pembangunan ekonomi dan industrialisasi yang hanya mencari keuntungan sebesar-sebesarnya bagi pemilik modal yang semuanya hanya mengorbankan mereka.
Masyarakat adat adalah komunitas yang paling merasakan dampak globalisasi dan industrialisasi. Banyak orang berpendapat bahwa hukum adat adalah hukum peninggalan masa lampau yang terjebak pada orientasi masa lalu sehingga kurang cocok dengan kehidupan modern yang berorientasi pada antisipasi masa depan dan segala perubahan yang ditawarkan lewat kemajuannya. Gaya berpakaian masyarakat adat berubah, anak-anak mudanya ingin mengikuti tren luar.
Dalam kultur masyarakat adat, warisan paling esensial adalah warisan informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi, baik dalam bentuk tertulis maupun tak tertulis. Tanpa pewarisan, suatu tradisi akan punah. Punahnya tradisi mengakibatkan punahnya kearifan lokal, yakni pengetahuan manusia tentang alam sekitarnya. Apa jadinya bila pewaris adat enggan mengenal adat karena perhatiannya teralihkan pada dunia yang ditawarkan globalisasi?
Baca juga: Tertelan di Antara Pasar: Lansia dan Pengetahuan Lokal
Misalnya, globalisasi membawa kemajuan di bidang teknologi komunikasi. Dengan kemajuan itu, masyarakat adat semakin terhubung dengan kebudayaan luar. Tidak asing kita melihat dan menemukan produk kebudayaan asing dan produk kebudayaan lokal bertemu, bercampur, kemudian perlahan produk lokal menghilang. Produk kebudayaan asing begitu mendominasi sehingga terjadilah perubahan orientasi budaya.
Globalisasi membawa nilai-nilai yang dianggap modern. Ciri itu hampir selalu bertentangan dengan segala sesuatu yang berciri tradisional. Itu berarti tantangan yang serius terhadap budaya lokal. Kita sudah jarang menemukan masyarakat yang masih memegang teguh nilai adat-istiadat lokalnya. Ada masalah ketidakberdayaan pada masyarakat adat dalam mempertahankan eksistensi nilai kebudayaannya, dan itu merupakan ancaman yang serius.
Ancaman serius globalisasi dan industrialisasi, misalnya, dirasakan oleh suku Samin. Suku Samin adalah contoh masyarakat adat yang masih hidup dengan mempertahankan kearifan lokal. Suku Samin terletak di Jawa Tengah, Indonesia. Mereka bermukim di sebagian wilayah Kabupaten Pati, Rembang, dan Blora. Hingga kini masyarakat Samin menjadi sorotan banyak pihak karena aksi perlawananya terhadap kehendak PT. Semen Indonesia untuk membangun tambang.
Suku Samin bertarung dengan tambang yang hendak dibangun oleh PT. Semen Indonesia di kawasan pegunungan karts Kendeng yang merupakan tempat tinggal dari suku Samin―sebuah pegunungan gamping. Suku Samin bertarung karena kawasan tersebut kaya akan sumber mata air dan menjadi kawasan pertanian seluruh warga Samin. Suku Samin menyatakan diri sebagai pihak yang cukup berdaya untuk berkonflik dengan PT. Semen Indonesia.
Baca juga: Perempuan Penjaga yang Dibisukan
Awalnya, ancaman globalisasi yang dihadapi Suku Samin adalah ancaman “dari luar”. Mereka tidak terancam “dari dalam”. Umumnya, orang Samin atau sedulur Sikep Samin tetap konsisten memegang nilai dan kearifan lokal warisan leluhur. Menurut Gunarti, salah satu orang Samin, warga Samin hanya ingin bertani. Mereka hanya butuh air dan tanah untuk bercocok tanam dan beternak. Orang Samin hanya ingin berdamai dengan alam.
Dan memang manusia dalam hidupnya hanya membutuhkan alam sebagai ruang hayatnya dan hasil bumi untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu, apa jadinya jika alam dirusak oleh manusia itu sendiri? Masyarakat Samin memikiran keberdayaan mereka jauh ke depan. Bila tanah dan air mereka dirampas, mereka tidak akan berdaya. Mereka memikirkan kehidupan anak cucu mereka jika sumber air menghilang. Mereka ingin tetap berdaya.
Sedangkan PT. Semen Indonesia tidak memiliki visi hidup yang sama dengan orang Samin. PT. Semen Indonesia berkepentingan untuk menambah area baru pertambangan. Selama ini PT. Semen Indonesia telah beroperasi di Gresik dan Tuban. Demi kepentingan kapitalisasi modal, mereka ingin memasuki wilayah Rembang dan Pati. Hal ini jelas tidak lepas dari potensi laba dari gamping di Kendeng. Perusahaan ingin melebarkan sayap produksi mereka.
Kepentingan yang tak sejalan antara Samin, Semen dan Pemerintah memantik konflik berkepanjangan. Permasalahannya tak hanya sumber daya alam, namun juga menjalar ke ranah sosial dan politik. Tatanan sosial Samin, sebagai masyarakat adat, terusik oleh globalisasi. Profesi mereka sebagai petani merasa terancam oleh masuknya industri ekstraktif. Perjuangan Samin menemui jalan buntu: gugatan mereka di PTUN Semarang ditolak oleh hakim.
Kini, masifnya upaya Semen masuk ke wilayah orang Samin mengakibatkan perubahan di tengah masyarakat. Orang Samin yang dulunya hidup dengan tatanan adat kini mengalami perpecahan ke dalam dua kubu. Kubu yang setuju dengan adanya pabrik semen adalah kubu yang berpikir bahwa nantinya pabrik semen dapat membantu daerah mereka akan lapangan pekerjaan, sehingga mereka tidak perlu lagi menjadi seorang peternak dan petani.
Sedangkan kubu kedua, yang jumlahnya lebih besar, yang tidak menerima kedatangan pabrik semen, lebih memilih menjadi petani dan peternak. Mereka masih ingin mempertahankan adat atau kearifan lokal. Itu semua agar generasi-generasi selanjutnya dapat pula mempertahankannya. Bila generasi Samin sekarang dapat bertahan, generasi selanjutnya dapat menerima warisan adat budaya. Bila pewarisan itu gagal, adat budaya seiring waktu akan hilang.
Mayoritas masyarakat Samin telah memutuskan untuk berjuang mempertahankan hidup, budaya dan nilai-nilai mereka. Mereka sepenuhnya sadar bahwa nasib mereka ada di tangan mereka sendiri karena justru negara, dalam hal ini PT Semen Indonesia, justru menjadi sumber dari kepunahan mereka.
Tetapi, perlawanan ini tampaknya akan berakhir sia-sia karena tanpa kemauan politik kelompok elite dan pemerintah — termasuk disegerakannya pengesahan RUU perlindungan masyarakat adat — serta pengawalan masyarakat sipil dan dunia internasional, hanya masalah waktu saja masyarakat Samin serta banyak lagi masyarakat adat di seluruh Indonesia akan menghilang dari tanah yang telah mereka diami dan warisi dari nenek moyang mereka ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Tulisan yang bagus dan sangat menginspirasi, i proud of youuu novvvv, teruss nuliss yaaa!!