3) Hal pertama yang ia pelajari di sekolah, melihat para gadis ketika jam istirahat, adalah ada seorang gadis di dalam dirinya. Ia berpikir kelak ketika dewasa penisnya akan luluh dan payudaranya akan tumbuh.
—Curicculum Vitae2015, Norman Erikson Pasaribu.
Malam hari. Satu waktu bagi ia untuk menjadi perempuan seutuhnya—setidaknya bagi ia sendiri. Bersembunyi mengunci kamar ditemani lampu-lampu putih super terang.
Kini, aku berambut panjang; mengenakan dress kakak perempuanku mengambil selfie sebanyak-banyaknya untuk bahan mengenalkan diri ke dunia luar kecuali orang-orang rumah. Aku selalu memelihara perempuan dalam tubuhku.
Ia selalu melihat perempuan itu di tubuhnya; menata cara ia berpakaian, musik yang ia dengarkan dan melembut kepada lelaki yang ia sayangi, ia benar-benar tahu cara merawat lelaki yang ia cinta. Ia akan mengomel kalau lelaki itu keluar tanpa masker dan jaket lalu mengajarkannya merawat wajah dari clay mask hingga double cleansing. Menurutnya, mencintai adalah merawat.
Umurnya dua puluh satu, sebentar lagi kembar menjadi dua puluh dua, tetapi banyak yang tak ia tahu; yang Ismail tahu ia harus terus hidup dan membayar cicilan paylater tiap bulan, kerja part time di sebuah kedai kopi bernama Main Hati selebihnya ia habiskan dari OYO ke OYO, RedDoorz ke RedDoorz, dan Indekos ke Indekos untuk 150 sampai 300 ribu yang kadang masih kotor. Dengan rambut palsu, baju perempuan dan kemampuan bersolek, ia menghadirkan dirinya yang baru, yang jarang orang ketahui.
Panggil ia Diana. Gadis Bali yang merasuk tubuhnya tiap malam menuju liang-liang kamar, bermodal ilmu pijat ala kadarnya. Diana menjamah berbagai badan dari kurus hingga tebal dari mahasiswa hingga calon tentara yang tak mau bayar.
Dulu, tiap kali Hayatun mau pergi ke acara pernikahan, Ismail selalu merias wajah Mamaknya itu. Perempuan di dalam tubuhnya kini beranjak dewasa, ia pasti bisa membuka sebuah salon sekarang. Salon Sorai kelak namanya, ia membayangkan tiap yang keluar dari sana akan membawa perasaan gembira luar biasa—berpisah atau melepas sesuatu yang tumbuh lama, menjadi kebaruan yang memercikkan cahaya.
“Mamak, tahu kan?”
“Kenapa Mamak tutup auraku?”
Ismail tahu cara hidup. Lebih tepatnya bertahan hidup. Kuliahnya bisa dibilang acakadut tapi ia mencoba nurut untuk menyelesaikannya karena telanjur dibiayai orang tua yang kadang lupa harus membayar. Mail ingin berhenti kuliah kalau bisa tapi ia paham akan ada perang dunia ketiga jika itu terjadi. Merupakan kebahagiaan setiap orang tuanya bila sanggup menyekolahkan ia hingga sarjana.
“Mamak, takut ya?”
Tak ada uang jajan; menjadi barista dan pijat++ menjadi penyelamat serta wahana ia menghidupkan bagian-bagian tubuhnya. Orang-orang yang dulu benci tubuh lelakiku, kini mencicipi tubuh perempuanku. Betapa tajam nafsu meludahi diri manusia.
***
Do I have to change my name
Will it get me far
Should I lose some weight
and am I gonna be a star~
Terdengar nyanyian Madonna bertajuk American Life nyaring di speaker JBL kw berwarna biru itu. Mail sedang menggoreng telur sambil bersenandung. Akhir-akhir ini, ia mulai suka dengan Madonna. Ia bertumbuh bersama Lady Gaga puncaknya SMA saat Si Mail kecil benar-benar memahami Born This Way yang memberi napas panjang baginya. Ismail bukan monster kecil lagi, sekarang ia monster yang besar. Si Mail belajar tentang dirinya melalui derasnya internet—melalui akun-akun alter, base-base twitter, open BO Shemale, hingga video biru amatir dan professional—bagaimana dunianya membuat jalan-jalan kecil di kegelapan.
Hari ini, Mail mendapat jatah libur di Kedai Kopi Main Hati. Ia sudah berencana memulai pekerjaan sampingannya. Sebelum menghabiskan malam sebagai Diana, ia luangkan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman satu gelombang dengan dirinya—yang mengenalnya luar dalam, Ismail dan Diana, tempat ia membeberkan segala rahasia dan luka.
“Eh say, akhirnya aku dapat temong cowok futsal cakep, mana service-nya enak—terus memperlakukanku dengan baik—dia pegang erat tanganku, mengelus rambut, iii ngewong romantis lah neik, tapi sayang udah punya pacar pewong. Mana pacarnya ditinggal pas lagi sleepcall demi ngewong, hhhh cowo zaman sekarang gak ada yang bisa dipercaya.” Ucap Diana gusar.
“Ya namanya sange ya wak, hantam rata, kalau satu selera auto gas ngenggg, bye-bye gender, yang penting minta kita berdandan cantik ala perempuan atau cukup bersih dan manis menurut standar mereka.” Balas Gloria salah satu teman dekat Diana yang gemar memakai crop tee.
“Tapi capeknya jadi kita, ya harapan dari cowo-cowo str8. Kalau kata Lana Del Rey, hope is a dangerous thing for a woman like me to have—but I have pakai acara bilang, andai kamu punya meki, seolah tubuh ini masih belum layak untuk dicintai sepenuhnya, untuk bertaruh dalam kesementaraan cinta dan hidup.” Jelas Mak Eca, senior dalam geng mereka.
“Sepakat sih, Mak. Ada salah satu cowo yang dm aku di instagram bilang, coba kamu pasang implan, dikiranya murah, kita hidup aja uda tergopoh-gopoh—yang ada dihajar Bahar aku, kalau dia liat tiba-tiba payudaraku tumbuh. Bapa itu paling gak mau anaknya macam-macam dan siap membunuh anaknya kalau ketangkep macam-macam. Belum lagi kesehatanku, kurus dikit aja udah dikira narkoba, padahal banting tulang kerja barista, kuliah terus open bo tipis-tipis.”
Waktu bergulir, mereka berpisah dan menjadi siapa saja di kegelapan. Menjadi bintang di langit malam, setitik yang penuh usaha untuk terus menggulung hidup. Diana sudah siap dengan tubuhnya, ia berselancar di dua aplikasi hijau itu, mencari tubuh-tubuh yang menerimanya atau bersedia untuk dipuaskan atau saling memuaskan kalau beruntung.
***
Bapa Ismail benci ia kerja di bawah ketiak orang lain. Ia senang Mail berwirausaha menjual berbagai olahan makanan secara daring. Tapi Mail berhenti, sebab itu terlalu melelahkan. Berbelanja, promosi, memasak dan mencuci dilakukan sendiri akan mematikannya pelan-pelan. Tubuh-tubuhnya butuh ruang renggang. Bapa juga benci tiap Ismail memakai celana pendek dan dijemput temannya dengan mobil. Beberapa kali, Mail ditegur kakak perempuannya karena pakaiannya yang terlalu perempuan.
Bahar gemar sekali mendengar musik, tiada hari tanpa suara speaker biru itu, menggaung di seluruh penjuru rumah, memutar lagu Air Supply hingga Koes Plus musisi favoritnya. Belakangan ini, ia tenggelam dalam lagu Cherish, Kool & The Gang, tak habis-habisnya ia putar. Mail jadi ikut menyukainya tapi apakah Bapa tahu artinya? Cherish the love, cherish the life~. Ia berharap Bapa mengerti. Dan suatu hari menghargai apapun pilihanya, menjadi Ismail atau Diana atau keduanya, memilih dan menikmati warna-warni cinta yang dia pilih. Ismail beharap hatinya melembut.
***
Cekrek… Cekrek… Suara kamera memenuhi ruang penuh cahaya itu.
“Gimana Glo, udah keliatan kayak perempuan?”
“Coba angle kiri, Mail. Kalau dari depan masih keliatan banget cowoknya.”
“Pokoknya kasih tahu, kalau jakunku keliatan, ketekku juga. Tanganku gak kaya laki-laki kan? Jangan bohong lu, Gloria—perhatiin ini semua untuk meyakinkan klien.”
Dulu, aku kira Mail bercanda, untuk menjual tubuhnya. Sebagai teman aku mendukung saja dan realistis. Malam ini, ia lengkap sudah. Tubuhnya sebagai Diana terpenuhi oleh rambut palsu yang ia beli dengan Shopee Paylater. Mail belum mampu beli yang mahal, jadi ia beli yang 500 ribuan dicicil tenor 6 bulan. Diana harus menatanya lagi agar natural. Mulai dari mencatok rambut palsu itu menjadi bergelombang hingga merapikan lingkaran pengait agar rapi di kepala.
Kini, kami bersama yakin. Tongkrongan kami bukan tongkrongan pecundang. Dari jual diri, pengantar makanan penjara, berjudi, sampai joki skripsi sudah kami lakukan.
***
Malam ini, hari ulang tahunnya, ia berzodiak Leo. Mail mendapat jatah shift malam yang juga bertugas menutup kedai itu. Hari yang cukup lenggang, tetapi ada perasaan yang aneh, sulit dibahasakan: kosong tapi terisi, terisi tapi dengan apa. Seperti penanda atau firasat atau takut.
23.30
Mail sudah sampai di rumahnya dengan kresek berisi satu cupcake kecil beserta lilin tanpa angka. Terdengar banyak suara pesan masuk di ponselnya tetapi ia tak hiraukan. Kekosongan memenuhi tubuhnya.
23.40
Ia sudah meregangkan badannya di kamar tidur. Ruang teraman baginya selain kamar mandi. Seketika semua menjadi biru. Angin seperti mengantarkan haru pada kamarnya. Notifikasi pesan mengubah segalanya. Lelaki itu pergi (lagi) seseorang yang dua bulan ini Diana dengarkan dengan penuh hati(-hati) Diana ketahuan lagi. Lelaki itu tak mencari lelaki. Lelaki yang menyerupai perempuan, tetapi berterima kasih sudah mendengarkannya.
Merawat cintanya usai di malam ulang tahunnya.
00.10
Would you still love me, when i am nothing new? Ucapnya untuk dirinya sendiri.
Itu untuk Diana.
Ia sadar, belum bisa memberi ruang yang layak untuk Diana, membebaskan tiap bagian tubuhnya berdiri apa adanya di hadapan orang-orang.
Ia meniup lilin ulang tahunnya yang ke-22 dan terus menangis.
02.00
Air matanya tak berhenti. Tidur menghentikannya.
04.00
Waktunya, Hayatun bangun. Ia mulai mengerjakan rutinitasnya yang berkaitan dengan mencuci—diakhiri dengan berwudhu. Subuh yang menusuk tetapi ia tetap salat dengan penuh paku. Ia merasa sudah membereskan segalanya—bahkan kamar Ismail kemarin.
08.00
Dor… Dor… Dorrr…
Terdengar bunyi gedoran keras pada pintu kamarnya. Ia bisa mengenali suara itu tanpa kata-kata yang mengikutinya. Itu Bapa.
“Mail, itu kondom siapa di kamarmu??!!” Teriaknya keras.
“Buka!!!!”
“Jangan macam-macam kau!”
“Pakkk… santailah, Mail sudah besar. Jangan teriak-teriak… masih pagi, nanti tetangga dengar.”
“Jangan kau bela terus anakmu ini, Hayatun. Biar aku saja yang urus. Dua hari lalu ada lelaki yang menginap di kamarnya, kau kira aku tak mengerti sama gay-gay itu, hah?”
“Jangan kau pikir cuma Ibrahim yang bisa menyembelih Ismail, aku Bahar juga bisa. Mana mau aku malu, dengar kau Mail!!!”
Mail tersentak, seketika tubuhnya tegang, panas menjalar dan bibirnya bergetar. Air matanya kembali ingin mengucur namun tertahan dengan sigap ia menyembunyikan tubuh Diana dalam satu kali tarikan napas.
Mak, tolong… aku anakmu…
Inikah takut-mu, Mak??? Aura-aura itu…
Bapa, Bapa, ini tanda kasihku, Diana. Untukmu…
Lagu yang dulu sering kau putar—aku menjadi ia yang dulu kau kejar.
Diana yang sekarang telah kau hajar.
Mulai hari itu, Ismail dan Diana tidak punya pintu lagi.
Diana, judul lagu Koes Plus yang selalu Bapaknya putar dulu saat ia masih kecil.
Ismail telah menghidupkannya untuk Bapak—tapi sia-sia.
_______
*Would you still love me, when i am nothing new?~ penggalan lirik dari lagu Taylor Swift ft. Phoebe Bridgers – Nothing New.
*****
Editor: Moch Aldy MA