Oscar 2022 dan Kejayaan Streaming

Nadia H

3 min read

Kemenangan CODA (Child Of Deaf Adults) sebagai film terbaik dalam ajang Academy Awards ke-94 pada 27 Maret 2022 lalu, mencatatkan rekor baru sebagai film streaming pertama yang memenangkan Film Terbaik dalam 94 tahun sejarah Piala Oscar. CODA yang dibeli Apple TV+ senilai 25 juta Dolar pada 2021 setelah debut film tersebut di Festival Film Sundance ini dirilis 13 Agustus 2021 dan ditayangkan melalui layanan streaming milik Apple TV+. Tidak hanya memenangkan kategori Best Picture, CODA juga memborong piala untuk kategori Aktor Pendukung Terbaik, yang diterima oleh Troy Kotsur. Sebagai film yang diadaptasi dari film Perancis berjudul La Famille Bélier,CODA juga mendapatkan Piala Oscar untuk kategori Skenario Adaptasi Terbaik.

Terpilihnya film dari layanan streaming sebagai pemenang Oscar sebenarnya bukan yang pertama kali. Sebelumnya pada tahun 2018, Roma, film orisinil Netflix memenangkan 3 kategori Best Director , Best Foreign Language Film, dan Best Cinematography. Lalu di tahun 2019, ada Marriage Story, film produksi Netflix yang memenangkan kategori Best Supporting Actress. Namun untuk kategori Best Picture baru kali ini pemenang berasal dari film yang ditayangkan di layanan streaming dan bukan merupakan film yang tayang di bioskop.

Pada nominasi Best Picture Academy Awards ke-94 kali ini , selain CODA , ada dua film dari layanan streaming lainnya, yaitu Don’t Look Up dan The Power of The Dog yang merupakan film dari Netflix. Persaingan antara film dari layanan streaming dalam memperebutkan kategori Best Picture pada Oscar tahun ini seakan mematahkan stigma bahwa film terbaik hanya yang tayang melalui layar lebar atau masuk di jajaran box office. Film terbaik juga bisa hadir dalam sekali klik di televisi di rumah para penonton. Hal ini sekaligus juga menunjukan adanya pergeseran pola menonton film, dari yang tadinya penonton menonton di bioskop menjadi ke layanan streaming.

Kehadiran Layanan Streaming

Tahun 2012 Netflix yang awalnya adalah sebuah perusahaan penyewaan DVD berbasis internet mulai memperluas bisnisnya dengan mengenalkan layanan streaming unlimited. Pada 6 Februari 2012, Netflix merilis film orisinil pertamanya berjudul Lilyhammer. Keberadaan layanan streaming makin beragam bersamaan dengan makin tersebarnya jaringan internet 4G di banyak negara. Beberapa platform lain yang siap bersaing dengan Netflix antara lain Amazon Prime, Hulu, Disney+, Apple TV+ , bahkan layanan streaming dari Asia seperti Hooq ataupun Viu. Berkat hadirnya platform-platform layanan streaming ini, film yang semula hanya bisa ditonton di bioskop dan sudah berlalu bertahun-tahun bisa kembali disimak melalui layanan streaming

Di Indonesia, layanan streaming mulai masuk sekitar tahun 2016. Bulan Januari 2016 Netflix mulai resmi tayang di Indonesia, meski sempat diblokir oleh indihome hingga tahun 2020. Dilanjutkan dengan Iflix dan Hooq yang juga masuk ke Indonesia pada April 2016, Viu pada bulan Mei 2016, Amazon Prime Video pada bulan Desember 2016, Apple TV+ pada tahun 2019 dan Disney+ hotstar pada bulan September 2020. Tidak hanya layanan streaming dari luar negeri, dari dalam negeri pun ada bioskoponline.com yang resmi diluncurkan pada bulan April 2021 sebagai upaya sineas lokal untuk tetap bertahan di masa pandemi.

Baca juga: Trending Lewat Streaming

Media Alternatif

Di masa pandemi ketika bioskop tidak beroperasi, penonton mencari alternatif hiburan melalui layanan streaming. Berdasarkan data Motionpictures, pada 2021 penonton film melalui layanan streaming menguasai market share industri hiburan yaitu sekitar 72%. Naik drastis dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 46%. Melalui layanan streaming, sebuah film atau serial bisa ditayangkan di banyak negara yang tentunya akan memberikan exposure yang lebih luas karena penonton bisa berasal dari banyak negara. Seperti contohnya ketika serial “Layangan Putus” ditayangkan di We TV pada November 2021 lalu, tidak hanya di Indonesia, tayangan ini menjadi trending di 25 Negara dan ditonton oleh lebih dari 15 Juta penonton di satu hari penayangannya. Tidak hanya karena jangkauannya yang luas, keberadaan layanan streaming juga diminati banyak penonton karena memberikan pilihan bagi penonton untuk memilih tontonan berdasarkan genre yang mereka suka dan bisa ditonton kapan saja.

Meski begitu ada juga sisi negatif dari maraknya layanan streaming ini. Kebersamaan yang tercipta ketika penonton pergi menonton bioskop dengan keluarga, teman atau pasangan perlahan mulai terkikis. Aktivitas menonton di bioskop tidak hanya datang, menonton film lalu pulang. Ada interaksi yang tercipta antara penonton dengan petugas bioskop atau dengan penonton penonton lainnya. Momen menikmati popcorn sambil menonton film di layar lebar dengan suara yang menggelegar tidak akan didapat dengan menonton layanan streaming di televisi. Selain itu yang paling terlihat bersamaan dengan maraknya layanan streaming ini adalah juga makin mudahnya pembajakan film.

Karena lebih mudah direkam secara langsung, pembajakan pun makin banyak ketika sebuah film dirilis melalui layanan streaming. Tentu saja hal ini sangat merugikan para sineas. Berdasarkan Hasil Riset Bekraf dengan LPEM terkait dampak pembajakan film mengakibatkan hilangnya pendapatan pada usaha perfilman sekitar Rp 31 miliar hingga Rp 636 miliar per tahun. Meski sudah ada aturan perundangan terkait pembajakan yaitu Pasal 113 ayat (4) UU Hak Cipta dengan pidana penjara paling lama  10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4 miliar rupiah , namun rupanya tidak membuat takut para pembajak.

Beralihnya penonton dari bioskop ke layanan streaming adalah bagian dari evolusi industri perfilman yang tidak dapat dihindari. Keberadaan layanan streaming menjadi alternatif bagi para sineas dan memberikan pilihan platform untuk merilis film ataupun serial karyanya. Selain itu,  karena jangkauan dari layanan streaming lebih luas, film yang berkualitas bisa lebih cepat dikenal secara global. Hal ini bisa menjadi peluang bagi pemerintah dengan menggandeng para sineas untuk memperkenalkan Indonesia melalui film secara global dan secara bertahap melakukan penetrasi budaya, seperti apa yang sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Melalui film, serial, dan musik, Korea Selatan masuk dan diterima di banyak negara, hingga secara tidak langsung meningkatkan minat pasar global terhadap produk dari negara mereka dan juga meningkatkan kunjungan pariwisata ke Korea Selatan.

Meski terbukanya peluang yang sepertinya cukup menguntungkan, namun tentunya peran pemerintah juga diperlukan untuk menjaga supaya film ataupun serial yang ditayangkan melalui layanan streaming tidak menjadi sasaran empuk bagi para pembajak. Pemerintah harus melakukan tindakan tegas untuk menutup akses situs situs streaming ilegal, dan juga memberikan sanksi tegas kepada para pelaku pembajakan demi keberlangsungan industri film di masa mendatang.

Nadia H

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email