Sok Tangguh
Sejujurnya tidak ada yang tahu bagaimana aku menyiapkan kemerdekaan tanpa cinta. Terbangun dari tidur singkat dan membaca buku bukanlah hal yang menakjubkan selain isyarat sederhana yang membuatku menghindari kisah cinta.
Tapi siapa yang tahu aku akan tertarik dengan keceriaan seorang perempuan? Saat-saat itu adalah dilemaku untuk kembali menyukai seseorang.
Dengan langkah sok tangguh dan tatapan angkuh, aku berjalan dengan tegas—melupakan keterjeratanku dengan cinta masa lalu.
Kudengar kemarin hatinya itu ditumbuhi tanaman liar, hampir lenyap dimakan alam raya menjadi hutan tak berpenghuni. Tidak satu pun singgah yang menetap untuk sementara waktu. Barangkali mereka akan datang, namun aku tidak tahu.
Aku berjinjit dan napasku memburu, bersiap segera memulai kisah sebelum orang-orang keparat yang tidak pantas untuknya datang mengerubungi hatinya yang pilu.
Kusembunyikan tanganku di belakang badanku. Bukan, bukan! Bukan bunga yang kubawa untuknya, enak saja!
Aku tidak membawa satu pun barang yang dapat memikat hatinya, selain bualan-bualan kosong yang menyenangkan untuknya.
–
Simpang Jalan
Pernahkah kau membayangkan dirimu yang terlelap menantikan hari esok yang cerah, namun terbangun dan melihat isi ponselmu yang merobohkan hatimu?
Aku tidak pernah bisa merasakannya. Tapi tolong pahami aku juga, Sayang. Aku terlalu sakit untuk kehilangan cinta pertamaku—sesosok bunga yang mekar di ujung hari itu berakhir layu.
Aku mendapati kehidupanku setelah keluar dari rahimnya. Merajuk pada kehidupan, kemudian menangis karena ditinggalkan.
Aku tidak perlu lagi memikirkanmu, Sayang. Kembalilah pada duniamu yang selalu sama—dengan atau tanpa adanya diriku.
Aku akan menyela di tengah-tengah kebisingan, berharap mendapatkan tempat yang bisa untuk tidak peduli ketika aku menangis.
Kali ini aku benar-benar serius untuk meniadakanmu. Entah besok atau lusa kita akan kembali bersama, tapi rasanya terlalu tidak tahu diri untukku berjumpa lagi denganmu. Bahkan setelah aku menyadari bahwa terlalu sedikit waktu yang kuluangkan untukmu.
_
Mengulang Pertemuan
Kaubilang tidak memahami diriku yang berubah sejak waktu itu. Bahkan kaupikir aku telah memulai kisah baru bersama orang lain. Kupikir itu hanya salah satu ketakutan terbesarmu yang kehilanganku saat kau belum menyiapkan hatimu.
Kalau aku boleh untuk tidak merasa tahu diri, sejujurnya aku masih sama. Aku hanya perlu membiasakan diri untuk kembali menyendiri seperti sediakala, bahkan setelah bungaku yang mekar di ujung hari itu sudah layu.
Sayangnya kau tetap bersikukuh. Merasa yakin pada dirimu yang telah mengenalku sedemikian jauh, sampai-sampai aku tidak bisa lagi untuk berpura-pura tidak peduli padamu.
Entah kau yang gigih atau aku yang terlihat bodoh, sama saja. Kita tetap bertemu meskipun tali yang mengikat hatiku telah kulepaskan.
Satu persatu bongkahan bangunan yang berceceran itu dibangun; satu persatu pertemuan kembali diulang.
Kelebihan kita adalah tidak jatuh cinta lagi sebelum kita benar-benar menyelesaikannya.
–
Mencari Cara yang Lebih Menyenangkan untuk Merayakan Kesia-siaan
Mungkin aku terlalu cepat menyadari kemungkinan yang membuatmu menginginkan sesuatu untuk berbicara tentang orang-orang yang menarik dalam ceritamu—bahkan jika mereka bisa membuatmu berpikir untuk segera berakhir denganku.
Beberapa keputusanku dibuat dengan tergesa-gesa. Sayangnya kau menyetujuinya. Sebelum kita mengulang pertemuan, tidakkah kau menyadari betapa diriku terlalu ceroboh dalam mengendalikan perasaan?
Iya, Sayangku. Kali ini kau benar-benar memenangkan hatiku. Sayangnya kita telah bersepakat pada satu hal: bersiasat membunuh waktu berdua untuk sekadar menumpuk puing kenangan.
Tidakkah ini terlalu sembrono? Apakah kita benar-benar berbuat onar dengan memulai kembali sekaligus memesan tiket untuk pergi?
Singkat saja, kita hanya perlu mencari cara yang lebih menyenangkan untuk merayakan kesia-siaan.
_
Satu Hari
Aku pernah membayangkan bagaimana kita memusatkan seluruh waktu untuk satu hari yang penuh.
Bahkan jika kita kehilangan kemampuan untuk bercakap-cakap, aku hanya perlu satu hari itu dalam mencari alasan untuk menunda perpisahan.
Mungkin setelah itu kau akan terlalu cepat menyadari keinginanku yang sengaja dibuat-buat: cerita masa kecil, harapan, buku-buku, atau kuda pacu di desa-desa khayalan.
Sampai di ujung hari, kita akan bertepuk tangan atas berakhirnya dunia. Perasaan yang menggebu berubah menjadi cinta-cinta yang tertunduk lesu.
Kita akan menertawakan hal-hal bodoh begini, sebelum kita tersadar barangkali besok kita tidak punya alasan lagi untuk menyepakati pertemuan.
*****
Editor: Moch Aldy MA
keren kak