dari pawitra ke getir kombucha
setelah mengalami siang yang malu-malu
awan berhambur merayakan kegelisahan
kadang dibiarkan sinar matahari menyentuh kulit pejalan
lebih banyak menutup menjadi mendung gulita,
dua warna
aku disucikan di suluk kesendirian
memutihkan memori-memori amarah
menepi menuju rumah tempat orang melakukan shavasana
dari hening gebyok kayu dan hamparan ritmis padi dipelintir udara
kadang juga kura-kura gerak-geriknya memutar kolam pawitra
teman orang-orang menebus dosa kesendirian
meditasi menjauh dari dunia yang semakin liar
merasakan suara yang sepi, melebur rasa bersalah
kemudian hari,
diselesaikan dingin segelas kombucha
getir menjalar liang mulut
mencoba mengubah nasib dari waktu
berjalan cepat, bagai pisau
yang menyayat usia manusia
(Sewon, 5 Oktober 2022)
–
senandika americano
menuju utara, menemui suar lampu kota
memuntahkan ide di bawah redup siang
ledakan dari dalam semakin tak terhindar
singgah di tempat tuhan dan bertanya
“di mana menemui cahaya-cahaya jatuh?”
lalu menepi di sudut kaca-kaca
mencari teman duduk paling setia
dan lagi ada warga dunia yang kering,
jauh dari puisi
semesta memang kadang keterlaluan dan sebegitunya
cukup bagiku es americano
yang turut menuntun jalan
selamatlah aku hari ini
setidaknya waktu menjadi milikku
perjalanan diri
dihantam badai sunyi bertubi
aku yang terus menanyakan
akal sehat manusia
(Bantul, 7 Oktober 2022)
–
ka, phi hingga robusta pagi
permainan pagi ka dan phi
kecil merengek minta kasian
nangis berseteru
memperjuangkan miliknya
reda senyumnya dihapus selepas hujan
hanya saja aku
dilumat sunyi
dibimbing mereka
cara bahagia
dengan perjuangan airmata
dihibur kisah-kisah tanya
sementara waktu,
ceria dewasa
seringkali memikul kesendirian
lelah seorang diri
menanggung beban umur
bertahan dari pertanyaan
kemudian dalam menjalankan pagi
tak selalu dengan kicau burung
kalau tidurmu kacau
itu perlu doa sebuah robusta
ah, lupakan
kepala memang terbuat,
dari baling-baling
ada-ada saja maunya
(Bantul, 9 Oktober 2022)
–
kopi susu di hari yang tawar
nyanyian bulir-bulir gerimis
jatuh di sekeliling alur bicara
di bawah teritis yang tertutup,
pada tirai-tirai bambu
bersama dan mereka disibukan
pekerjaan tipu-tipu
nyaman terkadang
duduk tak ke mana
dirundung mendung
damai berteman daun basah
di antara tiup angin yang mendesah
kadang juga ketawa kecil
selebihnya tegang
mengembara pikiran
tetap bertumbuh
menjalar di kehidupan kota
menyalakan kata-kata
membakarnya sampai sore
kopi susu yang lalu
tak mengubah luas langit
dan tetap kelabu
saujana masih saja kabut putih
maka cukupkanlah hari ini
semesta perasaan tanpa rasa
(Sorowajan, 10 Oktober 2022)
–
wedang uwuh: dalam kosakata waktu
teruntuk sesuatu yang berjalan
berdenyut di antara benda dan makhluk
alam selalu menerjemahkan kerinduan
pada katalog hujan, serangga, dan katak kolam
pencarian waktu sudah tiba
bagi bijak-bestari menggelar sepi
menemui tetes kehidupan
membasahi diredup gelap hatinya
barangkali genangan jalan
yang diterjang pijar pengendara
ditepikan dalam hangat
segelas wedang uwuh
sebelum temui sunyi bersamanya
kala memuat nama
raya dan semesta kecil
sebelum kita hancur
lenyap dan senyap
hadir penuh dengannya
membuat kita mengada
(Bantul, 12 Oktober 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA