Ekstaselogi
Kematian bangkit dari jendela,
Menciumi setiap bangku, taman, dan waktu
Hening bermula dari sendi dan lumbung padi
Bukankah pulang adalah jalan paling abadi?
Ada detak yang tak sampai ke hati,
Pun kilau yang tak tumpah ke bumi
Derap langkah meninggi
Doa-doa berkilatan di dinding api
Naiklah ke puncak para nabi,
Khidir dan Musa menunggu di tepi
Di depan pintu, sebelum kelokan ke arah waktu
Tujuh bidadari melempar wangi
Jibril mengalungkan puisi
Denting doa beralun sepanjang nurani
Cahaya jumpalitan,
Berkilauan di langit-langit
Menembus ruh
Membakar nafsu
Kautsar beriak
Puji-pujian menggelombang
Membuncah,
Tumpah ke dada
Alastu birabbikum, qaalu balaa syahidnaa.
(2024)
–
Asmaraloka
Aku memilih jatuh sedalam mungkin, pada detak, pada kilau
Kepada engkau yang aku sebut sebagai jalan paling panjang, sebagai jalan untuk pulang
Hujan belum benar-benar usai dari kemarin,
Alir doa, riak hujan, dan kilatan cahaya jatuh di wajahmu
Berpendar, hinggap
Bertebaran di bangku-bangku waktu
Aku memilih jatuh sedalam mungkin, kepada engkau yang menghidupkan kembali, doa-doa paling panjang, doa-doa paling karam
Dan perkara kasih sayang, adalah alir paling tenang.
(2024)
–
Jalan Pulang
Dahan pohon berayun, ditiup angin
Hujan turun menjelma huruf
Dikawal Jibril,
Bermandikan cahaya
Muhammad bergeming antara alif dan hamzah
Bacalah,
Bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan!
Ia pulang ke peluk Khadijah
Menimba ketenangan
Dalam getir rindu dan
Geming doa yang padu
Ayat-ayat tak henti-henti dirapal
Dalam bimbang dan ngilu
Bukankah telah datang;
Jalan pulang paling terang?
(2024)
–
Puncak
Hujan tak turun lagi
Detak menjadi nadi,
Tulang-tulang remuk api
Musa menjemput wangi
Elia turun membelah sunyi
Ruh yang mana, riuh yang mana
Sementara, di bawah Nun
Puan merangkum nyala
Tiupkan doa
Naik meninggi ke langit
Mencipta bulan
Gugurkan bintang-gemintang
Cahaya tumpah ruah
Berkilauan sepanjang atap rumah
Menandingi lampu kota-kota
Dari arah timur, angin berembus pelan
Menelusup pada jiwa-jiwa
Meneguhkan dada
Naiklah,
Ke bukit-bukit makrifat
Ke puncak hakikat
(2024)
–
Kepada Engkau
Sebagai sebuah isyarat bagi hening yang tercipta
Sebagaimana ruhku dan ruhmu
Adalah sepasang bulan yang membayang
Teduh dan tenang
(2024)
*****