Kata-kata dan Vas Bunga dan Puisi Lainnya

Putian

2 min read

Pabrik Label Harga Tutup Oprasional

mereka bilang
berikan padanya ratusan ribu!
putus sekolah
dan terlalu muda

mereka bilang
berikan padanya selayaknya
saja! sudah pernah
jangan lupa tanpa pesta

mereka bilang
berikan padanya puluhan
juta atau yang diminta!
tak apa, memang pantas
kau tahu kan
pendidikannya
orang tuanya

mereka bilang
berikan padanya beberapa juta!
baik tapi biasa saja
tak ada yang istimewa

begitulah cara kerjanya
pabrik label harga
mereka tempeli bahu-bahu
label harga bernampan
podium kepantasan

bahu-bahu
yang bangun
merangkul bahu
dan tak mau tahu lagi

mimpi mereka adalah mimpiku
sederhana
satu per satu label harga
tanggal dari bahunya
dan bahuku

suatu hari di ujung pagi
di jalan area industri patriarki
kulihat sebuah sepanduk
bertuliskan,

“PABRIK LABEL HARGA
TUTUP OPRASIONAL!”

(Yogyakarta, 2022)

Kata-kata dan Vas Bunga

“Saat itu, aku tidak berharap apa-apa lagi.”

kata-kata telah jatuh sia-sia
perkara ini bukanlah misteri
kuping-kuping mengatup
padahal belum waktunya tidur
di atas meja yang kehijauan
lembaran pisau-pisau berkarat
mata jarum tertutup, benang kian kusut
kata-kata dijatuhkan pada vas bunga

Ia datang pada meja makan

“di mana kursi yang merangkul duka?”
tanyanya

di atas meja hanya ada vas bunga
sedang dibasuh petuah yang lazim

“tidak akan pula jadi semula,
maka jangan berulah cela
sampai-sampai kena noda.
Sekali ternoda takkan sirna diseka!”

pada muka vas bunga ia berucap mantra
“ini diriku bukan vas bunga mereka!” 

(Yogyakarta, 2022)

Cermin dan Hantu Muka Rata

di mana aku bisa menemukan aku?

Ia memaku dirinya di muka cermin
wajah anak tetangga bertopeng wajahnya
cermin berkata: lepaskan topeng itu!
maka, tak ada aral mencegah
kehilangan dan pencarian
menyertainya

Pukul 06.30
ia memaku dirinya di muka cermin
cermin menayangkan iklan krim bersinar
Ia pergi
lalu kembali membawa apa-apa yang
diminta cermin, tapi cermin menayangkan
iklan obat diet tadi siang.
Ia memaku dirinya di muka cermin
menunggu cermin memahat wajahnya.

Jari-jari malam
menyibak bulan yang telah terisi penuh
cermin meminta persembahan
seperti kesenangan mencabuti
luka yang mengering
ia memberi mata, pipi, hidung, bibir, leher
dan sisanya

Matahari bergelinding ke sana ke mari
pudar, biru, kuning, jingga, pekat
ia tak melihat wajah siapapun di sana
cermin berkata: kau adalah hantu bermuka rata
pergi carilah mukamu di wajah-wajah mereka!
seolah wajah-wajah lain
mencuri habis wajahnya

hantu bermuka rata itu
melototi layar-layar yang
tak pernah redup

terlalu banyak, yang mana—
yang seharusnya menjadi wajahku

hantu bermuka rata itu
tak menemukan apa-apa,
ia memaku dirinya di muka cermin

kau pembohong tidak ada wajahku
pada wajah mereka, kembalikan wajahku!

seketika cermin itu retak
di sepanjang retakannya ia temukan
mata, pipi, hidung, bibir, lehernya … semuanya.

Ia lalu berkata:
aku menemukan diriku utuh!

(Yogyakarta, 2023)

Buah Senyum Ibu

buah senyum ibu jatuh berserakan di pekarangan rindu
yang telah matang adalah kasih sayang, rela
apa yang jinak adalah marah, kecewa, tidak

buah senyum ibu sekelebat bintang jatuh
apa yang tak tercermin adalah lelahnya
apa yang tak usai adalah mimpinya

buah senyum ibu yang manis, yang pahit, yang asin
yang kecut, yang hambar, jadilah teduh
diatapinya semua tanggungan penghuni rumah
di dindinginya segala tabiat penghuni rumah

buah senyum ibu karang setegar aku
menerjang ombak tiada bertekuk
buah senyum ibu adalah murah yang tak tertebus
ringan yang tak terpanggul

(Yogyakarta, 2020)

Halaman Belakang Lepau

Begitu suara air tercerai-berai
dari halaman belakang lepau
bara percikkan merah lebam
uap dandang belaian ibu
gerutu kini telah bisu
bunga piring seng tak lagi mekar
jangkrik rebutan ulat tanah
dilahap tikus—
belum sempat rindunya
belaian ilalang

(Yogyakarta, 2020)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Putian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email