Hari-Hari yang Menjadi Gelap
Hari-hari menjadi gelap dan kita dipaksa menikmatinya. Sebuah lonceng atau ikan bandeng dimasak ketika aku positif. Dan ayah kehilangan indera penciuman meski balapan akhirnya diselenggarakan. Lalu ibu khawatir kehilangan minyak dan hujan turun.
Hari-hari menjadi gelap dan kita dipaksa menerangkannya. Sebuah komputer menyala semalaman, internet tiba-tiba putus dan aku tak berhasil mengunduh cintamu 100% sebab kasih sayangmu ternyata tidak sepenuhnya merata.
Cinta adalah bahaya yang lekas sepenuhnya jadi bahaya.
–
Hari-Hari Biasa
Dinding rumah bersuara riuh rendah dalam tiga babak:
kelahiran,
pernikahan,
dan kematian
Sisa daripada itu
hanyalah kesunyian
dan kecemasan yang biasa.
–
Bendera
Kita pernah menanam
bendera di halaman rumah
melihatnya bersanding dengan terik matahari
sambil menyemai harapan, meskipun kita
mengerti mimpi itu mungkin
akan terjadi setelah kita mati
tapi kita tak pernah takut mati
ia adalah harga, dari sebuah
kemerdekaan yang ditulis
di gerbong-gerbong kereta.
Hari ini, masih perlukah kita terus
merayakan sesuatu ketika
banyak orang kehilangan,
kelaparan dan mulut-mulut dipenjara
apakah kemerdekaan perlu kita rebut kembali?
dari baliho-baliho yang tak tahu diri
dari apa-apa yang membuat bendera berhenti berkibar.
Hari ini, arti kemerdekaan, mungkin seperti
lomba makan kerupuk pakai masker
kita seolah-olah merayakan kemerdekaan,
tanpa tahu pasti;
inikah kemerdekaan?
–
Rahasia Dokter
Dalam jubahnya yang putih, ia menyimpan
cerita tentang orang sakit, tentang
orang-orang yang benar-benar sakit
Kata-katanya keluar bak harum ruangan rumah sakit
menenangkan jika itu kabar baik
menegangkan jika itu tidak menenangkan
ia menyimpan rahasia orang, tapi
di mana ia akan menyimpan rahasianya sendiri?
Sedang kantongnya yang banyak itu, tak bisa
menyembunyikan apa-apa yang
ia ingin sembunyikan
seperti rahasia yang diungkapkan
dengan kesunyian kata
pasien kepada dirinya, kemarin.
–
Trauma
Bulir darah pelan, sekelabat yang pernah dilalui
Bergidik dan muka jadi agak masam
Ingat sepintas lalu, kejadian yang tak ingin diingat
Memaksa untuk ingat, dan berpikir “kenapa kulakukan itu?”
Sedang bercak tragedi telah menapak di tubuh, menjadi tumor yang enggan lepas. Di kepala semuanya dipaksa untuk dipertontonkan, yang itu lagi. Setiap detik, setiap nafas, dan bulir darah yang melambat pelan-pelan, menjadi lebih terasa, dan berulang kali daripada hari di mana kejadian itu terjadi.
Tuhan, bagaimana cara membunuh trauma?
Apakah itu tugas malaikat-Mu di sisi bahu ini?