Setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya. Ungkapan klise tersebut bisa memberikan ketenangan kepada Presiden Jokowi. Waktu menuju tahun 2024 semakin cepat melaju, tahta RI satu akan segera diganti orang baru. Pada saat tiba waktunya nanti, Presiden Jokowi telah genap sepuluh tahun memimpin republik ini. Sepuluh tahun adalah periode maksimal yang diperkenankan untuk menjabat. Walaupun tentu ada saja godaan untuk memperpanjangnya dengan berbagai cara, untungnya Presiden Jokowi tak tergoda, betapa pun besarnya keinginan yang ada di hatinya.
Tidak perlu risau, Pak Presiden, setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Masa Bapak akan segera menuju penghabisan, dan diganti orang baru.
Presiden Jokowi, suka atau tidak suka, merupakan salah satu tokoh politik terhebat di Indonesia. Karier politiknya dimulai sebagai Wali Kota Solo, kemudian terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan puncaknya menjadi RI 1, Presiden Republik Indonesia. Walaupun bukan yang terbaik tentu saja, sejarah akan mencatat Jokowi sebagai presiden yang menakhodai bahtera republik ini mengarungi berbagai problematika pelik. Bravo, Pak Presiden.
Baca juga:
Sayonara, Bapak Presiden
Pada 2024 mendatang, dua periode jabatan Presiden Jokowi akan genap sepuluh tahun. Hal ini menjadi penanda kekuasaan akan berpindah tangan. Sepuluh tahun, kiranya cukup untuk memberikan kesempatan kepada Presiden Jokowi dalam memimpin negeri.
Dalam wawancaranya dengan The Economist, Presiden Jokowi mengatakan akan kembali ke kampung halamannya di Solo sebagai rakyat biasa setelah merampungkan jabatannya. Sebuah kebijaksanaan yang memang sudah selazimnya demikian, di mana presiden yang usai menjabat idealnya muncul sebagai seorang negarawan.
Pernyataan Jokowi dalam wawancara tersebut membuat kita bersama-sama mengucapkan “Sayonara, Bapak Presiden. Selamat tinggal, Pak”. Ucapan ini diiringi oleh beribu terima kasih kepada Jokowi yang baru usai memimpin Indonesia, dalam jerih payah dan tanggung jawabnya. Para pecinta dan pembenci sekali pun, akan angkat topi dengan kenegarawanan Jokowi, dalam perjalanan pulangnya ke kampung halaman tercinta. Namun, bayangan akan kenegarawanan Sang Presiden buyar sesaat setelah muncul pernyataan dari dirinya, bahwa ia akan cawe-cawe di Pilpres 2024.
Ketidakpercayaan Diri Pak Jokowi
Dalam salah satu pernyataannya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa dirinya akan cawe-cawe di Pilpres 2024. Cawe-cawe sendiri dapat diartikan sebagai intervensi atau turut campur dalam berjalannya Pilpres 2024. Hal ini mengindikasikan adanya semacam hasrat dan ambisi politik yang belum usai dari Jokowi. Oleh karenanya, tidak salah apabila kita bertanya: Ada apa, Pak Presiden? Mengapa harus cawe-cawe?
Kita terlalu terlena diterbangkan pada angan-angan kenegarawanan Jokowi, tanpa menyadari bahwa dirinya adalah seorang politisi. Jokowi sebagai politisi tentu berkepentingan untuk mengamankan siapa yang akan menjadi penerusnya kelak. Terlebih dengan atribusi partai yang melekat pada dirinya, membuat Jokowi terikat pada pragmatisme semu. Cawe-cawe yang diungkapkan Jokowi, tentu akan dibaca dengan beragam tafsiran. Namun, penafsiran yang paling logis adalah tadi, yaitu untuk memastikan siapa yang akan terpilih sebagai penerusnya kelak.
Baca juga:
Cawe-cawe politik ini biasa terjadi, terlebih saat masa transisi kepemimpinan. Misalnya saja di Amerika Serikat, bagaimana Presiden Dwight D. Eisenhower melakukan cawe-cawe agar wakilnya Richard Nixon bisa terpilih pada Pilpres Amerika 1960. Kemudian George W. Bush yang bercawe-cawe ria untuk mendukung capres Partai Republik John McCain dalam Pilpres 2008. Jadi dapat disimpulkan bahwa cawe-cawe ini adalah usaha untuk mendukung calon-calon yang memiliki afiliasi politik dengan sang presiden, juga sebagai jaminan diteruskannya program-program kerja presiden oleh penggantinya.
Jokowi tentu punya pilihan di Pilpres 2024. Siapa pun tidak bisa melarang pilihan itu, sebab merupakan bagian dari demokrasi. Namun, cawe-cawe yang diutarakan Jokowi secara gamblang ini menunjukkan kerisauan dan kekhawatirannya yang nyata. Pak Jokowi sedang berada pada fase enggak pede. Jokowi resah kalau Pilpres 2024 dimenangkan oleh orang yang berseberangan secara politik dengannya. Kemenangan lawan politiknya ini membuat Jokowi takut program-program kerjanya dibabat habis, dan legacy-nya berkurang.
Jokowi khawatir bernasib seperti mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, yang banyak kebijakannya didelegitimasi oleh plt Heru Budi Hartono. Saya melihat Pak Jokowi ini bagaikan orang yang akan tenggelam ke dasar sungai, yang sebisa mungkin meraih apa pun di sekitarnya supaya dirinya tidak tenggelam, bahkan reranting pohon sekali pun. Pak Jokowi tidak percaya akan kemampuan berenangnya sendiri, sehingga perlu ranting pohon untuk menyelamatkannya.
Pak Jokowi tidak percaya diri akan kebijakan-kebijakannya serta integritasnya sebagai pemimpin, oleh karenanya ia merasa perlu untuk melakukan cawe-cawe. Sayang sekali, Pak Presiden, cawe-cawe yang Bapak utarakan dengan gamblang adalah bukti ketidakpercayaan diri.
Editor: Prihandini N