Perempuan itu membuka lemarinya. Ia tersenyum. Di antara pakaian mahal dan perhiasannya, ada yang paling berharga selain menjaga rahasia di dalam dirinya. “Kau santun berada di sana. Memuja pakaian saya. Menyembah barang berharga saya. Kau, jangan keluar, biarlah saya terkejut setiap membukanya.” Hari ini, ia mulai bekerja di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Dengan seragam merahnya, bibir merahnya, wajah meronanya, ia siap menjelajahi ruang di tempat ia bekerja. Sesungguhnya, ia tak benar-benar bekerja sebagai karyawan. Ia hanya ingin memeriksa kondisi para lelaki yang berada di sana. Seberapa banyak dan besar baik atau buruk di antara mereka. Prosedur yang dilakukan ialah menguji mereka dengan perempuan. Dengan dirinya sendiri.
Mengapa diuji dengan perempuan? Menurutnya, perempuan adalah makhluk paling berharga sekaligus berbahaya bagi kaum lelaki. Perempuan juga dianggap sebagai makhluk yang patut dilindungi, disejajarkan, bukan dilecehkan dan ditindas. Beragam perspektif tentang perempuan, maka perempuan bisa menjadi malapetaka atau malah anugerah. Lalu, kenapa mereka harus diuji? Perempuan ini ditakdirkan untuk memberantas lelaki biadab. Hanya itu takdirnya. Tidak kurang atau lebih.
***
“Saya Mira.”
Para karyawan semringah menyambut kehadiran Mira. Pada hari itu juga, suasana kantor berubah. Hampir setiap lelaki yang telah beristri atau bujang berusaha menggoda Mira. Ia memang perempuan paling cantik yang pernah para lelaki lihat. Kecantikannya tak tertandingi. Selain itu, Mira juga selalu bersikap ramah dan menyenangkan. Berpendidikan dan memiliki wawasan luas. Lengkap sudah kesempurnaanya.
Setelah mengamati dari jarak jauh, Mira mendapati beberapa lelaki yang teramat biadab. Tanpa bercakap-cakap terlebih dahulu, Mira bisa membaca setiap watak lelaki yang ada di kantor tersebut. Mira bisa melakukan apa saja. Ia bukan manusia pada umumnya. Dari sebagian lelaki biadab, terdapat tiga lelaki paling biadab dari yang biadab. Mira telah mencatat tiga biadab itu untuk dibinasakan.
Para target telah beristri dan pandai berselingkuh. Hal tersebut membuat Mira semakin marah. Bagaimana cara mereka memisahkan antara kebutuhan dan keinginan? Apakah istri mereka menyebalkan? Apakah tak ada keterbukaan di antara mereka? Apakah mereka merasa istri mereka sudah tidak sekuat dan segesit dahulu? Apakah bosan? Apakah istri mereka tidak menunaikan tanggung jawabnya? Apakah rasa cinta telah hilang? Apakah mereka selalu ingin menikmati kelamin perempuan perawan? Apakah istri mereka selingkuh lalu mereka balas dendam? Apakah istri mereka sudah tidak mencintai mereka lagi? Apakah istri mereka sudah tidak menginginkan bercinta lagi? Apakah mereka dipertemukan oleh cinta pertamanya yang bukan dengan istrinya? Atau, apa? Ada apa? Mengapa?
Mira sesak napas. Ia selalu histeris setiap memikirkan nasib para istri yang suaminya berselingkuh. Dengan kesekian kalinya, ia mengandalkan waktu untuk mengingat masa lalu dan berkhayal pada masa depan yang tak lazim. Betapa ia merasa malu di hadapan waktu. Dalam lorong hidupnya, waktu berhamburan menertawakan. Dalam lorong hidupnya pula, bayang-bayang gelap memerhatikan. Bayang-bayang gelap itu ialah dirinya saat ini. Suram. Kelam. Basah oleh ketidakberdayaan.
Mira selalu ingat, bagaimana keadaan masa kecilnya. Ayah yang pandai berselingkuh. Lalu, ibu memegang teguh untuk tidak akan dimadu. Akhirnya ia meninggal, entah bagaimana sebabnya. Ayahnya bilang kalau ibu bunuh diri. Mira tidak percaya karena setahunya, ibu bukan sosok yang seperti itu.
Pamannya juga berselingkuh. Kakeknya memiliki empat istri. Dalam hidup Mira, ia hanya mengenal bahwa lelaki pasti ingin memiliki banyak perempuan untuk dirusak dan kondisi tersebut tidak akan berhenti di sepanjang hidup mereka.
Dan, yang paling menyakitkan, Mira pernah dimadu oleh suaminya. Sejak malam pertama mereka, sejak itu pula, Mira harus menerima keinginan suaminya untuk menikah lagi. Kesedihan tersebut bermula ketika Mira tidak mengeluarkan darah saat di malam pertama. Suaminya langsung menendang tubuh Mira. Pedahal beragam jenis sumpah telah Mira yakinkan bahwa ia belum pernah bercinta sebelumnya. Ia menyesali salah satu kehormatannya diambil oleh lelaki biadab seperti itu. Hatinya runtuh. Pendiriannya untuk patuh pada suami menjadi rubuh.
Namun, beberapa tahun kemudian, ada titik terang dalam lorong hidup Mira. Terang yang jauh dan nyaris kasat mata. Segerombolan makhluk berjubah hitam menghampirinya. Mira panik. Siapa mereka?
“Kami datang untuk membantu Tuan Mira. Kami berasal dari Tanah Darah. Jika Tuan Mira bersedia, akan kami jadikan Tuan sebagai makhluk paling sempurna dan berbahaya untuk membunuh para lelaki biadab.”
“Benarkah saya bisa menjadi demikian hebat?” wajah Mira berseri-seri.
“Tentu saja! Tapi ada konsekuensinya. Tuan akan jadi pemberantas para lelaki biadab, tapi Tuan tidak akam bisa mendapatkan lelaki baik untuk hidup bersama. Hidup Tuan hanya mengabdi pada pemberantasan lelaki biadab.”
“Baiklah, saya terima!” Mira menjawab dengan percaya diri.
Ia sangat yakin, tidak akan ada lelaki baik, barangkali hanya ada lelaki tidak terlalu biadab. Mira juga sudah tidak menginginkan untuk hidup bersama lelaki. Mira hanya ingin melawan mereka semua. Sebelum segerombolan makhluk berjubah hitam pergi, salah satu dari mereka memberikan sesuatu kepada Mira. Sesuatu yang telah Mira jaga selama hidupnya. Sesuatu yang menguatkan Mira. Akhirnya, harapan tentang masa depan yang tak lazim akan segera tiba.
***
Target 1
Bernama Binsew. Seorang hakim, gagah dan kaya. Berpendidikan tinggi. Pandai bersilat lidah. Dituding partriakis dan misoginis. Ia pernah membuat pernyataan kontroversial bahwa perlu ada tes keperawanan sebelum menikah karena perempuan tidak perawan adalah penyebab utama dari perceraian. Ia sedang tidak berselingkuh, namun beberapa tahun silam, ia pernah berselingkuh dengan beberapa perempuan. Tidak ada yang tahu. Memang tidak boleh ada yang tahu karena Binsew adalah bintang yang membantu para pasangan mengokohkan rumah tangga mereka dan membantu para pasangan yang ingin bercerai secara baik-baik.
Mira geli membaca kehidupan Binsew. Rasanya ingin segera mencekik lehernya hingga mati, tapi tidak seru jika hanya seperti itu. Perlu ada permainan. Rasa sakit perlahan-lahan. Ketersiksaan yang dalam. Agar puas. Mira mulai beraksi. Dengan tubuh dan pesonanya, ia pamerkan segalanya kepada Binsew.
“Saya dari keluarga yang menganut adat Jawa. Saya diajarkan untuk memiliki tata krama yang baik dan bermoral. Jadi, selama ini, saya benar-benar menjaga segala kehormatan saya.” Jawab Mira ketika ditanya Binsew mengenai dirinya sendiri di sebuah tempat makan di samping kantornya.
“Berarti kamu masih perawan, dong?”
“Jelas masih perawan, pak. Saya saja belum pernah berpacaran.”
“Apa kamu yakin masih perawan? Kamu kan cantik. Pasti banyak yang menggoda.” Kedua mata Binsew tampak seperti ingin melahap Mira dengan segera.
“Bapak tidak percaya, ya? Bagaimana toh supaya percaya?”
“Coba sini saya periksa,” ujar Binsew menggoda.
“Ah, bapak bisa saja bercanda.” Dalam ulu hatinya, Mira merasa mual. Baru sekali beraksi, Binsew sudah terlena masuk kandang.
Namun, setelahnya, ini sudah hari ke tujuh menguji Binsew. Malam ini juga harus dituntaskan karena Mira hanya punya 10 hari untuk menghancurkan lelaki biadab. Jika lewat dari itu, targetnya tidak bisa dihancurkan dengan cara apa pun. Itu peraturan dari Tanah Merah.
Nampaknya, Mira berhasrat untuk membinasakan tiga target sekaligus dalam satu waktu. Ini tantangan yang menakjubkan. Selama ini Mira hanya beraksi untuk satu target dalam 10 hari. Mira ingin meningkatkan prestasi dalam sejarah hidupnya yang sangat bergairah.
Target 2
Bernama Mocw. Seorang pelindung rakyat. Ia membuat sebuah peraturan bahwa jika seorang perempuan ingin menjadi pelindung rakyat, harus mengikuti tes keperawanan. Apakah untuk melindungi rakyat harus menjadi perawan? Apakah perempuan tidak perawan berarti perempuan jahat?
Tes keperawanan yang menyakitkan, memalukan dan traumatis. Perempuan harus berbaring dengan kaki seperti akan melahirkan. Seorang memeriksa, apakah harta karun itu sudah dirampas atau belum. Dengan dua jari yang masuk ke liang rahim, dua jari itu berjalan-jalan, menggetarkan. Memalukan. Menusuk perasaan.
Manusia terlalu membesarkan urusan keperawanan, bagaimana dengan keperjakaan? Tak ada tes keperjakaan. Lelaki hidup lebih tenang dan sejahtera. Masa depan lelaki akan lebih bahagia. Kebaikan lelaki akan dengan utuh terpampang nyata. Lelaki akan lebih bebas berulah dan menindas perempuan.
Belum lagi soal korban pemerkosaan. Bagaimana para pelindung rakyat berhadapan dengan korban pemerkosaan. Mira pernah menjumpai kasus yang memilukan. Seorang perempuan melaporkan kesakitannya di kantor pelindung rakyat. Tapi, di sana, perempuan itu tidak dilindungi melainkan ditindas.
Perempuan itu histeris!
Setiap ditanyai bagaimana ia diperkosa, ia histeris lalu pingsan. Berkali-kali. Betapa perempuan itu terlalu sakit jika menceritakan kembali. Awalnya perempuan itu diajak mantan pacarnya bertemu setelah tiga tahun putus hubungan. Sebelum dibius, perempuan itu berkeliling menuju lorong kesakitan yang gelap dan sesak. Perempuan malang yang tak punya firasat akan merasakan penderitaan. Setelah dibius, perempuan itu dibawa ke hotel untuk diperkosa. Mantan pacar yang kepalang dendam karena semasa pacaran mereka dulu, perempuan itu menolak untuk diajak bercinta.
Apa kamu menikmati saat hubungan seks terjadi?
Apa kamu merasa alat kelaminmu basah? Kalau basah berarti kamu menikmati. Ini bukan perkosaan.
Sudah berapa kali pacaran?
Berapa kali berhubungan seks dengan pelaku atau dengan orang lain?
Kamu sering keluar malam? Dengan siapa? Pakai baju seperti apa?
Para pelindung rakyat bertanya seperti memojokkan. Perempuan itu semakin diintimidasi. Ia pasrah menjawab. Sendirian. Tidak ada yang menolong bahkan para pelindung rakyat itu bukanlah pelindung rakyat. Tidak cocok dengan julukannya. Benar-benar tidak melindungi rakyat. Mereka hanya melindungi kerakusan mereka sendiri dengan cara menerima dana dari keluarga pelaku agar segala berkas dimanipulasi dan pelaku terbebas dari hukuman.
Kemarahan Mira menjadikan para pelindung rakyat, keluarga pelaku yang terlibat dan pelaku mendapat kutukan. Mira telah bermantra sambil memuja barang berharganya yang selalu ia simpan di lemarinya. Mereka semua tidak akan pernah merasakan nikmatnya bercinta lagi seumur hidup. Mereka akan berpura-pura bilang telah puas bercinta kepada pasangan mereka karena malu tidak terangsang sama sekali. Jadi, yang tahu soal ini hanya Mira dan kerahasiaan mereka.
“Nikmatilah hidup kalian yang hampa!” kemarahan Mira tercurahkan.
Mira juga sakit. Menyaksikan nasib perempuan itu yang mengerikan. Hidupnya dihantui oleh kebisingan awak media tentang kehidupannya yang dilebih-lebihkan dan penuh kebohongan. Mira tidak bisa membantu apa-apa. Ia hanya bisa menyakiti lelaki biadab tapi tidak bisa menyelamatkan perempuan. Maka Mira berdoa untuk kebaikan perempuan itu, entah Mira berdoa kepada siapa, namun doanya tulus.
Dengan bertemu Mocw, Mira tidak percaya lagi pada para pelindung rakyat. Mocw yang juga ikut menangani kasus perempuan itu, tak mendapat kutukan. Mira akan memberinya hadiah paling menyakitkan untuknya. Mira berlegok memamerkan lekak-lekuk tubuhnya di hadapan Mocw hingga sampailah mereka di tempat tidur. Berdua.
Apakah hadiah itu?
Mohon tahan sebentar. Mari tengok target ke tiga terlebih dahulu. Narator akan menggencarkan hadiah untuk para target secara bersamaan!
Target 3
Bernama Arow. Seorang pendakwah dari salah satu agama monoteisme yang paling bungsu. Memiliki rambut panjang di dagunya. Mira melihat cahaya bergelayutan di rambut-rambut dagunya. Matanya terang. Wajahnya lembut. Arow adalah sosok yang terkenal. Ia memiliki sekolah yang mengajarkan tentang bagaimana beragama. Ia berlaku baik kepada semua orang, kecuali istri-istrinya (karena dua istrinya sakit hati). Hal yang baru saja terungkap, bahwa ia telah memiliki tiga istri. Istri pertama dan kedua terkejut. Istri ke tiga tenang karena akhirnya diakui. Pengakuan yang meruntuhkan hati banyak orang. Apalah guna pengakuan kalau menjadi demikian menyakitkan? Kepatuhan dan kesetiaan bagi istri pertama menghasilkan suami yang bersedia membagi setia pada perempuan lain. “Saya menundukkan kepala, bukan berarti patuh atau takut. Saya hanya heran, beginikah hidup penuh cahaya? Patuh pada ketidakadilan dan takut pada hal membingungkan. Sedangkan saya berbeda. Tanah Merah menjanjikan kepuasan jiwa.”.
Arow datang ke kantor Mira karena istri pertamanya seperti ingin menggugat cerai namun dihalangi oleh Arow. Ia meyakinkan istrinya dengan dalih-dalih yang menyejukkan hati (sebenarnya seperti menakuti). Istrinya luluh dan bertahan dengan kondisi rumah tangganya yang ambruk. Mau bagaimana lagi? Istrinya dituntut untuk tidak boleh egois dan serakah karena mementingkan diri sendiri. Ia juga harus memikirkan nasib istri kedua dan ketiga, memikirkan jama’ah suaminya, dan tentu harus memikirkan nasib anak-anak dan keluarga besarnya. Kalau ia bercerai, artinya banyak yang akan dikorbankan. Sedangkan jika ia bertahan, ia hanya mengorbankan perasaannya.
Mira gusar. Perasaannya semakin berapi. Pekerjaan ajaibnya selama betahun-tahun ini semakin membentuk diri Mira yang sangat membenci lelaki. Tanpa ampun.
Namun ada yang berbeda dari sosok Arow. Ia sebenarnya sangat baik kepada semua orang. Apalagi ia sangat berbakti kepada ibunya. Perjuangannya dalam mengokohkan dan menyebarkan keyakinan mengenal Tuhan-nya sangat kuat. Semua orang patuh padanya, tapi Arow menjadikan dirinya patuh hanya pada Tuhan-nya. Hampir setiap malam ia menangis sambil menyebut nama Tuhan-nya. Tidak pernah Mira sampai begini heran.
Awalnya, Mira berasumsi bahwa Arow adalah lelaki biadab karena ia menyalahgunakan agama untuk berpoligami. Namun kini, Mira tampak tersentuh. Tapi pikiran Mira telah dikontrol oleh Tanah Merah. Mira tidak bisa goyah. Maka ia tetap menjalankan misinya.
***
Mira berhasil mengajak Binsew bercinta di hari ke tujuh. Mira juga berhasil mengajak Mocw bercinta di hari ke delapan. Tapi itu bukan hadiah sesungguhnya. Sebelum bercinta, Mira telah menekankan kembali kepada kedua target bahwa ia masih perawan. Masih suci. Masih rapat. Belum terjamah. Memang benar, Mira selalu menjadi perempuan yang perawan. Sebelum ia bercinta dengan siapapun, ia akan menggunakan barang berharganya yang selalu ia jaga itu untuk dimasukkan ke dalam rahimnya. Lalu Mira bermantra. Jadilah ia kembang perawan. Mira memiliki rahim yang kuat, elastis, gesit. Semua lelaki akan merasakan kepuasan tak terkira jika bercinta dengannya. Tapi anda pasti tahu mitos ini, jika bercinta dengan perempuan perawan, otomatis ada darah yang keluar. Biasanya masyarakat menyebutnya sebagai darah kehormatan atau darah suci. Tentu saja, Binsew dan Mocw mendapatkan darah kehormatan itu saat bercinta dengan Mira. Tapi di sini, agak lain, darah kehormatan itu sebenarnya berasal dari kelamin laki-laki. Berasal dari kelamin Binsew dan Mocw. Darah yang disebut sebagai darah kehormatan itu sebenarnya adalah darah penyakit. Mira telah memasukkan suatu penyakit berbahaya ke dalam kelamin lelaki yang telah bercinta dengannya. Inilah hadiah menyakitkan untuk mereka.
Dalam hitungan hari, kedua target akan merasakan perih yang tak tertahankan di kelamin mereka. Namun mereka sedikit terbayang-bayang kenikmatan bercinta dengan Mira yang begitu bergairah dan memuaskan sampai tidak menginginkan bercinta dengan istri-istri mereka lagi atau dengan perempuan mana pun lagi. Tak ada yang bisa menandingi kehebatan Mira dalam bercinta.
Penyakit tersebut perlahan-lahan merusaki seluruh tubuh. Menjalar ke kaki, badan hingga kepala. Sepanjang malam, badan mereka akan menggigil kedinginan dengan kepala yang panas. Semua dokter terheran-heran apa yang terjadi. Tak ada dokter yang mampu mengindetifikasikan penyakit tersebut. Hingga nanti, satu tahun penderitaan, mereka akan pergi ke neraka. Tak ada tempat istimewa lagi. Para lelaki biadab. Begitulah keinginan Mira.
Omong-omong, apakah anda penasaran barang apa yang selalu Mira simpan di lemarinya? Barang yang diberikan oleh penghuni Tanah Merah. Barang yang selalu mengagetkan dan menguatkan Mira. Menjadikan Mira bisa memuaskan para lelaki biadab dengan kebinasaan yang mengenaskan. Sebaiknya anda tidak perlu terlalu penasaran. Karena tidak segala hal harus narator ceritakan.
***
Lalu bagaimana dengan target ketiga?
Mira telah berusaha. Ia berubah menjadi perempuan yang kelihatan sangat beragama. Berkerudung panjang dengan baju hitam panjang yang sampai mampu menyapu jalanan. Ia mengikuti kajian rutin yang dipimpin oleh Arow. Tapi Arow selalu mengabaikan Mira. Bahkan Arow sama sekali tidak tertarik menatapnya.
Hingga suatu ketika, setelah kajian berakhir, Arow mendatangi Mira namun dengan tatapan kesal yang tajam. Mulutnya komat-kamit sambil memegang kitab suci. “Pergilah dari sini! Jangan ganggu saya dan keluarga saya,” teriak Arow kepada Mira.
Mira kaget.
Arow tetap komat-kamit.
Mira tidak merasakan apa-apa. Ia pikir akan kesakitan jika Arow mengucap mantranya.
“Saya bukan lelaki biadab! Jangan membuat lingkungan ini ternodai!”
“Anda adalah lelaki biadab! Lihatlah kedua istri anda yang sakit hati. Mereka menahan kesedihannya.” Teriak Mira. Arow tetap komat-kamit.
Anda adalah lelaki biadab! Lihatlah kedua istri anda yang sakit hati. Mereka menahan kesedihannya. Anda adalah lelaki biadab! Lihatlah kedua istri anda yang sakit hati. Mereka menahan kesedihannya. Anda adalah lelaki biadab! Lihatlah kedua istri anda yang sakit hati. Mereka menahan kesedihannya…
Sekuat apa pun suara Mira, Arow tidak mendengarkan yang dikatakannya sama sekali. Tidak ada yang mampu mendengarkan Mira. Ia kebingungan, apa yang sedang terjadi? Mira sempat ingin langsung membunuh Arow namun ia merasakan perubahan pada tubuhnya yang semakin pudar dan dunia mundur perlahan-lahan.
Mira hilang.
Tubuhnya lunglai.
Mira ingin pergi ke Tanah Merah. Tapi sialnya, ia tak tahu di mana letaknya. Maka, ia berjalan entah ke mana. Entah sampai kapan.
Bagi Mira, kini waktu adalah hantu. Mereka menggentayangi dan menggerogoti kehidupan Mira. Bukan persoalan hidup atau mati, tapi keyakinan Mira menguatkan dirinya untuk melawan segala hal, melawan lelaki biadab, termasuk melawan waktu (hantu).
Sekali lagi, bukan persoalan apakah ia masih hidup atau telah mati, Mira sendiri pun bisa menghidupkan atau mematikan dirinya sendiri dengan keyakinannya.
Namun, ibunya berusaha menyampaikan sesuatu kepada Mira yang tidak pernah sampai padanya, ibunya berujar berkali-kali di dalam kuburan, dengan suara yang parau …
“Kau hanya belum siap menemui Tuhan.”
*****
Editor: Moch Aldy MA
Sangat terhibur dengan cerpennya. Sangat memukau!!👍
Terima kasih, Riska.
Seruu
cerita sgt menarik dan bagus bgt alurnya saya sukaa,dan sangat terhibur
makna nya mendalam, namun sulit di pahami🙃
Sudah saya baca bu
Sudah saya baca bu, bagus
Sangat bagus
sangat menarik ceritanya! keren sekali miss 🤗