Keberangkatan jemaah calon haji asal Indonesia telah dimulai beberapa hari terakhir. Dua ratus ribu lebih calon jemaah haji akan mendatangi Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam kelima. Calon jemaah, masyarakat, hingga para petugas haji pun ramai mengunggah beragam konten tentang ibadah haji di media sosial dan aplikasi berbagi pesan.
Beberapa tahun lalu, dosen saya pernah bercerita soal tindakannya mengunggah foto dan video sewaktu di Tanah Suci ke aplikasi Facebook. Rupanya, alasan beliau mengunggah itu agar keluarga, kerabat, dan teman-temannya bisa mengetahui kabar dan aktivitas beliau di sana. Beliau jadi tidak perlu repot lagi mengabarkan kondisi dan kegiatannya kepada mereka.
Hari ini, liputan haji semakin umum ditonton di media sosial. Fitur live memungkinkan liputan itu disiarkan secara langsung oleh perorangan. Kementerian Agama bahkan merekrut penggiat media sosial untuk menginformasikan kondisi dan aktivitas para jemaah seolah kerja sama dengan media massa saja tak cukup. Kabar dan aktivitas para jemaah haji bukan satu-satunya jenis konten. Ada juga foto dan video kemegahan Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, rekaman pemandangan gurun selama perjalanan, hingga perjuangan berziarah dan beribadah di tempat-tempat sakral.
Baca juga:
Perkembangan teknologi media dan kemampuan manusia dalam memanfaatkannya telah menjadikan pengalaman beribadah ke Tanah Suci tidak lagi berhenti pada foto hingga cerita orang-orang. Dulu, kita selalu menunggu cerita Tanah Suci dari para jemaah haji yang baru pulang. Walhasil, rumah jemaah selalu penuh sesak dikelilingi warga sekitar yang ingin mendengarkan cerita mereka.
Cerita pengalaman jemaah haji adalah salah satu medium bagi masyarakat kita untuk merasakan kesakralan dan nuansa mistis Tanah Suci. Para jemaah haji sering menceritakan pengalaman-pengalaman mistis yang kadang-kadang tak bisa dinalar. Mereka juga biasanya menghadirkannya sebagai pengingat bahwa Tanah Suci adalah tempat sakral.
Pernah dengar kan anekdot bahwa kita akan mendapatkan secuil balasan atas dosa-dosa kita selama ini ketika berada di Tanah Suci? Pengalaman merasa terkena lemparan batu atau beragam cerita dijahati orang lain biasanya dihayati sebagai tanda balasan dosa. Selain itu, ada juga kisah soal beragam kemudahan karena diijabahnya doa-doa kita selama ini.
Pengalaman ini membangun kesadaran kita bahwa Tanah Suci membuat kita lebih dekat dengan Allah Maha Pencipta. Masyarakat kita pun berlomba dan berusaha keras untuk merasakan pengalaman tersebut. Wajar jika kita kemudian mendapati antrean haji kian berjubel, umrah pun sama ramainya.
Tak heran, berangkat haji banyak dirayakan dengan beragam kearifan lokal yang mencoba menghubungkan lingkungan setempat dengan Tanah Suci. Di masyarakat Banjar, misalnya, keluarga yang ditinggal haji biasanya membagi-bagikan makanan dan minuman dingin setiap hari Jumat agar yang sedang menunaikan ibadah haji dimudahkan dan mendapatkan kesejukan di tengah teriknya Tanah Suci.
Baca juga:
Tempat-tempat sakral di Tanah Suci yang diunggah ke media sosial mengikis imajinasi personal kita tentangnya dan perlahan menghilangkan nuansa mistis nan misteriusnya. Tempat-tempat itu bisa dengan mudah kita gapai lewat gawai ketika antrean pergi haji makin tak masuk akal dan haji mandiri diharamkan oleh ormas keagamaan. Kita bisa dengan mudah mereka-reka apa yang mungkin terjadi di tanah suci berkat bantuan foto, video, apalagi siaran live seorang kenalan.
Cerita orang yang baru pulang haji barangkali jadi tak lagi memikat bagi lingkungan sekitarnya. Khidmatnya berhaji pun tak lagi dibagi-bagi lewat hantaran kudapan dingin, cukup dengan unggahan foto dan video di media sosial.
Editor: Emma Amelia