Bahasa Ibu dan Puisi Lainnya

aditya ardi n

53 sec read

yang lebih cadas dari musik metal

di ruang tamu kudengar teriakan istriku dari dapur
seperti vokal guttural pada konser musik metal.

aku berlari mendekat.

“ada apa teriak-teriak?” tanyaku.
“beras habis, minyak goreng habis, gula habis,
kompor mati, dan pulsa listrik minta diisi.” sahut istriku.

bahasa ibu

ibu bertanya,
“selain sandang, pangan, papan,
menurutmu apalagi yang berharga di dunia?”

“paket internet seribu giga,
wifi yang kencang sinyalnya,
pulsa listrik yang besar jumlahnya,
gawai terbaru yang terbaik kualitasnya,
outfit branded dan mobil mewah juga.” jawabku.

“kau ini ngelantur saja. dengarkan ibu baik-baik.
di kampung ini, lelaki seumuranmu, semua sudah nikah
dan punya rumah. kecuali kamu.” kata ibu.

lantas aku bergegas mengemasi puisi ini.

cari muka

suatu pagi kudapati mukaku hilang
aku mencarinya di tas belanja ibu
cuma ada struk belanja
aku mencarinya di tas kerja ayah
cuma ada slip gaji yang kecil nominalnya

menjelang siang
aku lihat mukaku dipinjam kakakku
yang dipecat kemarin pagi
ia tak punya muka lagi
untuk menghadapi mertua dan istri

foto prewedding

tanggal cuti sudah dilingkari
tanggal nikah sebentar lagi
terop dan pelaminan sudah dipesan
lengkap dengan sound, perias, dan aneka hidangan.

“foto prewed-nya yang bagus di mana mas?” tanya calon istri.
“foto-foto itu semu semata, adinda. yang utama ialah
keugaharian cinta dalam dada. ialah rindu yang terus mendidih
hingga kita tua.” jawabku.
“hmm… bilang saja tak punya uang?” sahut calon istri.

warisan keluarga

lapar
kelaparan
miskin
kemiskinan
derita
penderitaan
tempa
tempaan
kuat
kekuatan
teguh
keteguhan
upaya
pengupayaan
hidup
menghidupi
kehidupan

*****

Editor: Moch Aldy MA

aditya ardi n

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email