AKU CEMASKAN HARI YANG BAIK
aku cemaskan hari yang baik ketika
kuterima jawaban bahwa kau juga mencintaiku
aku cemaskan malam-malam pertemuan kita
saat gerimis sembunyikan dirinya
saat daun-daun tak kedengaran gugur
saat dingin menempel di tengkuk tapi
tanpa menyentuhnya
aku cemaskan bibirku sendiri yang
tiba-tiba mengucapkan mimpi indah
tanpa menyentuh kata-kata.
(2020)
–
DI PLASA
di keramaian itu aku tak mendengar suara langkah
semua wajah adalah asing, tatapan mata berdesing
ke arahku dari pintu yang tertutup di ujung, aku tak tahu
dan tak perlu tahu. di antara rak-rak yang memajang buku
di seberang baju berbagai model dan merek, aku karam
pada waktu yang berdesik dari jauh, dan tak kukenal
seakan mengigau, seakan malam, tapi aku di plasa
sendirian, aku tak melihat kota dari kaca
(2019)
–
DI HALAMAN RUMAHMU
di pot-pot tanaman itu kutemukan
sifat baik tanganmu, sepucuk puisi
perlahan merekahkan bahasa cinta
harum jejak yang berasal dari hati
mengapa aku seakan kupu-kupu
diam menghayati setangkai rindu
yang tumbuh di halaman hatiku
yang seperti melati di pot-pot itu
(2019)
–
GAMBAR KUDA
kau gambar seekor kuda yang berlari kencang di padang
membawa seorang penyair Rusia yang hendak
membatalkan sebuah pertunangan di dalam hatinya
seorang peri yang baik hati terbang di sisinya
ketika sebuah peluru dari tembakan asing mengenai kudanya
dan ia terjatuh dari pandangan perempuan pujaannya
tapi ringkik luka itu tetap patah di hatinya, membekas
si penunggang muda meratap pada langit pada kenangan
pegunungan kaukasus di mana ia pernah sembuh
dan kini kembali terluka dan kalah. kau menggambarnya,
seekor kuda dan penyair dari rusia, Lermontov namanya.
(2020)
–
PUISI UNTUK KEATS
seekor kupu-kupu tewas
di musim bersalju
seperti kota dengan buku puisi
yang menolak untuk laku
sebuah luka biru di paru-paru
membikin kau batuk darah
musim dingin sangat megah
sehabis pertunangan yang miskin
masa-masa sebelum itu
adalah musim semi paling cemerlang
saat bunga dan kupu
melagukan keindahan rindu di halaman
tapi di musim salju itu
dalam badai, kau diasingkan
untuk menjadi kepompong
yang digotong menuju batu
(2020)
KEPADA LARKIN
di pekuburan itu, puisi adalah sepeda
yang selalu melewatinya
dan kau mencatatnya dari rumah besar kesepian
di bawah langit pohon musim panas
seribu angin lepas menjemput daun pada batas
dan tahun gugur di kelander usia
seketika berakhir gelisahmu dan kau
kembali mengayuh sepeda itu
melewati pekuburan sepi, kadang kau
berpayung memandang nisan, dan bergegas pulang
saat sesuatu terlepas di udara dan ada
puisi yang mendesak untuk dituliskan
(2020)
–
RUCUH
di musim hujan tenggorokan sering kering
badan kurang nyaman, leher agak pegal
karena bantal rupanya tak mengandung sinar matahari
saat malam aku sempatkan ke dapur (saat aku berkehendak)
menemukan jeruk pada keranjang biru, ia berukuran kecil
seperti bola tenis meja, persis warnanya juga kuning
kupotong separuhnya, kuperas ke dalam gelas kaca
kutaruh sepercik garam, setengah sendok gula pasir
dan kuseduh setengah gelas air panas, lantas kuseruput
di sela jeda menulis sajak, alangkah sedap
(2020)