aries. mengkristalkan waktu, menyunting gambar dan melepaskan nada.

Aku Butuh Waktu, Waktu Bunuh Aku dan Puisi Lainnya

Kristal Firdaus

1 min read

Bara Berau

Dulu, saat umurku masih
angka-angka yang tak berat

Aku melihat kapal-kapal besar
membawa gunung hitam di tepian teratai
Manusia bisa memindahkan segalanya, gunung sekalipun

Pak Jupri berkata:
ada sumber daya alam
yang tak bisa diperbarui
batu bara termasuk
tapi kenapa kita diam saja?

Sekarang, ketika umurku angka-angka berat
Aku masih melihat kapal-kapal besar
membawa gunung hitam di tepian teratai
Aku sudah tak dengar lagi kabar Pak Jupri

Ke manakah kapal-kapal itu berlabuh?
Ke manakah umur-umur meringan?
Ke manakah manusia memindahkan segalanya? ke kematian? ke keabadian?

(2022)

Sepisau Manusia

setiap hari manusia membawa pisau
mereka selipkan pada kulit
kadang pisau naik ke buah bibir
menyayat badan manusia lain

sepisau manusia berdiri
tajam menukik dan lupa

Wajah Samarinda Menjelma Kedai-Kedai Kopi
: Cosugare, Searah, Kaldi, Kael

Samarinda:
hari-hari yang mengejarku
selalu berakhir di kedai kopi

datang dan pergi sesuka hati
datang dan pergi semak hati

tubuhku peta yang retak
kucari rumah-rumah hangat
selain tubuh berselimut cemas
sangkarku berkelana

siang menyongsong perapian
malam kian panjang menerjang dingin
wajah ini api yang aman
membakarku jadi kehangatan

aku selalu berniat
untuk berhenti di malam hari
dan melanggarnya di penghujung sore

aku rela makan mie di rumah
demi segelas kopi

aku butuh kopi dan api
membakarku lebih lama

abu yang tinggal di kepalaku
bermuka kedai-kedai kopi
di dalamnya ada wajah manusia
yang lalu-lalang dan tak bisa kembali

(2022)

Teluk Lerong

Samarinda tak punya banyak tempat bersembunyi
kucari walau tak sampai sepuluh jari

kota ini, tak punya banyak tempat
‘tuk melepas anak kecil di tengkorak

maka kuingin rahasiakan
sebuah taman kecil di tepi Teluk Lerong
ia mati dan terus hijau

di sana kukristalkan semua
yang tak bernama
dengan angin meniup hening
anak kecil berlarian melangit terbawa angin
dedaunan warna-warni menyaksikanku mengelupas diri

waktu punya banyak kaki, berlarian ia
menggusur langkahku menuju mati

tiba di hari aku tak lagi mengenalnya
taman ini, dihidupkan warna-warna terang
lampu-lampu dan plang nama taman

semua terasa palsu
dedaunan hanya bisa jadi saksi
aku tak lagi bisa bersembunyi
meneriakkan nama-nama
dan semua yang tak bernama bermuara

kristal-kristal menusukku di tengah kota
dan aku masih belum mati

(2022)

Dari Matamu

senyuman telah bercerai berkali-kali
hampa mengawini waktumu yang meleleh
berceceran menyesap binar bola mata
yang sejak dulu tak pandai merekam bahagia

dari matamu,
rumah hanya batang-batang kosong

(2022)

Aku Lamin

“because this body is my last address.”

—Ocean Vuong

akan kusajikan rumah
daging-daging ungu
biru gelap pucat
putih kematian
surat-surat berdarah

ambil semua yang menempel pada alamat
biar kupergi dengan bersih
walau mungkin tengkorak
membeberkan nanah yang tak sempat pecah

kesembuhan milikmu para pemburu warna
kau akan tenang di surga

selamanya aku akan cacat
di mata-mata yang mengalienasi cahaya

selamanya aku akan cacat
di mata-mata pemburu bias cahaya

dan tubuhku mencatat semuanya

kelam
kelamin
ke lamin
        amin

(2022)

Aku Butuh Waktu, Waktu Bunuh Aku

hidup hari ini:
perihal menyeret kematian
memikul semua busuk di badan
lebam di dadaku masih ungu
mencari warna lain
kurenggut semua nanah
kelak menetas jadi sembuh atau wabah

aku hanya perlu waktuuuuu
tapi waktu memburukuuuuuuuu
terbukalah pintu
pintu lain masih sulit tertutup

di mana aku akan menemukan hirup
aku masih dekat dengan hidup
tapi rasanya semakin redup

kematian membuka kuncupnya satu-satu
membawaku

(2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Kristal Firdaus
Kristal Firdaus aries. mengkristalkan waktu, menyunting gambar dan melepaskan nada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email