Pernah belajar fisioterapi dan psikologi.

Wijayakusuma: Bunga Harapan Ardhito Pramono

kamarul arifin

3 min read

Setelah terpaksa menepi dari dunia hiburan akibat tersandung kasus narkotika, Ardhito Pramono kembali muncul meramaikan panggung musik Indonesia dengan meluncurkan album yang berisi lagu-lagu yang manis. Kali ini Ardhito Pramono dibantu oleh sahabatnya Gusti Irwan Wibowo, Guru kehidupannya, Narpati Awangga alias Oom Leo, serta musisi lainya.

Masih dengan musiknya yang kental aroma jazz, album Wijayakusuma berisi 8 lagu. Ada nuansa berbeda yang hadir di album ini jika dibandingkan dengan karya Ardhito sebelumnya, yaitu lirik lagu yang sepenuhnya berbahasa Indonesia.

Sebelumnya karya-karya Ardhito didominasi lagu berbahasa Inggris, kecuali pada lagu-lagu yang dikhususkan untuk soundtrack film. Dalam urusan lirik di Wijayakusuma ini Ardhito banyak dibantu oleh Oom Leo, sebab ia sendiri merasa memiliki keterbatasan dalam pemilihan diksi bahasa Indonesia.

Selain lirik yang berbahasa Indonesia, di album Wijayakusuma juga terasa bagaimana liriknya lebih dewasa dan bijaksana. Banyak pesan tentang kepasrahan dan penerimaan, serta harapan.

Dalam urusan musik juga ada nuansa musik lawas era 50an – 80an. Di sini Ardhito banyak dibantu oleh Gusti Irwan Wibowo. Bahkan di lagu Wijayakusuma ada isian musik Jawa. Dalam album ini lagu favorit saya adalah Wijayakusuma dan Asmara. Album ini dibuka dengan lagu berjudul Mula, yang berupa musik instrumental.

Wijayakusuma

Untuk sebuah lagu pop, lirik lagu ini sangat unik, sebab memiliki lirik yang cukup panjang dan pemilihan kata yang menggunakan kata yang sudah jarang kita dengar. Lagu ini dibuka dengan lirik:

Laju senja, pasrah gelap tiba. Tertunduk, termenung, terkulai, terlunta. Cemas akan guna.

Tergambar jelas sebuah perenungan tentang kehidupan, di mana “senja” identik tentang sebuah akhir dan kedewasaan. Lagu ini berisi penyesalan dan kepasrahan, juga berisi tentang harapan di akhir lagunya.

Lagu ini terinspirasi dari obrolan Ardhito dengan Oom Leo tentang Bunga Wijayakusuma. Menurut Oom Leo, bunga Wijayakusuma merupakan bunga sakti yang dapat membangkitkan kembali semangat bagi orang-orang yang sedang dalam kondisi terpuruk.

Wijayakusuma bersemi mekarlah. Beri kami nyawa lagi. Dwipa pertiwi nan tercinta.

Lagu ini merupakan salah satu lagu “jagoan” dalam album Wijayakusuma.

Kesan Pertama

Di lagu ini, Ardhito bertutur tentang kepasrahan dan penerimaan. Tak seperti karya Ardhito sebelumnya yang cenderung mengawang dan membuat pendengar harus menerka-nerka. Dalam lirik ‘Kesan Pertama’ Ardhito tampak lebih lugas dalam bertutur.

Oh biarlah sudah kuhadapi saja. Masa-masa nestapa. Kuhampa sendiri bohongi nurani. Sudahlah biar terjadi.

Dari segi musik, lagu ini juga lebih meriah, dengan iringan orkestra. Gusti Irwan Wibowo tidak hanya terlibat dalam pembuatan musik lagu ini, namun juga menjadi pasangan duet dari Ardhito.

Berdikari

Lagu ini berkisah tentang keindahan sesosok wanita yang disebut “ayu jelita” oleh Ardhito. Dalam lagu ini Ardhito mengungkapkan keinginannya untuk bersatu dengan sosok yang disebutnya “ayu jelita” tersebut.

Bergejolak hasrat jiwa tuk bersatu dengannya. Bergemuruh buih meminta bersemai di dalamnya. Binal fikir dan upaya tentang bagaimana jadinya. Saat ragaku dan raganya bersama.

Mungkin lagu ini ungkapan kerinduan Ardhito terhadap istrinya, selama ia berada dalam proses rehabilitasi. Lagu ini sangat kental nuansa jazz khas dari Ardhito Pramono.

Daun Surgawi

Cukup berani Ardhito menggunakan judul Daun Surgawi. Tentu tak sedikit orang yang akan otomatis berpikir bahwa yang Ardhito sebut sebagai Daun Surgawi adalah ganja. Terlebih, Ardhito juga terpaksa harus menepi dari dunia hiburan akibat mengonsumsi ganja.

Lagu ini memang berisi gambaran tentang sensasi yang dirasakan Ardhito saat mengonsumsi ganja. Namun, di sini Ardhito juga menerangkan sudut pandang terbarunya terhadap ganja.

Dan kini hanya angan belaka. Tuk terbang menggapai asmara. Segala harapan terwujud nyata. Hanya terasa dahaga. Keindahan bunga, Daun Nirwana.

Rasa-rasanya

Lagu ini merupakan lagu tersingkat dalam Album Wijayakusuma, baik dari segi lirik maupun musik. Lagi-lagi di lagu ini bercerita tentang kerinduannya terhadap memori indah bersama orang tersayang, serta harapannya untuk segera bersua dengan sang kekasih.

“Rasanya sudah tak sabar lagi, menanti kamu yang menemani. Biar semua berjalan. Hadapilah rintangan. Rasa-rasanya baru kemarin.

Di lagu ini musiknya sangat simple dan easy listening.

2 Jam

Dalam lagu berjudul 2 Jam, Ardhito mengisahkan kepada kita tentang sebuah keterbatasan waktu yang dimiliki oleh sepasang kekasih, serta betapa berharganya waktu tersebut. Mungkin lagu ini terinspirasi dari terbatasnya jam besuk yang dimiliki oleh Ardhito saat masih menjalani proses rehabilitasi.

“Sampailah kita di sebuah masa. Panjangnya malam tiada guna. Nampak hanya ada 2 jam saja. Detak-detik meluncur derasnya. Bingung terdiam dan sadar betapa anehnya.”

Asmara

Asmara merupakan lagu favorit saya di Album Wijayakusuma, baik dari segi lirik maupun musik. Dibuka dengan lirik penuh penyesalan:

Waktu yang hilang takkan terulang. Segala masa dan kala nan kelam. Saat kuterbuai duka dan dunia berkehendak. Ku ditambahkan nyawa. Oh Asmara.”

Lalu disambung dengan harapan dan doa-doa baik pada sosok yang disebutnya Asmara.

“Duhai Asmara. Izinkan ku menitip doa, juga harap asa. Layak pujangga bersenjatakan kata. Terbiasa gigih, ungkap rasa. Akan ada gelora beserta puja.”

Lagu ini sangat menyentuh dan tentu saja ada campur tangan Oom Leo dalam lirik lagu tersebut. Musiknya juga sangat unik dan berbeda dari lagu-lagu lainnya, cenderung sepi namun justru menghidupkan suasana dan pesan dalam lagunya. Lirik akhirnya juga memberi pesan semangat:

Oh Asmara. Namun, jika sedih gundah dan gulana menerpa. Jangan risaukan semua. Karena engkau begitu adanya. Dan yakinlah bahwa namamu Asmara.”

Untuk mempromosikan album terbarunya ini, Ardhito Pramono berencana mengadakan tur ke beberapa kota. Semoga kotamu menjadi salah satu tujuan tur album Wijayakusuma. Kalau tidak, jangan sedih, kamu tetap bisa mendengarkannya di berbagai platform streaming musik.

***

Editor: Ghufroni An’ars

kamarul arifin
kamarul arifin Pernah belajar fisioterapi dan psikologi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email