Japanese Film Festival (JFF) kembali digelar di Indonesia tahun ini. JFF hadir di tiga kota: Jakarta, Makassar, dan Bandung. Ada 14 film dengan berbagai genre yang diputarkan. Keterbatasan waktu membuat saya hanya sempat menonton dua film saja, yaitu And So The Baton is Passed dan Step. Tulisan ini akan membahas film yang disebutkan pertama.
Saya menonton filmnya bersama seorang teman. Sayangnya kami terlambat 20 menit masuk ke bioskop sehingga kehilangan adegan-adegan awal. Hal itu sempat menjadi masalah karena kami terpaksa menebak apa yang diceritakan dan sudah sampai mana filmnya berlangsung. Saat kami datang, scene sudah sampai pada ayah Miitan yang berpamitan ingin ke Brazil.
Ayahnya (Mito) ingin Miitan untuk ikut dengannya ke Brazil, tetapi Ibu sambungnya (Rika) menyuruh Miitan memilih. Ia akhirnya memilih untuk tinggal di Jepang bersama Rika. Mito akhirnya ke Brazil dan cerita yang sebenarnya barulah dimulai.
Film ini dibangun dengan dua plot yang awalnya saya kira adalah dua cerita yang berlainan. Plot pertama menceritakan perjuangan Rika yang rela melakukan apa pun asalkan Miitan bahagia. Plot kedua menceritakan Morimiya—seorang ayah tunggal—dalam membesarkan putrinya yang beranjak remaja bernama Yuko.
Seiring film berjalan, akhirnya terkuak kalau Miitan dan Yuko adalah satu orang. Itu berarti Morimiya adalah ayah ketiga dari Miitan/Yuko.
Tiga Ayah
Saya katakan Morimiya adalah ayah ketiga karena sebelumnya Miitan memiliki dua ayah. Ayah kandungnya yang bernama Mito dan ayah tirinya yang bernama Izumi. Tidak lama setelah Mito pergi ke Brazil, Rika mendekati Izumi dengan tujuan agar Miitan dapat bermain piano. Kebetulan Izumi memiliki piano yang tidak terpakai di rumahnya.
Mereka berpindah dari rumah sederhana ke rumah Izumi yang mewah. Namun, Rika justru tidak betah di rumah itu dan memilih pergi selama dua bulan dari rumah dan tanpa membawa Miitan. Ia kembali sesaat sebelum Natal membawakan Miitan banyak hadiah seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Lebih gilanya lagi, ia membawa kabar akan menikahi temannya yang seorang lulusan Universitas Tokyo. Yap, orang itu adalah Morimiya, ayah ketiga dari Miitan. Izumi sendiri berkata tidak masalah jika Rika ingin menikahi Morimiya.
Singkat cerita, Miitan tumbuh besar bersama Morimiya. Lagi-lagi, ia ditinggal oleh Rika. Kali ini tidak hanya hitungan bulan, tetapi bertahun-tahun lamanya. Morimiya berusaha keras agar dapat menjadi ayah yang baik bagi Miitan, meski ia bahkan baru tahu kalau Rika memiliki seorang anak di hari H perkawinan mereka.
Miitan tumbuh menjadi seorang gadis ceria pekerja keras dengan nama Yuko Morimiya. Di SMA, ia jatuh cinta dengan Hayate yang permainan pianonya sering dipuji oleh guru. Yuko bercita-cita untuk masuk ke sekolah kuliner setelah lulus nanti.
Sampai sini, penonton mungkin akan mengira kalau Rika hanyalah perempuan gila yang eksentrik atau seorang ibu yang buruk. Hal itu tidak salah karena saya pun sempat berpikir demikian sampai kebenaran yang sesungguhnya tentang Rika terungkap.
Akhir yang Mengejutkan
Alur film dibangun sedemikian rupa agar penonton membenci perilaku Rika yang terlalu serampangan sebagai Ibu. Namun, emosi itu berubah menjadi perasaan simpati setelah mengetahui alasan yang sebenarnya dari perilaku Rika. Kita juga menjadi tahu bahwa Rika sangat menyayangi Miitan meski ia bukan ibu kandungnya.
Kenyataan terkait Rika terungkap setelah Yuko berencana menikah dengan Hayate. Ia mendadak mendapat kiriman surat dari Rika yang tidak pernah ditemuinya selama bertahun-tahun. Suratnya berisi permohonan maaf dari Rika karena telah menyembunyikan surat-surat yang dikirim ayahnya saat di Brazil. Ia melakukan itu karena takut Miitan ingin menyusul ayahnya. Ia takut ditinggalkan.
Surat dari Rika itu membuat Hayate mendorong Yuko untuk menemui ketiga ayahnya, selain untuk mencari tahu soal Rika, juga untuk meminta restu atas pernikahan mereka.
Dari ayah pertamanya, ia tahu kalau Rika sangat menyayanginya sejak dari perjumpaan pertama. Ia juga tahu kalau Rika menyembunyikan surat-surat yang dikirimkannya ke Brazil. Surat-suratnya tidak pernah sampai ke tangan ayahnya.
Dari ayah keduanya, ia tahu kalau Rika mengidap penyakit serius sehingga sempat meninggalkannya. Rika takut ia akan miskin dan sebatang kara sehingga memilih untuk menikahi Izumi yang kaya raya. Izumi tahu itu semua dan menghargai kasih sayang Rika yang sangat besar kepada Yuko.
Yuko juga pada akhirnya tahu kalau selama ini Rika masih memperhatikannya dari kejauhan, termasuk menghadiri acara wisuda SMA-nya. Rika tidak ingin muncul dengan kondisi lemah di hadapannya, ia takut meninggalkan memori buruk bagi Yuko.
Sementara, alasan Rika memilih Morimiya karena ia pria yang baik dan berpendidikan. Rika ingin Yuko tumbuh dengan seorang ayah yang dapat diteladaninya. Satu demi satu rahasia mengenai Rika terungkap di akhir film. Film yang awalnya lebih banyak mengandung humor mendadak berganti genre menjadi film yang akan membuat mata penonton berkaca-kaca. Setidaknya, itu terbukti pada teman saya yang beberapa kali kepergok sesenggukan di akhir film.
Saya menonton film ini tanpa ekspektasi apa-apa, tetapi berhasil membuat saya keluar bioskop dengan rasa puas di dada. And So The Baton is Passed ibarat sirkus emosi yang memberikan pengalaman yang membekas.
***
Editor: Ghufroni An’ars