—even here she is wrapped in endless, boundless grace.

Ibadah Nyinyir dan Puisi Lainnya

Vania Kharizma

1 min read

ibadah nyinyir /i

barangkali kemarau tengah mengunyah
tiap teka-teki yang kusuguh melapangkan
beringsang sebongkah hati
& tak pernah benar-benar tega melepaskan
ingin pada paseban tapa brata
sebab ludah pun mangkel ‘kan maha gesit
mengamplengi keluguan diriku

tapi di sana aku tak pernah bersungguh-
sungguh meyakinkan pada cuaca
bahwa pancaroba ialah tubuhku yang
menginap lebih dulu sebelum bumi
mengeluarkanku dari lahar ibu,
di sana aku seakan salik baru
yang mesti berkenalan pada:
(i) penggemblengan yang tak pernah waras
menyuapi mulutku pada ujian-ujian konyol
(ii) amukan yang tak pernah waham bila
malam sekadar bisu menyaksikan luka di
jidat terepasku
(iii) saban titah yang sukar kumengerti
mengapa dunia dewasaku menciptakan
-ku sebagai dayang operan
..
& aku cuma manggut-manggut,
mondar-mandir kliyengan menggarapi
tugas / tiap suruhan jika kepal tak ikhlas
mendarat di pipi cemasku &
gurat kedengkian sepanjang mazbah doa

(2022) 

 

ibadah nyinyir /ii

genap sudah suaka meliarkan tubuhku,
aku jadi kucing buronan serapah yang
gemar meregangkan nyawa pengemudi
malam atas 1 keperluan mendesak
& tak terlalu penting diutarakan

tapi di jalan, hidup merdeka begitu aji
debar gigil jantungku separuh tertidur
& terpejam mengenang tiap liur
yang mampir di tepi tendasku sebelum
benar-benar tewas & dilarikan ambulans
akibat sebuah musibah tabrak lari
dari tragedi suatu kecewa

pundakku sudah lemas diinjak
kaki dewa, seperti pedal unta tunggang
kerajaan mesir kuno
di+ bahasa koptik yang mereka lontar
mengunggah potret diriku sebagai
seorang budak belia

ibadah ini begitu kurang-ajar
hingga aku memungkari ketabahan
& dewa di sana cuma latah bibir
menyabdakan nyinyir sepanjang tahun

(2022) 

 

ibadah najasah

pagi itu pada hoskut bau kulit patin
dan lengan berenda bau bawang bombai,
aku nekat memasuki altar perjamuan
sekadar menaruh rasa keki & wedi
bila kena cap sandal nevada di kepala
sebab hosti yang kusuguh kelewat anyep
& rapuh seperti getir hatiku

segenap raut serapah bergotong-royong
menghapus jejak bahagiaku yang
telah begitu lama disingsingkan ibu negara
hanya untuk keperluan bangsa
& di atas hak-hak mulia

setengah dari pertautan dendam
di tubir dadaku, aku bersusah-payah
mengkhatamkan air mata kala sepi,
kala sunyi yang cuma terpergok
dinding lapuk, seperti lapas tua
di mana kepalaku merdeka berkampanye
menggemakan adil-adil yang keparat
& engah berpaduan-suara sebab
dispenser cuma air mahal & aku
diizinkan menganga pada hujan yang turun

(2022) 

 

ibadah celingus

hari ini di muka kawan
seperjuangan yang berpura-pura
tak rela menyaksikan kakiku awut
ada rai yang mesti dihantam
sebuah pukau dari gelegar suara
yang kupaksa bersemadi di dada
berkembara mengincar referensi
dari suatu amigdala yang nihil

balung tubuhku cuma
anyang-anyangan di muka
yang gratis mereka tonton
(bukan di cinema grand xxi
/ wetv hasil lapar seminggu!)
sebab ketika kulepaskan teriak
& entakkan dada yang tak keruan
sekadar lahir igau mungil yang
mereka dengar *samar-samar*

/ barangkali seperti bising tv
yang antenanya kesambar gemuruh
s.d yth menitahku untuk duduk
dengan tampang bloon raport 0

(2022) 

 

ibadah ahmak

berlepotan ludah perdom
merimbuni runguku yang sesak
kebun-kebun serapah
ibuku mengelus kemarau tengkukku
yang gersang akibat tak pernah dirangkul
     sebab kasih sayang mana yang
     takdir bela demi acung daguku?
kini mulai setengah pegal aku menunduk

cuma riuh bercokol di dada
segenap dendam yang beranak-cucu
bila tiba esok kupegang sandang hormat,
biar kutelan piala-piala
& medali-medali
sebab lelah sudah cemooh berodi
di kejur dada yang letih mengamini

(2022) 

Vania Kharizma
Vania Kharizma —even here she is wrapped in endless, boundless grace.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email