Cerita Remaja
Di hidungku tempat komedo memadu asmara
Jadi pasar malam dengan atap langit yang kau bilang itu indah.
Itu indah. Kamu berjalan dengan tas yang berisi pelumas sepanjang hari. Rambutmu menyala di lantai kincir angin dan kaca spion motor yang pajaknya mati. Di lampu merah lututmu jadi berarti, dan kepalamu yang kau taruh di pundak adalah sekuntum bunga yang akan kita beri pada umur yang tersisa.
(Bogor, Oktober 2021)
–
Jalan Menuju Rumahku
Jalan menuju rumahku adalah tikungan tajam. Dengan susah payah mesti dilalui dengan lampu rem belakang yang rusak. Kalau rumahmu ada di tempat yang tinggi, apakah kita akan bertemu? Aku tiba di gang. Selanjutnya jalanan ini akan mengantarkan kemana kamu mau. Jalan menuju rumahku adalah kelapa sawit yang mengawasi matamu. Temanku mati di situ. Pemuda kampung seberang juga mati. Siapa selanjutnya?
(Bogor, November 2021)
–
Di Pinggiran Jakarta
Saat mengantarkanmu pulang. Jalanan Ibukota bukan lagi masalah.
Meski badan kita sudah sama-sama lengket. Rambut kusut. Mulut tak lagi wangi. Namun, inilah sisa hidup kita berdua. Kita putari jalan tol sekali lagi. Sebab musik ini indah, katamu. Dari kaca spion kulihat kau tersenyum. Sempurna!
Vera Lynn memisahkan kita berdua: But i know we’ll meet again some sunny day.
(Bogor, November 2021)
–
Selamat Makan Malam, Sayangku
Di restoran Sari Rasa kita berhadapan. Sambil menunggu nasi, kupegang tanganmu.
Selamat makan malam, sayangku! Sebelum habis malam, mari kita kelilingi kota.
Naik dan turun di halte. Naik dan turun di pelukanku.
(Bogor, November 2021)
–
Menghimpun Kangen
Mencium bau laut saat tikus kejar-kejaran di atap rumah. Tepat setelah tarawih di hari ke sekian. Menghimpun kangen-kangenku sedari pandemi lalu. Sore tadi aku beli satu plastik kembang kamboja. Dan satu botol air doa. Rumahmu kini mandi air hangat.
Aku membayangkan, membelikanmu sofa dan meja kaca yang dapat kau pamerkan saat hari raya. Tapi sayang, gaji pertamaku belum lagi cukup membuat umurmu panjang.
(Bogor, 31 Maret 2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA