Menulis untuk ada

Benetton, Kontroversi Visual, dan Isu Sosial

heri purwoko

2 min read

Benetton adalah produk pakaian Italia yang memiliki nama lengkap “United Color of Benetton”. Selain menampilkan iklan yang berwarna-warni, mereka juga tidak segan menampilkan yang kontroversial. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi diingat tidak selalu membutuhkan yang positif, unik, atau eye-catchy saja, tetapi juga keberanian untuk berbeda.

Brand yang dimulai oleh Luciano, Giuliana, Carlo, dan Gilberto Benetton ini membuka gerai pertama mereka di Belluno, Italia dan kemudian Paris, Perancis. Kini, telah lebih dari ratusan gerai mereka tersebar di berbagai belahan dunia. Sejak tahun 1982, Benetton  menempatkan Oliviero Toscani sebagai creative director, dari tangan dan matanya iklan Benetton lahir dengan segala kontroversinya. Kehadiran Benetton dengan konsep penuh warna ini tentu mengganggu brand lain yang kala itu cukup eksis di kalangan anak muda dan pecinta casual seperti Liz Claiborne, Lacoste, dan Esprit. Konsep multikultural yang ditawarkan Benetton memang berbeda dan menarik perhatian banyak orang. Berbagai warna kulit dan ciri ras yang berbeda-beda dipotret dalam satu frame yang sama dengan mengenakan produk Benetton yang berwarna-warni dan saling berinteraksi secara intim, seolah mengindikasikan bahwa brand ini peduli terhadap keberagaman fisik manusia yang secara natural ada di bumi.

Iklan Benetton tahun 1982

Tahun 1982, Benetton merilis iklan pertama yang mengejutkan. Iklan di atas seolah memang menggambarkan kedekatan antara kulit putih dan kulit hitam, tetapi kemudian yang terbaca oleh para kritikus adalah diskriminasi. Sosok perempuan kecil berkulit putih ditampilkan memiliki senyum yang ramah dengan rambut keriting khas seperti masyarakat Eropa menggambarkan sosok malaikat dalam berbagai patung dan lukisan. Sementara, di sisi kanan adalah perempuan kecil berkulit hitam yang melihat tajam ke arah kamera dan memiliki tata rambut seperti tanduk setan. Secara implisit, iklan ini justru cenderung rasis, karena merepresentasikan yang baik dan yang jahat melalui warna kulit.

Iklan Benetton tahun 1989

Iklan di tahun 1989 ini juga sekilas menampilkan keharmonisan dalam sebuah kelekatan antar ras. Sekali lagi, iklan ini justru mengundang kritik pedas karena perempuan dewasa yang ditampilkan berkulit hitam tanpa mengenakan bra dan membiarkan salah satu payudaranya terekspos jelas. Tendensi bahwa Benetton menampilkan memori perbudakan tentu terlihat dalam iklan ini, yaitu budak perawat (nanny) yang menyusui anak berkulit putih. Iklan ini kemudian ditarik peredarannya, namun justru mendapat pujian di Cannes Advertising Festival.

Tahun 1997, Benetton membuktikan bahwa mereka serius dengan isu sosial seperti dalam iklan di atas. Alih-alih mendukung World Food Programme (WFP) seperti yang juga dicantumkan dalam tulisan di iklannya, iklan ini justru dimaknai oleh penulis bahwa Benetton lebih menyindir secara sarkastik, bahwa kelaparan tidak melulu menampilkan tubuh yang kurus-tinggal-tulang atau anak kecil yang dikerubungi lalat dengan muka memelas. Kelaparan bisa menjangkiti siapa saja dan ini tentu masalah serius. Banyak hal bisa terjadi karena lapar, termasuk tindak kriminal. Melihat iklan ini, penulis teringat dengan tokoh Kapten Hook, tokoh antagonis dalam kisah Peterpan. Stereotyping kembali terjadi, sosok yang berpotensi jahat ini adalah lelaki berkulit hitam.

Tanda-tanda ini banyak ditemukan di sekitar kita dan bermuara dalam sebuah terminologi sign-system. Pemaknaan memang bisa sangat fluid dan bisa berubah seiring dengan berjalannya waktu, karena cultural studies membaca segala gejala tidak ada yang benar-benar ajeg atau fixed. Berdasarkan pembacaan di atas, kita tentu jadi melihat adanya ideologi tertentu yang hendak disampaikan Benetton terkait dengan rasisme dan stereotyping dalam masyarakat modern. Sebagai fotografer yang memiliki preferensi visual dan semiotika, Toscani tentu dengan sadar melihat peluang untuk menyampaikan pesan secara ambigu.

Bagaimana dengan Anda? Silahkan tulis di kolom komentar konsep atau citra iklan yang mengusik kecurigaan Anda bahwa iklan tersebut memiliki muatan ideologi tertentu secara samar-samar.

heri purwoko
heri purwoko Menulis untuk ada

2 Replies to “Benetton, Kontroversi Visual, dan Isu Sosial”

Leave a Reply to Muhammad Bahruddin Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email