Alfredo James Pacino atau lebih dikenal dengan Al Pacino bulan ini tepat berusia 82 tahun. Meski telah menjadi legenda akting dunia, ia juga pernah mengalami masa-masa tragis dalam hidupnya. Mulai dari ketergantungan alkohol dan narkoba, lalu mampu bangkit kemudian bersinar hingga lima dekade berkarir sebagai aktor papan atas dunia.
Al Pacino memiliki awal kehidupan yang tidak mudah. Ayah dan ibunya bercerai ketika usianya baru dua tahun. Ayahnya berasal dari Sisilia, Italia. Sementara ibunya berasal dari Amerika Serikat.
Sejak perceraian kedua orangtuanya, Al Pacino dibesarkan oleh keluarga ibunya, termasuk nenek serta kakak perempuannya. Ia tumbuh dalam budaya Pop Amerika dengan menjadikan nenek dan ibunya sebagai panutan di Bronx, sebuah kawasan ramai kriminal di Wilayah Utara Kota New York.
Ketika memasuki bangku sekolah, Al Pacino sempat kehilangan arah. Ia merindukan sosok ayah dalam hidupnya karena menurutnya ibu, nenek dan saudara perempuannya tidak banyak membantunya ketika ia mendapat masalah kala berkelahi di sekolah. Rasa frustasi kemudian muncul. Ia mulai berkenalan dengan rokok, minuman keras dan menggunakan ganja.
Bakat aktingnya mulai muncul ketika memasuki usia remaja. Ia adalah aktor dengan bakat alami. Sosok ambisius yang percaya bahwa jalan kesuksesan akan diraih dengan menghiraukan apa yang tidak ingin ia dengarkan.
Ia akhirnya memutuskan keluar dari bangku sekolah untuk fokus pada dunia akting yang membebaninya pelajaran yang dianggapnya tidak berpengaruh dalam karirnya. Masalahnya, ia tidak memiliki sumber daya cukup ketika mulai merintis karir menjadi aktor. Karena yang duduk dan berdiri di etalase industri adalah mereka yang memiliki uang dan koneksi.
Al Pacino kemudian memilih jalan yang tidak biasa. Bergaul dengan banyak orang di jalanan Kota New York. Mendalami karakter setiap manusia yang ditemuinya lalu membuat pertunjukan di mana saja yang memberinya kesempatan. Di jalan-jalan dan panggung teater. Ia membaca apa yang ia suka. Ia membuat pertunjukan sepanjang hari di pinggir jalan demi sepotong pizza, demi bertahan hidup.
Hingga ia pada akhirnya ditemukan secara tidak sengaja oleh sutradara Lee Strasberg kala memberi pertunjukan di jalan raya. Lee Strasberg kemudian mengajak Al Pacino bergabung di Actors Studio, sebuah organisasi untuk aktor, teater dan penulis naskah di Kota New York.
Al Pacino sedari awal menyadari bahwa dirinya adalah gelandangan. Ia tidak berharap banyak ketika memilih bergabung ke Actors Studio yang diisi oleh aktor profesional dari keluarga mapan. Ia merasa seperti anak buangan, selain alasan faktor keturunan Italia-Amerika yang banyak mendapatkan diskriminasi dalam industri.
Ia juga tidak berpendidikan sehingga banyak orang menganggap dirinya bukanlah saingan. Namun, hal tersebut tidak pernah menjatuhkan mentalnya, ia memadamkan bara ketakutan dan keraguan dalam jiwanya. Ia terus menunggu sampai kesempatan itu benar-benar datang.
Butuh delapan tahun bagi Al Pacino setelah bergabung di Actors Studio untuk mendapatkan peran pertamanya. Tahun 1971, Al Pacino mendapatkan tawaran untuk film bergenre drama narkoba. Ia berperan sebagai seorang pecandu narkoba bernama Bobby yang jatuh cinta dengan seorang perempuan bernama Helen (Kitty Winn) di film “The Panic in Needle Park”. Ia terlihat sangat menikmati dan mendalami peran yang dimainkan karena kebetulan dirinya adalah pecandu narkoba.
Menjadi Bintang
Pada akhir tahun 1971, Al Pacino kemudian dilirik oleh Sutradara Muda Francis Coppola (32 tahun) yang kala itu mendapatkan tawaran dari Paramount Studio untuk membuat film yang diangkat dari novel best seller yang ditulis Mario Puzzo berjudul Godfather.
Coppola merekomendasikan nama Al Pacino kepada Paramount untuk memerankan peran sebagai Michael Corleone dalam film drama mafia Godfather tersebut.
Paramount sempat menolak rekomendasi Coppola dengan alasan Al Pacino hanyalah gelandangan dan aktor amatir yang baru memiliki satu film, itupun belum beredar.
Pun jika Al Pacino benar-benar memainkan peran Michael Corleone, ia akan beradu akting dengan pemenang Piala Oscar tahun 1954, Marlon Brando yang berperan sebagai Vito Corleone. Selain itu Michael Corleone merupakan sosok bersahaja pewaris tahta keluarga mafia Corleone yang kaya dan terhormat sehingga dianggap kurang cocok dengan karakter asli Al Pacino.
Nama-nama lain seperti; Robert Redford, Warren Beatty, Jack Nicholson, dan Ryan O’Neal kemudian menjadi alternatif yang ditawarkan Paramount pada Coppola untuk peran Michael Corleone.
Coppola tetap bersikukuh karena ia pernah menyaksikan bagaimana Al Pacino bermain dalam sebuah teater berjudul “Does a Tiger Wear a Necktie?” tahun 1969. Coppola terpukau dengan akting Al Pacino di panggung. Akan tetapi, keduanya tidak pernah bertemu untuk bertegur sapa langsung.
Coppola akhirnya mendapatkan dukungan dari penulis novel Godfather, Mario Puzzo dengan alasan Al Pacino dan Michael Corleone memiliki karakter yang sama karena merupakan keturunan Sisilia Italia. Keputusan Puzzo dalam mendukung ide Paramount ini pula yang membantu Al Pacino mendapatkan peran Michael Corleone.
Sialnya Al Pacino hampir gagal mendapatkan peran Michael Corleone karena ia muncul dalam keadaan sakau dan mabuk pada saat dilakukan tes layar. Matanya memerah dan ia sama sekali belum membaca naskah. Butuh beberapa bulan baginya mendapatkan kembali kepercayaan Coppola. Ia berhasil meyakinkan Coppola yang kemudian mendapatkan honor 35.000 dolar untuk peran yang dimainkannya.
Film Godfather (1972) sukses besar di pasaran. Bahkan film tersebut menjadi salah satu film terbaik sepanjang masa yang ditonton orang-orang hingga saat ini kala usia film tersebut menginjak 50 tahun. Al Pacino masih terus menyertai kesuksesan trilogi dari film dengan judul yang sama, yaitu Godfather II (1974) dan Godfather III (1990).
Al Pacino benar-benar mendapatkan berkah setelah memainkan peran Michael Corleone. Ia mengaku seperti mendapatkan lotre yang mengubah segalanya dalam hidupnya. Karakter dalam Film Godfather tersebut melekat dalam dirinya.
Bagi Al Pacino, butuh seumur hidup untuk menerima dan melanjutkan pemahaman bahwa dirinya benar-benar adalah Michael Corleone yang merupakan pahlawan perang terhormat. Terlepas dari keluarganya korup dan kejam yang hampir tidak diperhatikan banyak orang sampai akhirnya dia menegaskan dirinya sendiri, secara bertahap mengendalikan operasi kriminal Corleone dan film bersamanya.
Satu tahun setelah kesuksesan Godfather, Al Pacino kemudian bermain di film Serpico (1973) yang diangkat dari kisah nyata. Ia berperan sebagai Serpico seorang polisi jujur di Bronx Amerika yang membongkar praktik korupsi dan suap di institusi kepolisian.
Di film Dog Day Afternoon (1975) Al Pacino berperan sebagai seorang perampok bank di Broklyn bernama Sonny dan temannya Sal (John Cazale) yang bermain bersamanya di Godfather I dan II yang berperan sebagai Fredo. Film ini cukup unik karena latarnya memanfaatkan ruang sempit dan terbatas pada ruangan bank dan ruas jalan depan. Pun film ini ceritanya banyak menginspirasi film dengan jalan cerita serupa yaitu perampokan bank. Di mana perampok yang merampok bank meminta pesawat/helikopter sebagai jaminan dari keselamatan orang-orang yang ditawan di bank.
Pada film Scarface (1983) Al Pacino berperan sebagai Tony Montana. Seorang imigran asal Kuba yang berhasil menjadi boss mafia dengan merintis dari jalanan. Harus diakui, kala ia berperan sebagai Tony Montana membuatnya jadi lebih hidup. Meneguhkan citranya sebagai sosok yang kuat, berkharisma dan cerdas.
Pada Film film Scent of a Woman (1993), Al Pacino berperan sebagai Frank, seorang laki-laki paruh baya yang terpaksa pensiun dari militer berpangkat Kolonel karena mendapatkan kecelakaan kala sedang bertugas. Al Pacino menjadi sosok yang berbeda di film ini karena menampilkan diri sebagai pria yang romantis terhadap aroma tubuh wanita sekaligus menjadi penolong bagi pelajar bernama Charlie (Chris O’Donnel) yang mendapatkan masalah di sekolah karena kejujurannya.
Di film Heat (1995), Al Pacino berperan sebagai seorang polisi bernama Vincent Hanna yang mencoba memutus dominasi kejahatan perampokan. Menariknya salah satu boss penjahat itu dimainkan oleh Robert de Niro. Di sini kita bisa melihat Al Pacino dan Robert de Niro main di waktu dan dialog yang sama meski di film Godfather II keduanya sama-sama terlibat tapi tidak dalam satu dialog karena Al Pacino dalam alur maju sebagai Michael Corleone sementara Robert de Niro menggambarkan kehidupan lampau ayahnya yaitu Vito Corleone.
Pada film Irishman (2019) Al Pacino berperan sebagai Jimmy Hoffa, bos sarekat pekerja bernama Teamster. Film ini cerita tentang kehidupan mafia dengan durasi 3,5 jam dengan tempo lambat namun menyajikan dialog bagus. Menariknya, ini film seolah menjadi reuninya dengan Robert de Niro dan Joe Pesci sebagai aktor yang identik dengan film-film bertema mafia.
Selama lima dekade menjadi aktor, Al Pacino telah memainkan 53 film, di mana ia telah 8 (delapan) kali masuk dalam dominasi Oscar untuk kategori aktor terbaik walau hanya sekali memenangkannya lewat film Scent of a Woman (1993). Meski menurut saya, sebenarnya ia pantas untuk 5 Piala Oscar. Pun pada saat namanya dibacakan sebagai aktor terbaik, Al Pacino kemudian diberi kesempatan memberikan pidato;
“Saya telah menyiapkan pidato sejak tahun 1973” ucap Al Pacino kala itu yang disambut tepuk tangan riuh.
Artinya Al Pacino telah menyiapkan diri sebagai yang terbaik ketika dirinya memainkan peran Michael Corleone di Film Godfather (1972).
Al Pacino adalah legenda ikonik dalam dunia film. Salah satu yang terbesar sepanjang masa. Ia mendapatkan banyak penghargaan dari institusi berbeda dari lembaga film, institusi swasta hingga penghargaan dari Presiden AS Barrack Obama tahun 2012 atas kontribusinya mengharumkan nama Amerika Serikat melalui dunia perfilman.
Pun sesungguhnya pada dekade tahun 1980-an, Al Pacino sempat ingin berhenti bermain film karena banyak faktor. Bukan berhenti dalam pengertian pensiun, akan tetapi ingin mengembalikan gairahnya sebagai seorang aktor.
Ucapnya kala itu, kala wartawan menanyakan alasannya Al Pacino ; “Aku sejenak ingin mematikan cahaya dari wajahku, agar aku tetap terus melihat.”